Kano tiba di ruang TV, wajahnya terlihat begitu tegang. Pak Gading memandang kedatangan Kano dengan dingin. Rambut-rambut yang tumbuh subur di wajah menambah keseramannya.
“Kamu dari mana, Kan? Mengapa tak langsung datang kalau Bapak panggil?”
Kano tidak menjawab, ia hanya diam saja. Ia tahu, apapun yang ia jawab pasti salah menurut bapaknya itu.
“Mengapa hanya diam, jawab!”
Kano tetap diam, menunduk, memandang lantai.
Pak Gading terlihat menarik napas panjang, tubuhnya pun mulai mengendur tidak setegang tadi, ia mulai bersandar di kursi.
“Yah, sudah. Sana ganti baju, cepat,” ucap Pak Gading.
“Ganti baju?” tanya Kano bingung. Ia tidak tahu maksud bapaknya. Apakah ia akan diusir dari rumah? Kalau memang begitu, ia akan sangat senang, pikirnya.
“Iya, ganti baju sana. Kita jalan-jalan, ini kan Minggu, kamu kan sudah lama tidak keluar rumah. Ayo sana cepat!”
“Ke mana?” tanya Kano tambah bingung.
“Ayo sana cepat sebelum Bapak berubah pikiran.”
Masih dalam keadaan bingung, Kano menuju kamar, mengikuti perintah bapaknya. Sudah sangat lama ia tidak berjalan-jalan di Hari Minggu. Ia ingat kejadian itu terakhir kali enam bulan yang lalu. Ia dan seluruh keluarga bertamasya ke kebun binatang. Kenangan yang indah. Namun, kali ini ia merasa sangat berbeda. Suasananya tidak seperti dulu. Ada ketegangan yang tidak bisa ia terjemahkan lewat kata-kata.
Saking bingungnya, Kano tak sadar kalau ia tidak bisa memakai baju. Ia memasukkan baju melalui kaki. Sepertinya ia mengira kalau baju itu adalah celana. Begitu menyadari, ia langsung tersenyum sendiri. Ah, apapun yang terjadi nanti, terjadilah, ungkapnya dalam hati.
***
Setelah membersihkan akuarium, meletakkan di ruang tengah, mengisi air, Loko langsung menemui ayahnya di belakang rumah.
“Sudah, Yah,” tegurnya begitu sampai di belakang rumah.
“Apanya?”
“Ye, akuariumnya sudah Loko bersihkan dan diisi air.”
“Ya sudah kalau gitu, ayo berangkat.”
“Ye, Ayah nggak mandi dulu?”
“Nggak, ah, nanti ganteng Ayah luntur terbawa air,” jawab ayah sambil tersenyum.
“Eit, jangan banyak alasan, sana mandi dulu baru pergi,” kali ini ibu turut campur menangani ayah yang terkenal malas mandi pagi kalau Hari Minggu.
“Iya, Bu, suruh Ayah mandi, nanti ikannya pada mati cium baunya Ayah,” goda Loko semangat.
“Iya... iya...” balas ayah singkat sambil menuju ke kamar mandi.
“Bu, tetangga sebelah itu, rumahnya kok selalu sepi ya? Kok nggak ada ramai-ramainya?’ tanya Loko begitu ayah sudah hilang ditelan kamar mandi.
”Nggak tahu, mungkin semuanya pendiam, Ko?” balas ibu cuek.
“Loko kok nggak pernah lihat ibunya Kano? Ibu kenal?”
Ibu memandang Loko dengan bingung, sepertinya ia menyadari sesuatu. “Iya-iya ya, kok nggak pernah kelihatan?” ucapnya dengan bingung.