Akhir-akhirnya tidak ada lagi anak rumah sebelah. Kini yang ada hanya anak kota sebelah.
Kano pun mulai terbiasa dengan kehidupan barunya. Ejekan sebagai anak janda sudah mulai ia tidak pedulikan lagi, ia malah sibuk sendiri, mengurus nenek ternyata bisa mengasyikan juga. Walau awalnya begitu memberatkan ternyata semakin lama semakin menyenangkan. Kano malah mulai menyukai kegiatan itu, ternyata neneknya seorang pencerita yang ulung. Ada saja yang diceritakan neneknya, dongeng apa saja telah terekam indah dalam otak Kano.
Sejak surat Loko yang pertama itu, Kano mulai menyadari sesuatu, ia terlalu manja. Alasan Loko untuk tidak menolongnya, yang awalnya ia anggap adalah alasan yang terlalu dibuat-buat, ternyata benar juga. Seandainya saja Loko menolongnya, tentunya ia akan tetap sama saja seperti kemarin-kemarin. Sedikit-sedikit, ketika merasa tidak nyaman, pasti minta pertolongan orang lain.
Lama juga Kano menyadari itu hingga ia tidak mengirim surat pada Loko hampir satu bulan lebih. Dan, begitu sadar ia langsung mengirimkan surat pada Loko untuk mengucapkan terima kasih. Setidaknya itu adalah balasan dari permintaan maaf yang Loko katakan dalam suratnya. Kano jadi menyesal karena telah mengoyak dan membuang surat yang Loko kirimkan itu.
Kano mulai nyaman melewati hari, ia mulai bisa tersenyum walau temannya hanya nenek seorang. Kadang ia juga main ke lapangan bola tengah kota, menonton orang bermain bola, sendirian.
Berkat ketekunannya mendengar cerita nenek, ia jadi diperbolehkan main keluar dan tidak harus menemani neneknya terus, ternyata neneknya kasihan juga melihat Kano yang tidak memiliki teman. Sepengetahuan nenek, teman Kano hanya ada di sebelah kota saja, ya, dengan kata lain sahabat pena. Kano sering juga cerita tentang Loko kepada nenek, walau ia tidak yakin neneknya itu mendengar dengan jelas.
Satu-satunya yang tetap tidak dibolehkan nenek hanyalah menonton TV. Kano tidak boleh menonton TV terlalu banyak, kata nenek, itu bisa membuat orang malas. Hal itu tidak terlalu mengganggu Kano, ia sudah terbiasa tidak menonton TV terlalu banyak. Apalagi kini ia memiliki tugas sekolah yang memang harus ia kerjakan jadi waktu untuk menonton TV memang dengan sendirinya berkurang. Tidak seperti di rumah lama, kerjanya hanya nonton TV karena ia memang tidak punya pekerjaan lain selain itu.
Kini sudah menjalani tiga bulan Kano berada di rumah Nenek, sudah banyak surat dari Loko. Ia dan Loko memang selalu berkirim surat hampir setiap tiga hari sekali. Jarak kota yang dekat memang memungkinkan surat sampai paling lama dua hari. Mereka tidak telepon-teleponan, bukan karena mahal, tapi karena mereka lebih suka melalui surat. Bagi mereka itu lebih asyik, kan bisa untuk dibaca berulang-ulang.
Kano baru saja mengirim surat ke Loko. Ia mengabarkan kalau minggu depan ia akan ke rumah bapaknya, libur telah tiba. Ia sudah tak sabar untuk melihat ikan mas koki kuning berjambul miliknya satu-satunya. Menurut kabar terakhir, ikan itu semakin gendut saja. Selain itu, ia mengabarkan kalau ia tidak akan sendiri, ia akan ditemani kedua kakaknya dan ibunya. Dan, ibunya mengatakan mereka akan berkunjung ke rumah Loko untuk perkenalan. Masa’ sudah sekian lama bertetangga tidak saling kenal, itu kata ibu Kano. Dan satu lagi, Kano menuliskan kalau ia ingin diajarkan cara bermain playstasion.
***
Loko tertawa-tawa begitu selesai membaca-baca surat dari Kano. Ia terlihat sangat senang karena akan bertemu dengan Kano. Ibu yang melihatnya menjadi curiga, segera saja ia menegur Loko yang seperti orang gila tertawa sendiri.
“Kenapa, Ko, kok tertawa sendiri?”
“Eh, Ibu, itu si Kano mau datang, kan minggu depan sudah liburan,” balas Loko malu karena ketahuan sedang tertawa sendiri.
“Oh, kirain ada apa…”
“Si Kano minta diajari main playstasion, Bu.”
“Baguslah, setidaknya kamu punya lawan baru, jangan beraninya hanya tanding melawan ayah saja.”
“Ye, nggak seru, Kano kan baru belajar jadi mainnya pasti nggak seru,” balas Kano.
“Hati-hati, Ko, banyak murid yang bisa mengalahkan guru.”
“Guru nggak mungkin kalah,” balas Loko dengan gaya sok hebat.
“Mau Ibu kasih contoh guru yang kalah sama muridnya,” pancing ibu.
“Siapa?”
“Teman Ibu yang sekarang menjadi kepala sekolah SMP Senja, dulunya murid Pak Bonar guru matematika, sekarang Pak Bonar malah jadi bawahannya. Terus, guru-guru SD-nya para menteri dan juga presiden, kan sudah kalah, mereka tetap jadi guru sedang muridnya sudah jadi pejabat…ye!” ejek ibu merasa menang dari Loko.