Sebelum Dia Hilang, Berubah Jadi Kenangan

mahes.varaa
Chapter #5

DI MATA TEDDY

Semenjak kenal dengan Bagas, Teddy sadar jika pria itu sengaja menjaga jarak dengan banyak orang. Baik itu wanita ataupun pria, sahabatnya itu sengaja menjaga jarak dengan mereka tanpa membedakan, termasuk dengan ia sendiri. Pada awalnya, Teddy juga kesulitan untuk berteman dengan Bagas. Alasannya mudah, ia sengaja menjaga jarak dan ia paham akan alasan ini. Tidak semua orang paham dengan keadaan tidak biasa dari pria itu. 

Di luar sana, ada banyak orang yang percaya dengan hal gaib, tapi banyak juga yang tidak. Tidak menutup kemungkinan ada orang yang mengatakan percaya tapi jauh dalam hati mereka, sebenarnya mereka tidak percaya. Bahkan tidak sedikit orang di luar sana yang menganggap Bagas dan kemampuannya sebagai orang aneh. 

Itulah yang Teddy sempat dengar di gosip kampus. Gosip tentang pria dari gedung sebelah, ia dapat menebaknya dengan jelas bahwa gosip itu merujuk pada Bagas. 

Karena pria berkacamata itu selalu menjaga jarak dengan orang lain, ia mengira Bagas akan sulit membuka hati dengan orang lain terutama pada wanita. Tapi sesuatu tertangkap mata Teddy melalui lensa kameranya. 

Hari itu adalah tahun kelulusan Bagas yang merupakan junior Teddy—dua angkatan dibawahnya. Ia yang merasa sahabatnya itu tidak akan punya banyak teman saat acara wisuda, jadi ia dengan sengaja meluangkan waktunya pulang dari luar negeri untuk datang ke wisuda Bagas. 

“Enggak masalah datang ke sini? Ini cuma wisuda—satu dari banyak acara kelulusan! Bukan acara penting!” ujarnya merasa tidak enak. Bagas jelas merasa tidak enak pada Teddy karena sengaja meluangkan waktunya dan jauh-jauh datang ke acara yang menurutnya hanya satu dari beberapa acara dalam hidupnya yang harus dilewatinya. 

“Sudah! Jangan bilang enggak penting!” ujar Teddy merangkul bahu pria itu, berusaha untuk membuatnya berhenti bersikap sungkan padanya. Ia kemudian mengeluarkan kamera dari dalam tas kecilnya dan bersiap untuk mengambil foto pria itu dalam balutan seragam wisuda lengkap dengan toga di kepalanya. Teddy sengaja datang ke wisuda sahabatnya itu karena tahu bahwa Bagas adalah anak yatim piatu, yang mungkin hanya akan seorang diri di acara besar di mana banyak orang datang bersama keluarganya. “Aku yang mau datang ke sini, Bagas. Dan meski mulutmu itu bilang ini bukan acara penting, nyatanya bibirmu tersenyum lihat kedatanganku tadi.”

Teddy menarik Bagas, mencarikan angle dan posisi yang tepat untuk mengambil gambar pria itu. Ia meminta Bagas untuk tetap di posisinya, memberikan senyum yang bagus, sebelum berpindah ke posisinya sebagai fotografer. “Sekarang lihat ke sini dan berikan senyum terbaikmu, Bagas.” 

Klik! Klik! 

Teddy mengambil banyak gambar dirinya. Di posisinya sebagai obyek utama dari lensa milik senior yang sudah lama jadi teman baiknya itu, Bagas hanya bisa memasang senyum terbaiknya. Ia sadar apa yang dikatakan pria yang umurnya dua tahun lebih tua darinya itu adalah benar. Meski ia merasa tidak enak pada Teddy, nyatanya … jauh dalam hatinya ia merasa senang dengan kehadiran Teddy. Tadinya … ia merasa wisudanya akan terasa sepi seperti acara-acara penting lain dalam hidupnya. Tapi berkat pria itu, acaranya kali ini sedikit lebih berwarna.

Setelah mengambil gambar beberapa kali, Teddy menghampirinya dengan senyum puas di bibirnya. Ia kemudian menunjukkan hasil jepretannya pada Bagas. “Gimana? Bagus, kan?” tanyanya dengan nada bangga. 

Bagas mengangguk pelan. “Seperti biasa, bagus,” pujinya dengan senyum tipis. 

Nyatanya kemampuan Teddy sebagai fotografer, bukan kemampuan amatir. Jika pria itu sungguh-sungguh mendalami teknik fotografi, ia yakin pria itu pasti bisa jadi fotografer yang handal, hebat, dan mungkin saja terkenal. Hanya saja … sahabatnya itu sekarang bekerja sebagai programmer seperti jurusan kuliahnya. Yah … jujur saja, jurusan itu juga menghasilkan uang yang banyak, apalagi Teddy bekerja di luar negeri. 

“Kamu enggak ingin foto sama sapa gitu? Aku yang fotokan, gimana?” Tiba-tiba, Teddy memberikan tawaran yang aneh. 

Bagas menggeleng pelan. Sebagai mahasiswa kemarin, ia tak punya banyak teman. Gosip tentang dirinya, benar-benar membuat banyak mahasiswa lain menjaga jarak darinya. Satu-satunya teman baik yang ia miliki hanya Teddy. 

“Ya sudah. Kita foto berdua saja, gimana?” tanyanya. 

Bagas mengangguk setuju. Ia sebenarnya juga ingin berfoto dengan Teddy, sebagai tanda kenang-kenangannya di acara wisuda bahwa ia tak seorang diri. 

“Kalo gitu tunggu sebentar! Aku minta bantuan dulu!” ujarnya sembari mengerlingkan satu matanya. 

Sebenarnya Teddy membawa tripod dalam tasnya sebagai alat untuk mengambil gambar jika ia harus berfoto di dalamnya. Tapi pria itu adalah Teddy, mantan mahasiswa yang dulu namanya cukup dikenal di banyak jurusan. Bukan hanya karena wajahnya yang tampan dan digilai banyak mahasiswi, bukan hanya karena ia anak orang kaya yang selalu bawa mobil mahal, tapi karena sikapnya yang tetap rendah hati meski ia terkesan nyaris sempurna. 

Teddy: “Hei adik manis, bisa tolong fotokan aku dengan temanku ini?” 

Gadis lain yang ikut wisuda: mengangguk setuju dengan senyum malu-malu,  “Bisa.” 

Klik! Klik!

Lihat selengkapnya