Sebelum Dia Hilang, Berubah Jadi Kenangan

mahes.varaa
Chapter #8

PENELUSURAN JEJAK PART 3

Lokasi yang disebut dalam pesan si penculik ternyata berada di stasiun pengisian bahan bakar di perbatasan kota M dan kota N. Lokasinya sebenarnya sudah tak jauh dari tempat kecelakaan yang merenggut nyawa Mira. Hanya saja, siang itu jalanan dipenuhi kendaraan muatan besar yang bergerak lambat seperti ular baja, membuat perjalanan ke sana terasa lebih panjang dari seharusnya. 

Dan kini, ketika mereka tiba di lokasi itu, jalan di depan masih disterilkan. Evakuasi kendaraan yang terlibat kecelakaan belum sepenuhnya selesai, menyebabkan kemacetan menumpuk hingga beberapa kilometer.

“kita bagi tugas,” kata Bagas sambil membuka pintu mobil. Suaranya tegas, sudah cukup terbiasa dengan situasi seperti ini. 

Teddy menatapnya sambil meregangkan bahu. “Seperti biasa, ya?” 

“Ya, seperti biasa.” 

Tanpa perlu penjelasan lebih lanjut, keduanya langsung berpencar, seperti dua rekan lama yang sudah hafal peran masing-masing. 

Mira otomatis mengikuti Bagas, karena hanya pria itu yang bisa melihat dan berkomunikasi dengannya.  Ia menatap bingung ke arah pria itu. “Apanya yang seperti biasa?” 

“Teddy itu … sudah biasa bantu aku,” jawab Bagas sambil melirik ke arah Teddy yang sudah menjauh, menjalankan tugasnya. “Setiap kali aku dapat kasus yang berhubungan dengan arwah, dan dia punya waktu luang, dia pasti ikut.”

“Kenapa dia mau bantu?” tanya Mira, masih heran. “Bukannya dia enggak bisa lihat arwah?” 

Bagas tersenyum kecil. “Kalau itu, aku juga enggak tahu. Mungkin awalnya karena penasaran. Tapi belakangan, aku rasa dia  menikmati mendengar cerita di balik setiap arwah yang belum bisa pergi.” 

Mira hanya mengangguk, meski masih tampak belum memahami sepenuhnya. 

Tugas pun terbagi. Teddy bertanggung jawab mengurus bagian manusiawi: meminjam rekaman CCTV dari petugas keamanan, mengecek sekitar stasiun, dan mencari kemungkinan saksi. Ia membawa foto Bara yang ditemukan di media sosial—foto lama, memang, tapi masih cukup jelas untuk dikenali. 

Sementara itu, Bagas mengurus sisi yang tak kasat mata. Ia berjalan menyusuri area stasiun pengisian bahan bakar yang sedikit ramai, mencari jejak spiritual di sana. Satu persatu, ia memanggil arwah yang kebetulan melintas. 

“Hiyaaaa!!” seru Mira tiba-tiba, spontan bersembunyi di belakang punggung Bagas ketika sosok samar muncul dari balik tiang beton stasiun pengisian bahan bakar. 

Bagas menoleh, menahan tawa. “Kamu kenapa?”

“Wa … wajahnya … menyeramkan,” jawab Mira terbata-bata. 

Suara berat datang dari arwah itu sendiri, setengah geli, setengah protes. “Heh?? Yang benar saja?? Kamu juga arwah! Masak takut lihat sesama arwah gentayangan?” 

Bagas mengangkat tangan, mencoba jadi penengah. “Tolong dimaklumi, dia baru kehilangan nyawa hari ini. Masih belum terbiasa.” 

Lihat selengkapnya