“Siapa perempuan ini, Mira?”
Bagas menatap Mira dengan penuh harap. Sejak tadi, ia dan Teddy menunggu jawaban, tapi Mira hanya diam. Pandangan matanya kosong, bibirnya bergetar, seolah kata-kata yang ingin keluar tertahan di tenggorokan. Bagas bisa membaca dari sorot matanya—Mira mengenali wanita itu. Wanita dalam rekaman yang disalin Teddy. Wanita yang diduga menculik Bara, putranya.
“Perempuan ini—”
Ucapan Mira terhenti.
Tiba-tiba ponsel Teddy bergetar keras di antara keheningan dan ketegangan itu. Drrrttt!
“Astaga …” Teddy menggerutu sambil melirik layar ponselnya. Nama yang muncul membuat keningnya berkerut.
“Maudy? Kenapa dia meneleponmu?” tanya Bagas heran sambil melirik melihat nama yang muncul di layar. “Kamu kasih tahu dia kalau kamu pulang?”
“Enggak,” jawab Teddy cepat, lalu menambahkan dengan nada pasrah. “Aku cuma minta tolong dia lacak plat nomor mobil perempuan ini. Di rekaman lain, kelihatan jelas nomornya.”
Tanpa menunggu, Teddy menekan tombol terima dan mengaktifkan mode speaker agar Bagas juga bisa mendengar.
“Ya, apa?” katanya malas.
Suara Maudy terdengar tajam dari seberang, “Plat mobil itu, kenapa kamu cari, Ted?”
Teddy menggaruk kepalanya, nada suaranya datar penuh ogah-ogahan untuk menjelaskan. “Kenapa kamu tanya? Enggak bisa langsung lacak saja tanpa ribut harus tanya-tanya dulu?”
“Aku ini aparat kepolisian yang tugasnya melayani rakyat, bukan pesuruh pribadimu yang bisa kamu suruh-suruh seenak jidatmu, Ted!” sahut Maudy ketus. “Kamu enggak bisa minta aku lacak sesuatu tanpa penjelasan, Ted!”
“Cih, pelit banget kamu, Maudy! Aku juga bagian dari rakyat, tahu? Aku ini taat bayar pajak! Itu berarti aku termasuk bagian dari masyarakat yang perlu kamu layani!” Teddy membalas dengan nada kesal. “Ingat gajimu itu ada karena masyarakat seperti aku yang bayar pajak!”
Terdengar dengusan kecil di seberang. “Kamu selalu pintar cari alasan, Ted. Jadi aku tanya sekali lagi—kenapa kamu minta aku lacak plat nomor itu? Apa ini ada hubungannya sama Bagas?”
Nama itu langsung membuat Teddy menatap Bagas gugup. Sorot matanya seolah berkata, aku enggak bilang apa-apa, sumpah!
Keheningan itu cukup bagi Maudy di seberang sambungan untuk menebak. “Kamu diam, artinya benar. Ini ada hubungannya dengan Bagas, kan?”
Bagas menghela napas dan mengangguk, memberi isyarat pada Teddy untuk jujur saja.
“Ya, ini ada hubungannya dengan Bagas,” jawab Teddy akhirnya. “Puas?”
“Belum,” jawab Maudy datar.