Sebelum Dia Hilang, Berubah Jadi Kenangan

mahes.varaa
Chapter #17

TEKAD MIRA PART 1

Mira terus mengikuti Arya hingga mereka tiba di kamar mendiang ibunya. Di sana, pria itu menurunkan Bara yang masih tertidur pula. Dengan gerakan pelan dan penuh kelembutan, Arya merapikan selimut di tubuh kecil itu dan mengusap rambut hitamnya seperti seorang ayah yang sedang memastikan anaknya tidur nyenyak. Melihat pemandangan itu, Mira tahu menyadari satu hal: Arya sama sekali tidak berniat menyakiti Bara. Ia masih menyayangi anak itu—tulus, sama seperti dulu. Yang menjadi masalah adalah niatnya terhadap Bagas. 

Ucapan Arya kembali terngiang di kepala Mira, berputar tanpa henti. 

Tidurlah dulu, Bagas. Nanti aku akan menjelaskan semuanya sata kamu bangun. Anggap saja ini hadiah lama yang tertunda. Janjiku masih sama: aku akan membuatmu kembali bersama Mira … bahkan dalam kematian sekalipun.”

“Janji lama.” 

Kata-kata itu menusuk pikiran Mira seperti duri kecil yang menuntut jawaban. Kapan Arya membuat janji seperti itu? Dan apa hubungannya dengan Bagas? 

“Bara …” bisik lirih Arya, hampir serupa helaan napas. 

Tangannya meluncur dari rambut Bara ke pipi putranya, membelai dengan sentuhan yang nyaris menyakitkan untuk disaksikan. “Kamu dan aku … sebentar lagi akan sama. Kita berdua … adalah orang-orang yang ditinggalkan dunia. Dan karena itu, aku jadi satu-satunya orang yang menjagamu.” 

“Bara …” ujar Arya lirih nyaris seperti bisikan. Tangannya yang tadi membelai lembut rambut Bara, kini turun menyentuh pipi lembut anak itu. “Kamu dan aku sebentar lagi akan sama–senasib. Kita berdua adalah dua orang yang ditinggalkan semua orang. Dan untuk itu, sebagai gantinya … aku akan jadi satu-satunya orang yang akan menjagamu, Bara.” 

Deg! 

Sebuah firasat gelap merambat dari ujung dari Mira ke seluruh tubuhnya. Ia memahami arah ucapan itu … dan memahami apa arti tindakan Arya pada Bagas. 

“Mas Arya, kamu …” 

Kata itu patah di tenggorokannya. Ia tak sanggup melanjutkan. Ada bayangan kebenaran di depan matanya—dan ia belum siap melihatnya sepenuhnya. 

Arya bangkit. Setelah mengunci kamar Rahayu, ia melangkah keluar dengan wajah datar sebelum kembali ke ruangan tempat peti jenazah Mira disemayamkan. Pria itu duduk di samping peti, memasang air muka sedih seolah benar-benar merapi kepergiannya. 

Mira tertegun. 

Arya yang barusan mengikat dan membius Bagas kini duduk dengan tenang, menyapa para pelayat seperti suami yang baru kehilangan istrinya. Kontras itu membuat Mira merinding, seolah menyaksikan dua pribadi yang berbeda tinggal dalam tubuh yang sama. 

“Teddy. Aku harus—” 

Melihat Arya sibuk dengan tamu-tamu duka, Mira tahu ini waktunya keluar. Ia harus memberitahu Teddy sekarang, sebelum sesuatu menimpa Bagas. 

Ia berlari. Lari secepat yang tubuh arwahnya mampu lakukan—begitu cepat hingga dalam sekejap ia sudah berada di kursi samping Teddy yang menunggu di mobil dengan wajah tegang. 

Di luar, pelayat terus berdatangan. Seharusnya hari ini adalah hari berkabung bagi Mira. Tapi tidak ada ruang bagi kesedihannya. Jika ia terlambat sedikit saja, hari berkabung itu bisa berlipat menjadi kematian lain. 

Lihat selengkapnya