Sebelum, saat dan setelah kamu pergi.

Aliyya Prayitno
Chapter #10

Sepuluh

Tidak terasa sekarang kami sudah kelas dua SMA, sudah sekitar satu tahun berlalu rasa suka ku ke bandung namun tidak pernah sama sekali luntur, malah semakin bertambah saja setiap harinya.

Kabar baiknya aku berhasil naik kelas dengan nilai yang cukup memuaskan, sedangkan Bandung? Jangan ragukan dia, dia bahkan memperoleh peringkat pertama di kelas membuat semua guru menyanjung dirinya. Dibalik sifatnya yang ramah dia juga merupakan orang yang cerdas. Ada kabar buruknya juga, berita itu jadi cepat tersebar. Hal yang menyatakan bahwa Bandung adalah siswa teladan yang memiliki sifat yang ramah dan juga cerdas begitu cepat tersebar seperti terbawa angin. Jadinya, banyak sekali lembaran surat dan makanan di meja bandung, tidak sedikit juga yang langsung mendatangi Bandung ke kelas. 

Mau sekali aku marah rasanya, tapi tidak banyak yang mengetahui hubungan kami. Hanya tiga orang kesukaanku ditambah Adam. Lagipula yang datang langsung ke kelas kami untuk menemui Bandung kebanyakan dari kakak kelas, aku bisa apa kalau seperti itu? Aku juga bukan tipe orang yang suka mencari masalah hanya karena lelaki.

Yah, seperti perkiraan kalian. Adam sudah tidak di sekolah ini lagi. Dia sudah lulus dan berencana untuk mendaftar ke sekolah kedinasan. Aku tidak terkejut dengan keputusannya yang seperti itu. Kebanyakan lelaki memang langsung ingin menjatuhkan dirinya ke sekolah kedinasan yang sesuai dengan apa yang mereka cita-citakan. Aku hanya mendukungnya, memberinya semangat dan tidak lupa untuk mengirimkan doa untuk kesuksesannya ke depan. 

Hari ini dia tes, aku ingin sekali mengantarnya. Sudah kuajukan kalau aku mau mengantarnya bersama Bandung. Tapi cepat ditolak oleh Adam. Katanya dia takut malah jadi tidak fokus kalau aku ada disana. Jadilah aku hanya mengirimkannya pesan, dia juga sudah berjanji untuk memberitahuku hasilnya langsung.

Aku terus menatap layar ponselku menunggu balasan dari Adam untuk kabar kelulusannya itu, aku sangat gugp sampai-sampai tanganku keringatan jadinya.

“Aini ngapain?”

Bandung tiba-tiba datang dan duduk di sebelahku membawa milkshake coklat dan risoles. 

“Aku nunggu kabar kelulusan Kak Adam. Katanya dia akan langsung mengabari begitu hasilnya sudah keluar.”

“Tapi bukannya hari ini dia baru tes?”

“Iya benar.”

Bandung mengambil ponselku diganti dengan gelas milkshake. 

”Sudahlah, mending minum ini sekalian makan risoles kesukaanmu.”

Aku bingung dengan yang Bandung katakan, apa yang salah dengan menunggu hasil kelulusan Adam? Karena tidak bisa mengantarnya tadi, aku punya kewajiban untuk segera tahu hasil kelulusannya.

“Karena hasilnya tidak akan secepat ini keluar, Ai. Mungkin butuh waktu sebulan lagi baru bisa melihat hasilnya.”

Aku akhirnya paham dengan maksud Bandung mengambil ponselku. Tapi, dia membawakanku segelas milkshake coklat. Apa dia mau melihatku diabetes di hari tua nanti? Minuman seperti ini rasanya sangat manis.

“Dari awal aku gak pernah suka yang manis seperti ini, Bandung.”

“Tidak ada salahnya untuk sedikit mengubah selera untuk mencoba hal yang baru, Aini.”

“Minumanmu mana?”

“Sudah kuminum di tempat aku membeli.”

Aku mulai menyeruput milkshake coklat itu, benar-benar manis membuat kepalaku jadi pusing rasanya.

“Kopi?”

Dia mengangguk, entah kenapa aku sangat tidak tolerir dengan kopi yang diminum Bandung. Seperti sesuatu yang dipaksakan, aku belum menemukan ketulusan di dalamnya.

“Makanya aku minum disana, karena tahu kalau kamu tidak berkawan baik dengan kopiku.”

“Bandung kamu pernah mikir gak, kalau kopi itu memang enak dan membuatmu menjadi tenang, tapi kopi itu juga perlahan merusak tubuhmu. Salah satunya ginjalmu jadi capek Karena kopi yang kamu minum.”

“Selalu kupikirkan, tapi kalau aku senang aku yakin, tubuhku juga jadi sehat.”

Sudahlah, aku menyerah dengan cara berpikir Bandung yang emmang tidak pernah sejalan dengan pikiranku. Dia selalu berargumen sesuatu yang menimbulkan perdebatan diantara kami, untuk sekarang aku tidak ingin berdebat. Capek sekali rasanya kalau harus berdebat lagi.

Sebuah pesan masuk ke ponselku.

Ternyata pesan itu dari Mai, aku langsung membalasnya.

Aku melirik ke arah bandung, dia tengah sibuk bermain di ponselnya, aku jadi bebas membalas pesan dari Mai.

Lihat selengkapnya