Sebelum Titik

Kartini NRG
Chapter #6

She builds the walls asap

Ara meluncurkan tatapan mematikannya. Ternyata mudah untuk menatap ke mata Wiki kalau ia tidak terlalu overthinking seperti sebelumnya. Wiki menangkap gelagat Ara dengan jelas.

“Loh, kenapa?” Wiki bangkit dari sandarannya dan menatap Ara dengan kening berkerut, “emang kamu nggak kangen sama aku?” lanjutnya sambil bersedekap.

“Penting ya bahas itu sekarang?” ucap Ara dingin. Matanya menatap Wiki sinis.

Memangnya dia pikir dia siapa, berani-beraninya menguji pertahananku yang telah kubangun sedemikian rupa selama enam tahun. Masa iya sih semuanya harus hancur lebur gara-gara satu pertanyaan doang? Ara takut sekali kalau ternyata memang itulah faktanya.

Senyuman penuh harap di wajah Wiki perlahan berubah menjadi senyum kecut.

Sorry. Aku udah daritadi pengen ngomong gitu soalnya tapi takut kamu nggak nyaman kalau ada Tris.”

“Ada atau nggak ada Kak Tris emang nggak nyaman, wik,” sambar Ara, menegaskan dengan tatapan matanya. Lalu tiba-tiba sebuah pemikiran mengusik Ara, “by the way, kok kamu manggilnya Tris doang? Kamu pasti tahu kan dia itu dua tahun lebih tua dari kita?” terkutuklah pikiran Ara yang sangat mudah teralihkan. Wiki berusaha menyembunyikan senyumnya.

“Oke, Kak Tris. Aku salah ngomong,” ralat Wiki sambil mengedikkan bahu. Ara hanya meresponnya dengan kerutan di dahi yang semakin dalam.

“Jadi, bahas apa nih biar kamu nyaman?” tanya Wiki mencondongkan wajahnya ke depan. Ara spontan memundurkan badannya untuk memperlebar jarak mereka.

“Pertama-tama, kamu bisa pindah ke sana dulu nggak?” Ara menunjuk kursi di depannya dengan dagu, kursi yang tadi ditempati oleh Tris. Alis Wiki terangkat dan sedetik kemudian ia paham maksud Ara. Dengan patuh ia berdiri dan mengangkut minuman serta tasnya ke seberang sana. Satu lagi beban di pundak Ara seolah terangkat. Dia merasa lebih bisa menghirup udara dengan leluasa sekarang.

“Aku ngomong gini biar kamu nggak salah paham aja,” Wiki menatap ke mata Ara, “Aku emang suka naskah Obliviate tanpa tahu kamu penulisnya. Ceritanya cocok banget buat dijadiin komik, dan temanya juga masih langka. Pas baca bab-bab awal aku kayak udah punya gambaran gitu gimana scene-scenenya, tokoh-tokohnya, kayak pas aku baca tulisan kamu di SMA dulu, ra. Makanya aku milih ini pas ditawarin beberapa naskah sama kak Tris. Apalagi setelah liat nama penulisnya, eh ternyata nama yang aku kenal,” suara Wiki masih tenang seperti dulu, hanya kini terdengar lebih punya kekuatan—entah ketegasan atau wibawa atau keduanya. Ara berusaha keras untuk tidak berjingkrak girang berkat pujian Wiki yang bertubi-tubi itu. Bagaimana pun juga, sekesal apapun Ara pada takdir yang mempertemukan dia dan Wiki, kalau karyanya dipuji seperti itu, mau tidak mau dia akan tersipu juga. Ara berdeham untuk melegakan tenggorokannya yang mungkin sedikit tercekat berkat pujian tadi.

“Jadi selain naskahku, ada naskah lain lagi?”

Wiki mengangguk, “Greytoon kan masih hijau banget nih, jadi kita yang gencar nyari naskah di platform digital.”

“Kita?”

“Hah?” Wiki tampak sedikit gelagapan, ia mengedarkan pandangan ke sekitar Ara, “maksudnya beberapa komikus juga emang nyari naskah kalau mereka nggak bisa bikin cerita. Kebetulan aja waktu itu aku sama Tris sama-sama ketemu naskah kamu,” Wiki mengulas senyum sambil merapalkan doa agar Ara yang hobi berpikir kritis, untuk hari ini tidak usah muncul dulu.

Ara mengangguk entah menerima penjelasan itu karena percaya atau karena bodo amat, yang penting Wiki jadi lega.

Lihat selengkapnya