Tris hanya sedikit curiga saat Wiki tiba-tiba mengiriminya link ke sebuah novel digital yang bahkan masih on going dan sudah lama tidak diperbarui. Padahal, selama ini cowok itu hanya gencar mencari komikus karena itu memang bidangnya. Tapi, Tris segera teralihkan karena setelah mengecek link yang dikirimkan Wiki, ternyata memang naskah itu punya potensi karena keunikan temanya serta cara bercerita penulisnya yang cukup bagus. Tris bisa melihat potensi yang dilihat Wiki pada naskah Obliviate. Itu baru kecurigaan yang pertama.
Yang kedua, Tris tidak tahu kalau perempuan yang Wiki maksud sebagai sumber motivasinya selama ini adalah salah satu penulis yang berada dibawah editorialnya; Ara.
Kenapa harus anak itu sih? Keluh Tris. Di mata Tris, Ara seperti adik yang patuh, teliti, dan cepat tanggap, enak sekali untuk diajari ini-itu dan diajak diskusi—sangat tidak ingin Tris jadikan rival. Selain sifatnya yang Tris sukai, Ara juga berparas manis dan baby face, bahkan awalnya Tris kira dia masih SMA atau kuliah tahun pertama. Tapi ternyata dia hanya dua tahun di bawahnya—seumuran dengan Wiki. Dan ternyata lagi, dia teman SMA Wiki. Dan, ternyata yang terakhir dan yang paling membuat Tris kebakaran jenggot adalah; ternyata Ara adalah gadis yang pernah wiki ceritakan, tentang motivasi awalnya mengumpulkan teman yang sama-sama suka komik dan mulai mendirikan studio komiknya sendiri. Ara adalah sosok motivasi yang sudah bertahan di benak Wiki selama bertahun-tahun.
Tris baru tersadar belakangan ini, saat ia tanpa sengaja melihat lock screen ponsel Wiki. Foto yang memuat dua orang, sama-sama mengenakan kaos hitam yang penuh cat warna-warni, tersenyum ke kamera dengan lebarnya. Awalnya Tris mengira itu foto orangtua Wiki saat muda dulu, hanya saja si laki-laki benaran mirip Wiki—dan ternyata memang benar dia. Karena hanya melihat sepintas, Tris tidak begitu jelas bagaimana rupa si perempuan.
Baru belakanga ini Tris menyadari kalau perempuan itu ternyata sangat mirip dengan Ara. Di foto itu, Wiki melingkarkan lengannya di pundak Ara dan tangannya mengelus rambut Ara, sedangkan Ara agak mendongak dengan jarinya membentuk tanda peace ditempelkan di sebelah matanya. Sulit untuk mengenalinya, tapi Tris bisa melihat mata Ara yang ujung luarnya panjang dibalut dengan alisnya yang tidak terlalu tebal tapi meliuk panjang. Ditambah efek gaya rambut Ara yang dulu panjang dan berponi, berbeda dengan sekarang yang panjangnya hanya sedikit melewati bahu, itupun lebih sering ia ikat ke belakang. Ara juga kini memakai riasan tipis sedangkan Ara SMA terlihat sangat polos dengan pipi yang agak tembem.
Fakta bahwa Wiki masih menyimpan foto itu, dan bahkan memasangnya sebagai lock screen segala, menjadi bukti bahwa sampai sekarang Wiki masih menyimpan perasaannya untuk Ara. Tris ingat Wiki pernah mengatakan padanya tentang mantan pacarnya yang telah memberinya inspirasi untuk mendirikan Greytoon.
“Dia bukannya mantan doang? Kamu ngapain sampai berusaha begitu cuma buat mantan?” saat itu Tris tidak paham.
“Bukannya itu salah satu gunanya mantan? Biar aku bisa petik hal baik setelah bareng sama dia. Lagian aku udah janji sama diri aku sendiri.”
Tris tidak ingin tahu itu janji macam apa. Lagipula awalnya ia mengira ini adalah perjalanan balas dendam, Wiki ingin sukses agar mantannya menyesal telah melepaskan Wiki. Tapi ternyata, Wiki punya niat lain. Bukannya balas dendam, ia malah ingin menunjukkan pada si mantan bahwa ia masih ingat kata-katanya dulu dan ia ingin membuktikan bahwa ia cukup mumpuni untuk mewujudkan itu.
Kini, dengan kemunculan Ara kembali ke kehidupan Wiki membuat usaha yang Tris bangun selama ini terancam hancur lebur tak bersisa. Ia hanya berharap Ara tidak akan membalas perasaan Wiki. Dan kalau bisa, ia juga ingin berusaha untuk memastikan itu tidak terjadi.
[]
Ara sedang serius membaca sesuatu di laptopnya saat Wiki tiba-tiba meletakkan secangkir coklat panas di samping laptop dan dengan santai ikut membaca di samping Ara meski itu harus membuatnya sedikit menunduk. Pandangan Ara mengarah ke cangkir dan kemudian si empunya tangan yang meletakkan cangkir itu. Tapi karena jarak wajah Wiki terlalu dekat, Ara seketika memalingkan wajahnya lagi ke layar.
“Emang kita ada janji hari ini?” tanya Ara setelah berdeham salah tingkah.
“Kamu mau bukuin Obliviate?” tanya Wiki tanpa menjawab pertanyaan Ara. Ia menoleh sedikit untuk melihat wajah Ara sampai bau sampoo Ara tercium di hidungnya. Setelah ditanya begitu, Ara buru-buru menutup tab pengumuman di sosial media Greytoon itu.
Wiki menegakkan tubuhnya kembali dan duduk di kursi samping Ara.
“Menurut aku itu bukan ide yang buruk. Kita coba ajuin yuk?”
“Kamu serius? Yang objektif dong menilainya.”
“Season I kan udah mau beres. Bentar lagi masuk Season II. Kalau diajuin sekarang, setidaknya Obliviate bakal dipantau. Bisa jadi motivasi kita juga kan buat makin rajin nulis.”
“Kamu nyindir aku yang pernah keteteran ya.”
Mau tidak mau Wiki menyemburkan tawa. Ara memang jadi sedikit sensitif soal deadline semenjak kejadian hari itu. Jadi, sekarang dia menetapkan sendiri akan mengunggah naskah finalnya sehari sebelum hari deadline yaitu Hari Kamis. Sehingga jika ada sesuatu yang terjadi seperti notebook rusak atau apapun itu, Ara bisa mencari solusi sebelum hari H.
“Nggak niat sih, tapi kalau kesinggung ya Alhamdulillah.”
Ara meluncurkan tatapan mematikannya. Wiki menaikkan alis dan kemudian diikuti gelak tawa membuat Ara makin cemberut.
“Pembaca Obliviate juga makin menanjak, kan. Episode pertamanya pernah kamu cek lagi nggak? Likes-nya udah sampai 99.000 lebih, loh.”
“Masa sih?” Ara dengan gerakan cepat meraih ponselnya dan membuka laman Obliviate. Yang dikatakan Wiki ternyata benar.
“Wik, komennya bahkan sampai delapan puluh ribuan,” senyum Ara semakin lebar. Sambil terus mengscroll kotak komentar, Ara sesekali membahas apa yang pembacanya katakan. Ada yang mengungkapkan teori tentang hipotesis mereka, melemparkan jokes terkait tokoh, memuja tokoh, bahkan mengkritisi dan menghina juga ada.
“Jangan sampai segelintir komen yang tidak mendukung kamu malah kamu inget terus, dan komen yang baik-baik malah kamu lupain. Kalau mau repot ya hitung, coba. Yang komennya baik-baik masih lebih banyak kok,” ucap Wiki ketika Ara mengutarakan soal komen haters itu. Membuat Ara menjadi merasa lebih baik.
Yang tanpa mereka sadari, sejak tadi ada seseorang yang duduk tak jauh dari mereka dan tidak henti-hentinya barang tiap lima menit menatap ke arah punggung Ara dan Wiki. Sorot mata cemburu terlihat jelas di bola matanya yang coklat almond itu.
[]
Wiki tiba-tiba menelpon Ara di suatu pagi. Padahal itu hari kerja, Wiki pasti tahu kalau Ara masih dalam perjalanan ke kantor.
“Hai, Ra. Tebak aku lagi di mana?” ditanya begitu, Ara langsung panik.
“Jangan ke kantor aku, Wik! Kamu ngapain sih kurang kerjaan banget?” bentak Ara cepat. Di benaknya ia sudah membayangkan wajah Wiki yang tersenyum lebar menyambutnya turun dari mobil. Teman-teman kantornya sudah lama menantikan gosip soal Ara dan mereka bisa kenyang hanya dengan melihat Wiki yang terlalu menonjol itu datang untuk bertemu dengan Ara. Bahkan pernah sekali Ara bertemu dengan teman penulisnya yang ia kenal dari komunitas menulis. Temannya itu terpaksa datang ke kantor Ara untuk memberikan buku yang sudah ia janjikan dan hari itu ia harus bertolak ke luar negeri, makanya bela-belain datang ke kantor Ara untuk memberikannya langsung. Tapi tanggapan teman kantornya sangat berlebihan. Ara, dan temannya yang tidak tahu apa-apa itu, menjadi bahan gosip selama seminggu.
Selain itu, yang paling membuat Ara risih sebenarnya adalah sikap Baim yang bisa menjadi lebih menyebalkan. Dia jadi makin sok dekat dengan Ara, meski teman-teman kantornya selalu bilang Baim nggak cocok buat Ara. Ara cocoknya sama cowok tinggi, putih, dan cerdas—otak Ara auto—‘wah Wiki banget tuh’. Makanya, kalau sampai Wiki ke kantor Ara… waduh, Ara tidak ingin membayangkannya. Kesalahpahaman akan membuat baik Ara maupun Wiki tidak nyaman, pastinya.
“Justru aku lagi banyak kerjaan, Ra,” Wiki menimpali dengan suara tenang, membuat Ara makin panik.
“Ya tapi nggak usah nyamperin ke kantor segala. Entar pulang kantor aku singgah di Greytoon deh kalau emang ada yang penting,” kata Ara dengan nada cepat. Otaknya jadi bekerja keras karena marah-marah sambil menyetir.
“Ngapain ke Greytoon sih? Aku nggak ke sana hari ini. Lagian aku nggak di kantor kamu kok, kenapa marah-marah?”
“Berarti kamu di apartemen aku? Kamu kan tahu ini hari kerja, ini aku udah di jalan ke kantor, Wik!”
“Kamu kayaknya pengen banget aku samperin. Gimana dong, lagi nggak bisa ketemu langsung nih, Ra.”
“What? Wik, jangan berbelit-belit deh.”
“Aku lagi di Belgia. Kita beda benua sekarang,” suara tawa Wiki terdengar di seberang sana.
“Loh, udah berangkat?”
“Iya nih, mendadak dimajuin, Ra.”