Ara terus mengscroll laman yang ia buka, berpindah dari tab satu ke tab lainnya. Namun pikirannya tidak bisa lagi fokus membaca informasi lowongan kerja yang ada di hadapannya.
Kenapa semua orang yang mama harapin selalu ngecewain mama sih? Ayah kamu udah, sekarang kamu juga ikut-ikutan? Hah?
Ingin rasanya Ara menghempaskan mouse yang ada di genggamannya ke jendela. Bahkan di benak Ara sudah berputar adegan kaca jendelanya yang pecah berkeping-keping dan mousenya yang terjun bebas di udara menuju maut. Mungkin mouse itu hanya akan jatuh di trotoar, lalu hancur. Atau bisa saja jatuh mengenai kepala atau pundak orang yang kebetulan lewat. Atau mungkin akan tersangkut di pohon dan mendarat dengan pelan ke semak-semak. Ara mengatur napasnya. Tidak ada gunanya ia memecahkan kca jendela sekaligus menjatuhkan mouse kesayangannya itu. Ara menutup laptop dan berjalan ke kamar. Ia berganti pakaian dengan cepat dan meraih kunci mobil di gantungan tasnya.
Ke mana saja. Ara ingin ke mana saja selain tetap di apartemen dan mendengar omelan mama yang menghantuinya berdegung di seluruh penjuru ruangan.
[]
Ara sudah parkir di samping Bangtan Café, sejenak sebelum mematikan mesin mobil, sebuah ilham mendarat di kepalanya. Ara mengembuskan napas pasrah. Gara-gara terlalu banyak pikiran, ia sampai lupa kalau sejak kemarin Kaila cuti dari Bnagtan Café karena akan berangkat ke Jakarta untuk nonton konser BTS. Setelah bekerja keras selama dua tahun, mengumpulkan uang sendiri padahal sahabatnya itu punya istana di Bekasi, uangnya akhirnya terpakai juga karena bertepatan dengan jadwal konser BTS dan Indonesia ada dalam list. Rencana Ara untuk meminta pendapat Kaila sebelum menemui Wiki pun buyar sudah.
Dengan berat hati, Ara memindahkan tuas mobilnya untuk melaju kembali. Meski belum yakin tujuan selanjutnya ke mana sembari menunggu jam besuk di RS buka.
Ara keluar dari tempat parkir dan melajukan mobilnya kembali membelah jalan raya.
Lima belas menit kemudian, Ara berdiri di depan bangunan berlantai 4 yang membentang di tanah yang lapang. Parkiran penuh tanda jam besuk sudah dekat. Banyak orang berlalu-lalang membawa parsel buah atau kotak makan siang. Ara memasuki area lobi dan berjalan seperti tersihir sesuatu. Arah yang sudah ia hafal di luar kepala, bahkan wajah staf di bagian informasi tak lagi tampak asing. Ara duduk di salah satu sofa di lobi dan mengamati orang yang berlalu-lalang.
Semenjak kecelakaan Wiki, Ara sering diam-diam ke rumah sakit ini namun tidak pernah sanggup untuk menemui Wiki. Selain karena Tris dan orangtua Wiki yang sering datang, ia juga selalu menemukan Wiki tengah terlelap sehingga Ara memutuskan untuk langsung pulang saja.
Di lantai 2, di koridor tepat di sebelah kanan lift, ada Wiki yang terbaring di sana. Dengan selang dan alat-alat medis mengitari tubuh dan kepalanya. Tusukan jangka panjang di tangannya ikut membuat tangan Ara ngilu.
Begitu jam besuk tiba, Ara segera berdiri dan memakai kembali tas selempang yang sempat ia letakkan di kursi sebelahnya. Tapi di saat bersamaan, matanya menangkap sosok Tris yang berjalan bersama perempuan dan laki-laki yang Ara kenali sebagai orangtua Tris. Dengan alasan yang ia sendiri tidak ketahui, Ara menyembunyikan wajahnya, menghadap ke arah lain agar tidak terlihat oleh Tris dan orangtuanya. Setelah mereka berlalu, barulah Ara bisa mengembuskan napas lega.
Menelan keinginannya untuk bertemu Wiki hari itu, Ara berjalan ke mobilnya di tempat parkir dengan gontai. Meski ia sadar bagaimana perasaannya, ia tidak bisa mengalahkan rasa insecure yang menggerogotinya tiap melihat Tris dan segala kesempurnaannya.
[]
“Tadi kamu datang, Ra? Aku habis minum obat jadi nyenyak banget tidurnya euy, ini baru bangun,” suara Wiki di seberang sana memang serak khas orang yang baru bangun tidur.
“Oh iya? Aku nggak jadi datang tadi, tiba-tiba ada urusan.”
“Kalau gitu besok datang ya? Bawain novel, komik, atau apa kek. Aku bosen banget di sini, cuma bisa main hape doang.”