Nia sedang bersama seorang pria ramah di ruang kantor tertutup. Ruangan tersebut sederhana, tapi tampak rapih dan bersih. Bukan hanya itu, tercium pula aroma pengharum ruangan kopi yang menambah rasa nyaman.
"Siap Pak," jawab Nia malu-malu. Pipi kuning langsatnya memerah dan matanya berbinar-binar melihat HRD tampan tersenyum, tepat di depan wajahnya.
"Kalau kamu jadi istri saya, apakah kamu siap juga?"
Senyum Nia semakin lebar. Tidak menyangka dengan semua yang dia dengar.
Nia membuka mata karena mendengar lagu "Du Di Dam" dari Audy dan Kak Nunuk . Ternyata dia sudah terbaring di lantai.
"Kok aku bisa di sini?" tanya Nia sembari membangunkan badannya.
"Tidurku gak diam kayanya."
Tak lama dia mematikan Alarm ponsel yang tergeletak di atas kasur birunya, sembari melihat jam yang ada di beranda ponsel tersebut. Ternyata sudah menunjukkan pukul 06.00.
"Aduh ... belum salat subuh!"
Tanpa berpikir panjang, Nia langsung mengambil sajadah merah yang masih terlipat rapih di atas kasurnya.
"Eh belum wudu," ujarnya seraya menyimpan kembali sajadah yang hampir dia bentangkan.
Nia membuka mukenanya yang telah dia pakai sedari malam, kemudian bergegas keluar kamar.
Terlihat Mirna berdaster panjang dan berjilbab instan, sedang mengiris wortel di depan kompor.
"Mah, kok Nia gak dibangunin?"
"Lah? Udah beberapa kali Mamah bangunin dari sebelum subuh, eh kamunya gak bangun-bangun," jawab Mirna sambil mengiris wortel.
"Apa iya Mah? Kok gak kedengeran?"
"Ya gak tahu, mangkanya jangan sering bergadang."
"Hm ... iya si. Tapi gak biasanya aku kesiangan kaya gini loh. "
Tadi malam Nia ketiduran tanpa doa pada pukul 00.00. Apa iya abang tampan di mimpinya itu, sebenarnya jin yang menyamar?
Tanpa basa-basi panjang, Nia langsung masuk ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian dia keluar. Seketika terkejut saat melihat Mirna menangis.
"Mah kenapa nangis?" tanya Nia sembari mendekati mamanya.
"Ini bawang, udah sana nyapu dulu!"
"Oh iya lupa, itu ada bawang ya?" canda Nia sambil cengengesan.
"Nyapu dulu Na ...," titah Mirna sembari menghapus air matanya.
"Eh iya Nia mau salat dulu Mah!"
Kemudian Nia sedikit berlari menuju kamarnya.
"Hah? Salat apa?" tanya Mirna bingung, sampai berhenti mengiris bawang. Namun saat menengok, anaknya sudah masuk kamar, sehingga dia hanya bisa menggelengkan-gelengkan kepala.
Ketika Mirna sedang cuci piring, Nia keluar kamar masih mengenakan piyama. Belum juga dia duduk, Mirna sudah bertanya.
"Tadi kamu salat apa?"
Nia duduk bersandar di kursi makan, kemudian menjawab dengan santai.
"Subuh."
"Mana ada salat subuh jam enam?!"
"Kalau gak sengaja mah nggak apa-apa atuh Mah."
"Ya udah sana nyapu dulu, nanti mah harus tepat waktu! Terus minta maaf juga ke Allah, masa telat merasa biasa aja!"
"Eh iya astagfirullah, Siap Mah, makasih udah mengingatkan." jawab Nia, lantas bergaya hormat.
"Ayo nyapu ... keburu siang."
"Eh iya."
Nia minum air mineral terlebih dahulu, lalu langsung menuruti perintah Mirna. Seperti hari-hari sebelumnya, Nia selalu menyapu semua lantai berwarna putih di rumah sederhananya yang berdinding pink muda.
Nia Nurlaila adalah anak pertama dari Mirna Nurlaila dan bapak Marno Supana. Bapaknya bekerja di Bekasi sebagai supir pribadi. Sementara adik perempuannya yang bernama Laila Siti Nur Zahra menempuh pendidikan pesantren jenjang SMP di Garut. Nia berumur 19 tahun, sementara adiknya masih 12 tahun. Jadi Nia hanya tinggal bersama ibunya. Untung saja Mirna bekerja sebagai penjahit, jadi tidak terlalu kesepian saat Nia sedang keluar. Oh iya, kok Nia enggak pesantren? soalnya waktu itu orang tuanya belum sadar. Sekarang orang tuanya baru sadar, kalau anak zaman sekarang itu, ada baiknya kalau dipesantrenkan, supaya mendapat lingkungan yang lebih baik dan terhindar dari kecanduan game. Alhamdulillah-nya Zahra nurut saja, karena diiming-iming akan dikasih ponsel keluaran terbaru.
Pagi itu tidak terlalu panas. Saat menyapu teras, ada ibu-ibu berkerudung coklat berhenti di depan rumah Nia.
"Eh Neng Nia rajin, gak sekolah Neng?"
Nia menghentikan aktivitasnya.
"Eh Bu Salmah, alhamdulillah saya sudah lulus Bu."
"Oh ... kapan Neng? Gak kerasa ya, gak kerja aja Neng kaya anak Ibu? Atau mau lanjut kuliah?"
"Hehe, iya ini juga mau cari kerja Bu, cuman ijazah saya belum keluar."
"Oh ... ya sudah kalau begitu, mari."
Ada perasaan sedikit kesal dalam hati Nia, namun tidak berani dia keluarkan.
"Oh silahkan Bu."
Ketika ibu-ibu itu sudah menjauh, Mirna keluar rumah.
"Tadi ngobrol sama siapa Na?"
"Biasa Ibu-Ibu kepo," jawab Nia masih menyapu lantai, wajahnya sedikit cemberut.
"Pasti menanyakan pekerjaan ya?"
Nia langsung menengok ke belakang.
"Kok Mamah tahu?"
"Tahu dong, udah gak aneh."
"Hm ... iya Mah."
"Belum ada juga ijazahnya?"
"Belum Mah, kemarin Nia ke sekolah cuman dikasih sertifikat agama."
"Ya udah, sabar ya."
Mirna memakai sandal Swallow biru.
"Mau kemana Mah?"
"Ke warung sebentar, mau beli kerupuk."
"Hati-hati Mah kalau ada yang nanya soal Nia, Nia mau kerja gitu, cuman ijazahnya belum keluar. Takut disangka orang males!"
"Iya enggak atuh, masa mereka nyangka kaya gitu, jangan berprasangka buruk ah."
Mirna meninggalkan Nia. Nia mendengus, lalu lanjut menyapu lantai.
"Padahal tadi malem aku mimpi bertemu HRD tampan, eh sekarang malah bertemu Ibu-Ibu kepo, hadeuh ...."
***
Selesai beres-beres rumah, Nia sarapan pagi sembari duduk di depan televisi. Ponselnya berbunyi, menandakan ada pesan WhatsApp masuk. Nia meraih ponsel yang ada di sampingnya.
"Hah ... kok aku bisa masuk Sekolah Tinggi Pemuda Sukses si? Kapan seleksinya?" tanya Nia seraya mengerutkan kening, setelah membaca chat di grup kelas 12 A.
Nia terdiam, merasa bingung. Lantas mencoba mengingat-ingat sesuatu.
"Oh ... iya, dulu kan aku pernah ikut seminar di kampus ini, terus disuruh mengisi formulir, mungkin karena itu ya?"
"Ambil jangan ya ...? Tapi aku mau kerja."
"Tapi ini lumayan, mana bisa daftar beasiswa KIP lagi."
Nia kembali terdiam.
"Gak tahu ah, nanti tanya dulu ke Mamah," respon Nia sambil menyimpan kembali benda digital-nya itu, kemudian meneruskan makan nasi pakai sop ayam.
Sehabis menguyah, dia kembali bertanya sambil mengaduk-aduk sop yang sudah tercampur nasi.
"Apa aku ambil aja ya? Tapi di sana gak ada prodi yang aku mau. Terus gak sesuai juga sama jurusanku pas SMK."
"Ah ... gak tahu ah." Nia kembali menyuapkan sarapannya.
Selepas makan, Nia masih duduk di ruang televisi sambil scroll TikTok. Tak lama Mirna datang, membawa sebungkus kerupuk kuning.
"Eh iya kerupuknya, yah ... udah selesai sarapannya. Kok Mamah lama si? Bukannya cuman beli kerupuk?"
"Tadi ngobrol dulu sama Ibu-Ibu."