Sebelum Toga di Bawah Awan

Leni Juliany
Chapter #3

Chapter 3: Taaruf

Tidak hujan tidak panas, inilah pagi cerah di awal Januari, menyinari manusia-manusia berpakaian hitam putih. Mereka duduk di lapangan tanpa tenda yang di depannya ada kakak-kakak cantik dan ganteng, namun hampir semua terlihat tegas.

Nia baru saja datang. Di belakang lapangan, matanya berusaha mencari anggota kelompoknya. Salah satu kakak tingkat yang mengenakan jas merah marun dan jilbab pashmina hitam, menghampirinya.

"De, kok kamu baru datang?"tanya kakak berkulit putih itu sambil mengerutkan kening.

"Maaf kak, eh Teh, tadi saya ke sininya naik angkot, tapi belum telat kan Teh? Masih ada waktu 20 menit lagi," jawab Nia, berusaha santai dan santun, walau jantungnya berdebar kencang.

"Iya tapi hampir, terus kalau tahu mau naik angkot, harusnya dari pagi dong nunggunya!"

"Maaf Teh, tapi kalau nunggunya dari pagi, angkotnya belum ada kalau di saya mah."

"Naik Grab atuh ... hampir aja kamu gak bisa masuk loh!"

"Iya maaf Teh."

Gerutu tiba-tiba menyapa hati Nia.

Ih lebih mahal atuh kalau naik ojeg mah

"Ya udah sana duduk."

"Punten Teh, barisan kelompok Kembang Boled di mana ya Teh?" Nia masih menunduk.

"Cari aja sendiri," jawab senior itu dengan tatapan sinis, kemudian langsung kembali ke depan.

"Ih!"keluh Nia pelan, masih menunduk.

Tak lama, Nia kembali berusaha mencari kelompoknya, tatapannya terlalu jauh sampai-sampai lupa melihat yang dekat. Tiba-tiba terdengar suara pelan dari seorang perempuan.

"Na ... Na ..."

Seketika Nia melihat barisan yang tidak jauh darinya. Telihat perempuan kuning langsat melambai-lambaikan tangan ke arahnya, Nia pun menghampirinya.

"Ini Intan kelompok Kembang Boled?

"Iya, yang pas malam chat-an sama kamu," jawab Intan ceria.

"Oh ... makasih ya," ujar Nia sambil menjulurkan telapak tangan yang langsung dibalas oleh telapak tangan juga. Mereka saling senyum. Kemudian Nia duduk di belakang Intan, alhasil dia berada di barisan terakhir.

"Maaf ya tadi baru manggil kamu, soalnya pas kamu datang, langsung disambut Teteh galak si ...," jelas Intan sembari menengok ke belakang.

"Iya gak apa-apa kok, malahan makasih banyak."

Langit yang cerah ini cukup mendukung kegiatan awal masa ta'aruf atau bahasa umunya, Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus, di kampus Pemuda Sukses. Kelompok mahasiswa baru ada 10. Setiap kelompoknya terdiri dari 12 orang, 6 perempuan dan 6 laki-laki, dari prodi yang berbeda - beda.

Waktu sudah menunjukkan pukul 06.40, saatnya pembukaan dimulai. Pemateri-pemateri pun sudah duduk di kursi, di depan perserta. Sedangkan kakak tingkat ada yang duduk di sebelah pemateri, ada juga yang berdiri.

Tadi sebelum pemateri datang, kakak-kakak tingkat tersebut memperkenalkan diri mereka masing-masing. Selain itu, salah satu dari mereka ada yang mempertegas kembali tata tertib selama masa ta'aruf, dan menyampaikan sedikit tentang kampus.

"Kok gak ada pengecekan barang ya?" bisik Nia pada Intan.

"Gak tahu tuh, padahal aku udah teliti banget mempersiapkan ini semua."

MC membuka acara, kemudian menyampaikan susunan kegiatan secara formal.

"Mari kita buka acara masa ta'aruf ini dengan membaca basmallah bersama-sama."

Semua mengucapkan bismillahirrahmanirrahim bersama-sama.

"Baik, selanjutnya menyanyikan lagu indonosia raya, hadirin dimohon untuk berdiri.

Acara pembukaan sampai sambutan -sambutan dari pemateri dan presiden mahasiswa pun selesai, selanjutnya penyampaian materi pertama dari Rektor kampus Pemuda Sukses, yaitu bapak Nanda Komara, M.Pd. Beliau menyampaikan materi tentang adab dan sopan santun.

Nia tidak hanya fokus ke pemateri, bola matanya spontan tertuju ke peserta-peserta yang ada di sebelah kiri.

BTW, sebenarnya banyak si cogan, tapi kok kurang srek ke hati ya? Hm ... kok susah banget sih move on dari Rafael Ya Allah?

Karena takut ketahuan oleh kakak tingkat, Nia kembali fokus ke depan.

Eh, si Aa itu juga ganteng.

Tapi enggak ah, judes, terus tampangnya kaya playboy.

Akhirnya Nia kembali fokus memahami materi yang masih disampaikan.

Sesi penyampaian materi pertama yang berdurasi kurang lebih 1 jam itu sudah selesai. Hanya 2 orang yang bertanya padahal diberi kesempatan 1 termin 3 penanya.

"Jadi seperti itu adab dan sopan santun. Mungkin itu yang dapat Bapak sampaikan, tetap semangat, semoga materi yang disampaikan bisa bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih, kurang lebihnya mohon maaf, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Cuaca menjadi lebih panas dari sebelumnya, namun semilir angin pelan masih menghibur dedaunan pohon yang ada di belakang lapangan.

"Selanjutnya, penyampain materi tentang kemahasiswaan, yang akan disampaikan oleh Wakil Kepala 1, Bapak Zio Armada, M.Pd. Kepadanya saya persilakan."

Terlihat pria hitam manis berdiri, kemudian maju ke depan. Dari wajahnya tampak masih berumur 27-an.

Nia tersenyum saat melihat pemateri kedua maju.

Bapak Zio ganteng juga.

Nia berhenti tersenyum lantas menunduk. Kemudian kata-kata ceramah muncul dalam hatinya.

Ih ... astagfirullah Nia ... kok dari tadi kamu jadi merhatiin gantengnya orang, fokus Nia, fokus ke materi. Ingat, kamu itu datang buat belajar, bukan nyari suami orang.

Nia takut kalau pak Zio sudah menikah.

"Fokus Nia ..., fokus!" bisiknya, sambil kembali fokus ke depan.

Nia tiba-tiba tersenyum kembali, kalimat pujian menyampa hati lugunya.

Ya iyalah pastinya fokus, kan pematerinya juga gagah, seperti Armada boy band.

Astgfirullah.

Hati Nia seolah-olah sedang beradu argumen.

***

Waktu sudah menujukkan pukul 09.30, yang mana penyampaian materi telah selesai. Pemateri dan Presiden mahasiswa juga sudah meninggalkan lapangan. Sekarang saatnya satu kelompok satu kelompok mengelilingi kampus, untuk mengetahui ruangan dan fasilitas yang ada.

"Kelompok pertama yang akan maju adalah kelompok Cakcak Bodas, silahkan berdiri, kalian akan dipandu oleh A Adit," jelas salah satu kakak perempuan.

Kelompok Cakcak Bodas yang ada di sebelah kelompok Kembang Boled pun berdiri.

"Yah ... kayanya diacak deh, ih ... gimana atuh kalau kita kebagiannya sesi terakhir? Mana udah mulai panas lagi," keluh Intan.

"Iya ya, Bismillah aja Tan."

Matahari memang mulai panas, banyak mahasiswa yang menutupi kepala mereka dengan papan nama, ada juga yang memakai buku.

"Tolong ya, jangan dilepas papan namanya sampai kegiatan ini berakhir! Kecuali kalau salat!" perintah teteh judes yang tadi memerogoki Nia.

"Panas Teh ...," protes sebagian mahasiswa.

"Pakai buku lah, pada bawa kan? Atau ada yang gak bawa buku?!"

"Lupa Teh ..."

"Kalian lupa bawa buku?! Kalau lupa , mending gak usah ke sini lah!"

"Lupa kalau ternyata ada buku teh, bukan lupa bawa buku," jawab salah satu mahasiswa dengan berani.

"Ya udah pake! Gak usah banyak ngeluh! Kita yang di depan juga sama, kena matahari!"

Akhirnya sebagian mahasiswa itu kembali mengalungkan papan namanya. Kemudian mengganti penutup kepala dengan buku, termasuk Nia.

Teteh judes yang bernama Silvi Safitri itu mengerutkan kening. Tatapan tajamnya tertuju ke salah satu mahasiswa yang duduk di tengah. Dia menghampiri laki-laki itu.

"Kamu lagi apa?!"

Laki laki itu terkejut, dan langsung menyembunyikan sebuah benda yang dari tadi dia mainkan, ke bawah buku. Dia pun menunduk.

"Eu ..., bukan apa-apa Teh."

"Apa? Kasih tahu gak?!"

"Bukan apa-apa Teh."

"Ih!"

Silvi langsung merampas buku laki-laki berambut agak keriting itu. Di papan namanya tertulis Andri Gunawan.

"Kamu bawa handphone?! Kan udah dibilangin di grup, jangan bawa! Kamu tinggal catat aja nomor orang tua kamu, terus kalau ada apa-apa kasih nomornya ke kita! Kamu gak tahu itu? Atau pura pura gak tahu!"

Rio, Santi dan Shela yang merupakan kakak tingkat juga, mendekati Silvi. Sementara panitia yang lain dan semua peserta hanya memperhatikan kejadian itu.

"Males buka grup Teh," ledek Rio beramput undercut.

"Pengen bawa aja Teh, masa Gak boleh?" Santi gak mau kalah.

"Jawab dong! Jangan diam terus! Kalau ada yang nanya, jawab!"

"Eu ... maaf kak kemarin telat masuk grup, jadi ketinggalan info."

"Emang temen kamu gak ada yang kasih tau?!"

"Maaf kak ada, cuman saya lupa."

"Oh ... kamu abaikan gitu?"

"Maaf kak kemarinnya ada kerjaan, jadi saya fokus ke pekerjaan itu dulu."

"Kerjaan apa? Berati kuliah bukan prioritas utama bagi kamu?! Terus kenapa tadi pas kegiatan malah main handphone?"

Andri diam saja, masih menunduk. Wajah sawo matangnya mulai berkeringat.

"Udah Teh percuma marah-marah, mending hukum aja," saran Shela.

"Oke, saya punya saran hukuman. Kamu harus membersihkan semua kamar mandi di kampus ini, setelah kegiatan ini selesai. Jadi nanti kamu jangan langsung pulang!" Jelas Silvi.

"Gimana semuanya setuju? Atau ada saran lain?"

Salah satu peserta perempuan yang duduk di sebelah kanan, mengangkat tangannya.

" Teh izin memberi saran," izin perempuan mungil itu.

"Silahkan."

"Teh punten, kasihan atuh kalau harus bersihin kamar mandi mah, mending disuruh nyanyi aja ke depan atau ngapain gitu, itu kan dia gak sengaja."

Andri terkejut.

"Siapa kamu? Pacarnya?" tanya Silvi sedikit menyeringai, matanya masih sinis.

Para peserta dan panitia pun ada yang cengengesan, tapi pelan takut ketahuan.

"Gak apa-apa Teh, saya membersihkan kamar mandi saja," jawab Andri masih nunduk.

"Gimana semuanya setuju?"

Karena matahari sudah semakin panas, peserta setuju saja.

"Setuju ...."

Kelompok Cakcak Bodas sudah kembali. Mereka tampak kelelahan.

"Tuh kan, gara-gara kamu kita semua gak jadi sharing-sharing sambil nunggu giliran, lain kali jangan ceroboh!" perintah Silvi.

"Nih buku kamu, handphone-nya saya sita sampai nanti pulang," tambah Silvi.

"Oke selanjutnya kelompok berapa Teh?" tanya Silvi ke Santi.

Lihat selengkapnya