Sebelum Toga di Bawah Awan

Leni Juliany
Chapter #5

Chapter 5: Fahri, Nia Berharap

Terlihat suasana kelas A yang bernuansa krem putih, ramai oleh mahasiswa dan mahasiswi berpakaian non formal tapi tetap sopan.

"Guys, minta perhatian ... gimana kalau kita teh memperkenalkan diri terlebih dahulu, masing-masing di depan? Sebelum membentuk struktur organisasi kelas," saran Aldi di depan teman-temannya yang sedang ngobrol sambil duduk sendiri-sendiri.

"Kan itu mah udah pas di grup Aldi ... langsung aja membentuk struktur deuh, takut Pak Ali keburu masuk," timbal Lulu.

"Iya ... tapi kan kalau di grup cuman memperkenalkan nama Lu ..., belum tahu orang-orangnya yang mana, kan gak semua ikut botram."

"Terus biar bisa tahu karisma, widih karisma ceunah, biar tahu karisma seseorang yang cocok jadi ketua kelas," tambah Aldi.

"Kalau Pak Ali keburu masuk gimana?"

"Ya Allah masih 1 jam Lu ... santai ... gak lama kok."

Mereka memang datang lebih awal karena tadinya mau membentuk struktur oraganisasi kelaa.

"Ya udah sok, mau dari mana dulu?" tanya Lulu sembari memainkan pulpen.

"Dari tengah dulu, sok maju Lu."

"Aldi, Aldi, di mana-mana juga dari depan dulu atuh.

"Heheh itu tahu, tapi ada kok yang dari belakang dulu."

"Ih ... lama, teman-teman mau dari mana dulu nih?" tanya Lulu sambil menengok ke kanan dan ke kiri.

"Lu, kalau menurut absen gimana?" saran Amel yang duduk di belakang Lulu.

"Oh iya ... kenapa gak bilang dari tadi ...?"

"Baru ingatnya juga sekarang Lu. "

Lulu membuka absen di ponselnya.

"Absen pertama Lulu Nurzan ... eh kok gue dulu?"

"Lah, sugan kamu gak tahu nomor absen sendiri?" tanya Anton yang dari tadi berdiri di samping Aldi.

"I ... kirain dari inisial A dulu ..."

"Haha, kamu kira saya dulu ya? Udah ... itu udah sistemnya kaya gitu kali. Gak mau tahu, maju ..., " titah Aldi setengah meledek.

Lulu akhirnya nurut dan memperkenalkan diri dengan singkat dan jelas. Mulai dari nama, alamat, sampai nama kambing yang dia punya pun dia kenalkan.

"Udah? Ada yang mau ditanyain lagi gak?"

"Eu ...."Anton mikir.

"Udah ah, takut kelamaan," keluh Lulu, langsung duduk.

"Lah?" tanya Anton sedikit terkejut.

Dan ... inilah yang ditunggu-tunggu Nia. Fahri maju ke depan bersama kemeja hitam dan chino kremnya yang rapih. Dia tak terlalu tinggi dan tidak terlalu gemuk. Pas dengan kriteria Nia.

Bersama semilir angin pagi yang masuk melalu jendela, Nia memperhatikan Fahri dengan suara khasnya yang membuat hati Nia berdebar-debar.

Ketika teringat sesuatu Nia langsung menceramahi dirinya sendiri. Dia pun langsung menunduk

Astagfirullah Nia ... jaga pandangan!

"Ri, udah punya pacar belum?" celetuk Anton, membuat Nia kembali fokus ke Depan.

Fahri nyengir.

"Hehe emang pacaran boleh mang?" tanya Fahri, lugu

"Yaelah ... malah nanya balik, udah punya belum? Ini ciwi-ciwi nungguin nih ...."

"Ih, itu mah rahasia saya sama Allah atuh mang, maaf ya."

"Lah?"

Tuh kan ... pasti belum punya pacar, masa pacar sendiri dirahasiain? Mana bawa-bawa Allah lagi, pasti dia ngerti kalau pacaran itu dosa.

Kini giliran Nia yang maju ke depan, berharap fahri memperhatikannya. Tapi ternyata Fahri malah sibuk main handphone.

Sabar Nia, sabar ... namanya juga baru kenal, tapi pasti dia dengerin tentang kamu kok.

Sesi perkenalan sudah usai, waktunya pemilihan sturuktur organisasi kelas.

"Mau siapa Nia guys ketuanya?" tanya Aldi.

"Bintang ...."

"Ih ... enggak, yang lain aja. "

"Kamu aja Bintang ... kamu kan komunikasinya bagus, terus sering ngasih saran juga di grup," titah Lulu sedikit memohon.

Memang si ... si Bintang terlihat pendiam, tapi sekalinya beragumen dan ngobrol, komunikasinya patut diacungkan jempol.

Walau Nia sependapat dengan yang lain, mengenai Bintang yang cocok jadi ketua kelas, hatinya tetap tertuju pada pria idamannya.

Kenapa si gak si Fahri aja? Pasti bisa memimpin kelas kok, sama seperti memimpin aku nanti hehe.

"Ya udah deh, bismillah, tapi nanti bantu Bintang ya teman-teman."

Anton meyakinkan Bintang.

"Pasti atuh ... kami bantu, pasti kamu juga bisa."

Pemilihan strukur organisasi sudah selesai. Nia tidak kebagian jadi apa-apa. Memang keinginannya seperti itu. Dia hanya ingin fokus dengan materi perkuliahan.

Gak bosan-bosan mahasiswa-mahasiswi kelas A memperkenalkan diri. Masing-masing kembali berdiri di depan kelas, secara bergantian, sebelum Pak Ali Nurgraha, M.Pd, menyampaikan materi mata kuliah hardware.

"Gak salah kamar neng?" canda pak Ali, pemilik kumis baplang, pada Nia.

"Mohon maaf, maksudnya Pak?"

"Bercanda Neng ... soalnya tadinya kamu dari jurusan perhotelan si ..., tapi gak apa-apa sih. Semoga kamu betah ya di PTIK."

Hanya sedikit yang tertawa, karena Nia belum begitu akrab dengan mereka. Bukan cuman itu, tapi karena mohon maaf, candaan pak Ali sedikit garing. Tapi gak apa-apa, yang penting pak Ali ramah dan asik orangnya.

***

Nia mulai sibuk. Baru saja kuliah dua minggu, sudah ada tugas dan hampir semua mata kuliah ada. Baik tugas kelompok maupun tugas individu. Tugas kelompok? Akankan Nia satu kelompok dengan Fahri?

Ketika suasana damai menyapa malam di sekitaran bandung, Nia tengah sibuk dengan tugas individu, yang dia kerjakan di atas kasur motif mawar. Fokusnya seketika buyar saat ada notif chat dari grup masuk.

"Teman-teman, pembagian kelompok tugas mau gimana?"

"Udah Bin, pilih aja secara acak, berdasarkan absen."

"Oke Lu, makasih sarannya, gimana yang lain?"

"Setuju."

"Bowleh."

"Gas ...."

Di dalam kamar sederhana bernuansa pink putih, Nia menunggu hasil kelompok dengan penuh harapan.

"Bismillah, semoga sama Fahri."

Dan .... tidak lama, dikirimlah foto nama-nama kelompok di grup.

Di balik selimut Nia terkejut, seraya bahagia.

"Yes ... sekelompok di mata kuliah pedagogik ...."

"Gak apa-apa deh cuman di satu mata kuliah juga, yang penting nantinya bisa berdiskusi sama ... Fahri."

Nia memberanikan diri untuk chat Fahri duluan. Waduh, emang boleh secepat itu? Nia ... Nia ....

"Assalamualaikum A, perkenalkan saya Nia, kita sekelompok ya? Izin save kontaknya ya."

"Waalaikumsalam, oke ...."

"Ya ampun ... fast respon banget ...."

Nia berhenti ceria saat menyadari sesuatu.

"Hm ... kok cuman oke?"

Ekpestasi Nia mulai beraksi. Wajahnya kembali berseri.

"Eh, jangan-jangan dia orangnya suka jaga batasan sama cewek? Wah ... masyaallah ...."

Nia berbaring sambil menatap lampu tumbler warna warni yang mengelilingi atap ruangan. Nia belum bisa tidur, pikirannya terbawa oleh angan-angan masa depan. Lupa, Nia lupa untuk memalingkan segala pikiran itu, padahal dia pernah menceramahi dirinya sendiri supaya gak membayangkan laki-laki.

Lihat selengkapnya