Angin sore ini cukup kencang, hingga menembus tunik coklat yang Nia pakai. Dengan tergesa-gesa, dia melangkahkan kakinya menuju gerbang. Sabtu ini cukup membuat peserta-peserta paduan suara merasa lelah, karena pukul 17.30 mereka baru selesai latihan untuk acara besok.
"Mana ada angkot jam segini? Atau aku pesan ojek online lagi ya?" tanya Nia ketika sudah di luar gerbang. Dia pun membuka slingbag hitamnya.
"Alhamdulillah masih ada lima belas ribu."
Nia diam sejenak, lantas mendengus.
"Tapi sayang uangnya ...."
Belum juga Nia memesan ojek, tiba-tiba Fahri lewat sambil membunyikan klakson. Pertanyaan penuh keluh kembali melanda hati Nia.
Apa aku seasing itu ya di hati kamu Ri? Masa aku sendirian kaya gini gak ditanya apa-apa?
Saat Fahri sudah jauh, Nia hanya bisa geleng-geleng kepala atas apa yang barusan terjadi.
"Ya udah deh, pesan Grab aja."
Nia mengeluarkan ponselnya, kemudian memesan si hijau sambil sedikit cemberut. Pada akhirnya Dia harus menunggu ojek sendirian bersama suasana hening sore hari, sambil merenungi semua yang dia alami.
Nia bersyukur mengikuti paduan suara. Dia bisa mengetahui jenis suara dirinya sendiri, bisa belajar banyak tentang teknik vokal, bisa melatih suaranya secara rutin, dan bisa rutin melihat Fahri. Tapi benar saja, hidup tak selalu tentang suka, ada pula sedihnya, ada pula tantangannya. Nia harus rela pulang sore, dan yang paling sedihnya itu ... dia selalu melihat Fahri chat-an dengan pacarnya, sambil senyum-senyum sendiri.
Tak lama ojek pun datang, menghentikkan lamunan Nia yang dari tadi berdiri di depan gerbang, bersama daun-daun kering yang berterbangan.
"Atas nama Nia Nurlaila?"
"Iya Pak."
Di motor Nia hanya menatap jalan raya sambil melamun panjang, membayangkan sesuatu yang menyakitkan. Membayangkan saat Fahri melamar perempuan itu.
Baru membayangkannya aja sesakit ini, gimana aslinya?
Tapi Nia mencoba terus yakin. Yakin semuanya akan baik-baik saja. Yakin kenyataan tidak akan sesedih yang dia pikirkan. Itulah harapan kepada Tuhan yang tak akan dia lewatkan.
***
Kemarin Pak Doni memberi intruksi, agar tim paduan suara sudah tiba di kampus pukul 06.30. Tapi pukul 06.15, Nia masih berada di dalam angkot. Karena takut di kampus sudah banyakan, tanpa berpikir panjang dia malah mengirim pesan WhatsApp pada pria idamannya.
"Ri, udah di kampus belum?"
Pesan terkirim.
Aduh kok aku nanya ke dia ... kenapa gak ke Eca aja si Nia ...
Belum Na, lagi nganter orang spesial dulu hehe.
Hm, lagi dan lagi rasa sakit itu kembali merasuki hati Nia. Orang spesial? Ya pasti pacarnya lah. Siapa lagi?
Oh iya Ri.
Dengan wajah kecut, Nia kembali menyandarkan kepalanya ke kaca jendela angkot. Padahal Nia sudah cantik. Tapi mau make up-an secantik apapun, kalau bukan dia orangnya, tetap tidak bisa merubah semuanya.
Alhamdulillah-nya Nia tiba di kampus pukul 06.20.
"Mau chat Eca dulu ah," ujar Nia sembari mengeluarkan ponselnya dari slingbag mininya.