Sebelum Toga di Bawah Awan

Leni Juliany
Chapter #10

Chapter 10: Serius

Baru saja Nia berkomitmen untuk fokus ke impiannya, sosok Arman malah pengisi lubuk hatinya. Sungguh Nia tidak menyangka sebelumnya, akan merasakan getaran sekaligus kecenderungan kepada pria yang lebih dewasa darinya. Sama seperti dulu, setiap rasa yang singgah, selalu dia doakan di sepertiga malam.

Ya Allah, baru saja hamba ingin fokus menggapai cita-cita, ternyata perasaan ini tumbuh begitu saja. Ya Allah, semoga perasaan ini tidak menggangu masa depan hamba. Berikanlah jalan dan petunjuk terbaik untuk semua ini ya Allah, Aamiin.

Tidak ada niat untuk kembali berharap kepada selain Allah, namun bayangan masa depan itu selalu tiba-tiba datang mengampiri Nia, membentuk kembali harapan. Apalagi sekarang hampir setiap hati mereka chating-an. Berawal membahas bisnis dan perkuliahan, sekarang mereka sudah berani video call-an.

"Maaf A Nia masih belum paham."

"Kalau video call-an aja, mau?"

Laptop Nia terkena virus gara-gara download aplikasi sembarangan, sehungga harus diinstal ulang.

"Boleh A?"

"Boleh atuh😁."

"Makasih sebelumnya A🙏"

"Udah siap?"

"Bentar A, mau pakai kerudung."

"Aduh, kok aku bilang gitu? Kaya yang mau nunjukkin muka aja ... kan nanti kamera belakang, aduh udah terlanjur terkirim lagi."

"Udah siap A."

Tanpa ada balasan, Nia langsung mendapat panggilan video call. Jantung dia semakin berdebar, apalagi sudah 2 minggu dia dengan Arman tidak bertemu, karena UKM sedang libur sementara. Nia tidak langsung mengangkatnya, melainkan mengatur nafas terlebih dahulu.

Tenang, tenang Na ....

Setelah itu, diangkatlah panggilan tersebut, terlihat Arman sedang duduk di depan laptop.

"Assalamualaikum Na, mana laptopnya?"

Nia belum membalas, masih menunduk gugup.

"Na."

Nia sedikit terkejut.

" Oh iya A Waalaikumsalam, sebentar."

Nia langsung mengubah jadi kamera belakang. Sementara Arman masih kamera depan

Duh ... kok aku langsung angkat pakai kamera depan si ... kan jadi malu ....

"Ikutin yang Aa sampaikan ya."

"Oh iya, siap A."

Nia mengikuti apa yang Arman intruksikan, dengan teliti sampai akhirnya berhasil. Tak terasa mereka video call-an selama kurang lebih 1 jam

"Alhamdulillah udah bisa ya?"

"Iya A Alhamdulillah, makasih ya A."

"Sama-sama Na."

"Maaf ya A kalau ganggu."

"Engga kok, gak ganggu sama sekali, santai aja."

"Oke, mungkin udah ya A VC-nya? barangkali Aa-nya mau tidur."

"Aa mah belum ngantuk, orang biasanya juga suka bergadang."

"Seriusan A?

"Serius Na, biasa ngerjain projek hehe."

"Wah rajin."

"Biasa aja Na, oh iya barangkali Nia mau tidur, mangga."

"Sama, Nia juga belum ngantuk A, tapi mau mengerjakan tugaa dulu."

"Tugas apa Na?"

"Pedagogik."

"Mau dibantuin?"

"Enggak apa-apa A, Aa lanjutkan saja aktivutasnya, tugas Nia sedikit lagi kok."

"Seriusan gak mau dibantuin?"

"Iya serius A."

"Ya udah Aa gak mau maksa, boleh sok Nia yang akhiri VC-nya."

"Boleh A?"

"Boleh atuh."

Nia terdiam.

"Na."

"Iya A."

"Eu ... selamat malam ya."

"Malam juga A."

"Ya udah, Aa aja yang akhiri ya."

Hati Nia semakin berharap, apalagi setelah tahu Arman terdengar gugup saat mengucapkan selamat malam. Percakapan mereka lanjut di chat.

"Sekali lagi makasih ya A, maaf kalau ganggu kesibukkan Aa."

"Emang ngiranya Aa orang sibuk ya?"

"Iya hehe, kan Aa jualan online sambil kerja terus sambil kuliah juga."

"Iya si ... tapi kan gak terus-terusan garap itu semua ... pasti ada waktu santainya😁."

"Iya juga ya."

"Iya, sama aja kaya Nia, Nia juga sibuk kuliah sama bisnis online kan?"

"Iya si A, tapi kalau Aa kan kerja."

"Gak beda jauh Na ...."

"Iya, tapi beda."

"Iya deh, pokonya semuanya tergantung prioritas."

Prioritas? Apakah Nia salah satu prioritas Arman? Jangan bosan baca sampai akhir ya.

"Kalau boleh tahu, Aa kerja dari semester berapa?"

"Semester 4 Na."

"Berarti sebelum kerja sibuk apa A?"

"Sibuk bisnis sama kuliah aja."

"Eh maaf A, malah bertanya hal pribadi, jadi gak enak sama pacar Aa."

"Heheh santuy, Aa mah gak punya pacar da😁."

"Masa sih A?"

"Iya, malahan Aa yang takut ganggu Nia sama pacarnya."

"Hehe sama kok Nia juga gak punya, gak mau pacaran malahan."

"Kenapa?"

"Pengennya ta-aruf-an dan saling mendoakan."

"Oh iya, bagus-bagus."

"Kok jadi kebablasan bahas privasi si ...?"

Ketika sadar, Nia langsung ber-istigfar. Kenapa istigfar? Karena Nia pernah dengar kata ustad, kalau chating-an dengan lawan jenis itu ada batasannya.

"Astagfirullah."

Nia akhirnya mambalas dengan singkat dan untungnya Arman gak membalas lagi.

"Iya A."

****

Lagi dan lagi Nia dan Arman membahas hal lain saat chating-an, padahal kali ini Nia hanya ingin bertanya tentang tugas kelas.

"Tugas itu dikerjain, jangan terus dipikirin Na ...."

"Oh iya ya A, tapi tetep kepikiran."

"Emang yang dipikirin Nia tugas aja ya😁?"

"Enggak si A, kepikiran bisnis sama someone juga."

"Wah ... someone, siapa tuh😁?"

"Ada aja A, gak enak cerita sama Aa mah hehe."

Memang begitu Nia, gak suka pakai emoji kalau chat-an dengan lawan jenis, karena dia sedang menerapkan prinsip jaga batasan. Tapi tetap saja, topik pembahasannya malah kebablasan.

"Wah mau main rahasia-rahasiaan nih sama Aa😁."

"Emang boleh cerita sama Aa?"

"Boleh atuh, santai."

"Maaf A, siapa-siapanya Nia gak akan ngasih tahu, pokonya dia yang sekarang Nia suka."

"Terus kenapa suka kepikiran dia."

"Dia suka bikin bingung."

"Bingungnya kenapa?"

"Dia suka bikin nyaman, tapi gak pernah ngasih kepastian."

"Kalau boleh tahu, kenapa Nia suka sama dia?"

"Gak tahu, mungkin karena nyaman."

"Sabar aja ya, mungkin dia lagi mempersiapkan buat mengungkapkan, gak semua terjadi secara instan😁."

"Iya A, semoga semua akan indah pada waktunya, makasih ya A masukannya."

"Iya bener tuh, semua akan indah pada waktunya."

Entah Arman sadar atau tidak, semua yang diceritakan Nia adalah dirinya sendiri.

"Ini A Arman sadar gak ya?"

Di depan televisi yang belum dimatikan, Nia duduk sendiri. Sementara Mirna dan Zahra sudah tertidur di kamar. Spontan senyum Nia melebar, karena merasa lucu saja dengan semua yang terjadi.

"Iya, makasih ya A udah mau baca curhatan Nia, sampai-sampai ngasih masukkan."

"Santai, oh iya, jangan sampai gara-gara mikirin dia membuat kuliah dan bisnis Nia terganggu ya."

"Siap A."

****

Tidak ada gerimis, tidak ada pelangi, tiba-tiba Arman ingin bertemu dengan Nia, setelah 2 hari mereka gak saling chating-an. Tentu hal itu membuat pelangi berterbangan di dalam hati Nia, ditambah dengan rasa penasaran.

"Na, boleh gak besok sore kita ketemuan di taman Dago?"

Saat menerima chat tersebut, Nia sedang di dalam angkot. Otomatis membuatnya tersenyum. Untung saja wajahnya menghadap ke kaca jendela, sehinga tidak ketahuan oleh penumpang lain.

"Kalau boleh tahu, mau ada keperluan apa ya A?"

"Cuman mau ngobrol biasa aja, sekalian ngobrolin bisnis😄."

"Oh iya, boleh A."

Hati Nia semakin girang, tapi dia juga masih hati-hati, jangan sampai terlalu berharap. Langsung saja Nia kirimikan bukti chating-an tersebut ke Amel.

"Mel tuh lihat, giamana aku gak berbunga dan berharap coba😭?"

"Wah😃."

"Wah, kenapa Amel ...?"

"Itu tuh kode Nia ... dari kemarin-kemarin juga dia ngasih kode tau ...."

"Ah Amel, jangan bikin aku semakin berharap😭."

"Ya udah, mungkin dia gabut aja."

"Ih ... jangan bikin aku pesimis Amel😭"

"Ih serba salah ...."

"Ya udah deh, aku doain aja ya?"

"Nah itu tahu, jangan overthinking terus ...."

"Oke makasih Amel ...."

****

Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Dengan perasaan berdebar-debar bagai bunga yang berterbangan, Nia menunggu Arman keluar gerbang bersama motor hitam Nmaxnya.

"A Nia udah di depan kampus,"

"Oke, tunggu sebentar ya."

Beberapa menit kemudian, Arman tiba di depan Nia. Dia sudah mengenakan tas ransel hitam, helm coklat, dan jaket abu dengan harum parfum yang khas.

"Mmmaaf, udah nunggu lama ya?" tanya Arman, terlihat sedikit gugup seperti Nia. Tapi bedanya, kalau Nia sedikit menunduk.

"Enggak kok A."

"Hayu," ajak Arman sambil memberikan helm hitam, Nia menerimanya dengan sopan.

Sesampainya di Dago, mereka berdua duduk agak berjauhan di depan air mancur . Pastinya mereka tidak berdua-duaan, ada orang lain sedang main juga, termasuk anak kecil yang bermain balon sabun. Bersama matahari sore yang hangat, Nia merasa jantungnya semakin deg-degan. Percakapan awal mereka mengalir begitu saja, mulai dari membahas tentang digital marketing, hal pribadi, sampai akhirnya Arman mengungkapkan sesuatu yang indah.

"Na."

"Iya A?"

Saat itu, tatap-tatapan adalah hal yang tidak mereka lakukan. Mereka hanya fokus ke air mancur.

Lihat selengkapnya