Sebelum Toga di Bawah Awan

Leni Juliany
Chapter #15

Chapter 15: Keripik Bayam

Yang lalu biarlah berlalu. Kegagalan Nia soal casting online tidak membuatnya menyerah untuk menjadi sukses. Nia tidak ingin nanti setelah lulus masih menyusahkan orang tua. Dia juga mempunyai impian membahagiakan keluarga sebelum menikah. Menikah? Calonnya juga belum ada. Tapi kan tidak ada yang tahu, bisa saja dia tiba-tiba dilamar. Haha dilamar sama siapa? Bukan hanya itu, Nia juga bercita-cita bisa berpenghasilan besar dari hobinya. Jadi usaha yang dia lakukan sekarang, merupakan bagian dari hobinya.

"Na ... bangun ...," titah Mirna sambil menepuk pelan bahu Nia yang tertidur di atas sajadah biru. Masih mengenakan mukena abu.

"Hm ...," jawab Nia setengah sadar.

"Bangun ... katanya mau ke kampus."

Nia terperanjat, lantas duduk.

"Eh iya, jam berapa Mah sekarang?"

"Jam delapan."

"Aduh."

Nia langsung membuka mukenanya, lalu keluar kamar, bergegas menuju kamar mandi.

"Mangkanya kalau habis subuh biasakan jangan tidur lagi."

"Ketiduran Mah ...," jelas Nia dari luar kamar.

***

Suasana kampus di hari Sabtu tidak begitu ramai, karena kampus hanya digunakan untuk kegiatan di luar kelas seperti UKM. Dengan terburu-buru, Nia berjalan menuju kelas A204.

Ternyata di kelas A204 baru ada satu orang yang membuat Nia menunggu dulu di luar. Siapa ya? Siapa lagi kalau bukan Reza, si tampan manis.

Tuh kan, pasti Reza udah ada. Nia membalikkan badan ketika sudah di depan pintu.

"Tunggu dulu ah di luar, gak enak kalau berdua-duaan di dalam."

Salah satu sikap yang Nia kagumi dari Reza adalah kedisiplinannya, eh tapi Arman juga disiplin. Cuman bedanya, sekarang Arman suka gak balas pesan Nia.

Diskusi tentang bisnis keripik bayam pun dimulai, Nia begitu fokus memperhatikan penjelasan dari Pak Doni.

"Kalau teman-teman lulus bisa berkerja di kantor kami, malah bisa naik pangkat," terang Pak Doni di depan tim marketing dan tim produksi.

Pak Doni tak sendiri, ada juga pak Anwar yang menemaninya, sekaligus membantu menjawab pertanyaan- pertanyaan dari mahasiswa.

"Saya ingin bertanya kepada tim marketing terlebih dahulu, sudah dapat berapa pelanggan?"tanya pak Doni, semangat.

Nia mengangkat tangan.

"Izin menjawab Pak, untuk pelanggan sudah ada 7 dan calon pelanggan ada 3."

"Lumayan sudah ada progresnya. Untuk tim produksi, minggu depan harus siap memproduksi ya, sesuai dengan permintaan dari tim marketing."

"Siap Pak," jawab Ando, selaku ketua tim produksi.

"Baik, sebelum diakhiri apakah ada pertanyaan?" tanya pak Doni.

"Pak izin bertanya," ujar Nia sambil mengangkat tangan.

"Oh iya silahkan Neng."

"Punten Pak, yang mengirimkan barang itu, dari tim marketing juga Pak?"

"Nah untuk tim pengiriman itu sekalian dari tim produksi, siap kan tim produksi?"

"Siap Pak," jawab Ando.

"Iya, jadi tim marketing hanya fokus mencari pelanggan dengan trik yang sudah disampaikan minggu lalu, tapi barangkali tim produksi mau membantu tim marketing begitu pun sebaliknya itu boleh banget," tambah pak Anwar.

"Nah iya, bagaimana apakah sudah terjawab Neng?"

"Sudah Pak, terima kasih."

"Ada lagi?"

Semua tim terdiam.

"Mungkin sudah cukup Pak," jawab pak Anwar mewakili semuanya.

"Oke terima kasih teman-teman karena sudah hadir. Tetap semangat, insyaallah bisnis ini akan memberikan banyak manfaat bagi kita semua. Semakin banyak pelanggan, maka keuntungan yang didapat otomatis bertambah. Pak Anwar barangkali ada tambahan."

"Iya teman-teman tetap semangat, kalau ada pertanyaan jangan sungkan-sungkan bertanya di grup ya."

"Siap Pak ...."

"Sudah Pak," ucap pelan pak Anwar kepada pak Doni.

"Dicukupkan ya teman-teman, terima kasih, wassalmualaikum warahmatullahi wabakatuh."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

Sebelum keluar kelas semua tim mencium punggung tangan pak Doni dan pak Anwar kecuali tim perempuan, mereka hanya mengatupkan telapak tangan sambil tersenyum. Memang kedua dosen ini sudah terbiasa hanya mengatupkan telapak tangan kalau bertemu perempuan. Beruntung sekali istri-istrinya. Seketika hati Nia memuji mereka berdua, dan pikirannya tiba-tiba diajak melihat sosok Arman.

Masyaallah, semoga suami aku nanti bisa seperti mereka sikap baiknya.

Baru saja Nia membayangkan sosok Arman, Arman malah terlihat sedang duduk di ruang food cart, di depan perempuan yang Nia rasa lebih cantik darinya. Padahal tidak ada niat di hati Nia untuk kembali sakit hati, tapi tiba-tiba dia ingin menengok ke arah kiri. Walaupun gedung A tidak begitu dekat dengan ruangan itu, tapi bisa terlihat suasananya. Langsung saja Nia menunduk, terdiam, seolah ada yang memukul hatinya. Kemudian, sebelum yang lain keluar kelas, cepat-cepat Nia melanjutkan langkahnya.

"Oh, sekarang A Arman mah udah dekat sama cewek lain ya? Mana kelihatannya akrab banget lagi," respon Nia sambil menuruni tangga.

Nia menghela nafas.

Apa dia temannya?

Enggak-enggak, orang aku belum pernah lihat.

Sambil berjalan menuju gerbang, perasaan Nia diracuni oleh rasa sakit karena cemburu dan khawatir, sementara pikirannya dihantui oleh banyaknya pertanyaan.

Lihat selengkapnya