Sebelum Toga di Bawah Awan

Leni Juliany
Chapter #19

Chapter 19: KKN

"Bagaimana apakah ananda semua berminat?" tanya Pak Salman selaku ketua LPPM, usai menjelaskan tentang Kuliah Kerja Nyata Kolaboratif.

Ruang LPPM yang sejuk membuat beberapa orang yang ada di dalamnya merasakan kenyamanan. Orang-orang tersebut terdiri dari, ketua LPPM, 2 orang anggota LPPM, dan 27 mahasiswa termasuk Nia.

Sebagian mahasiswa ada yang menjawab siap, ada yang diam saja, dan ada yang menjawab mau dipikirkan dulu. Sementara Nia memang sudah siap, karena baginya ini bisa menjadi tantangan sekaligus pengalaman menarik.

"Harus sekarang ya keputusannya, karena nanti sore kami akan memberikan datanya ke pusat," jelas pak Salman.

Para mahasiswa tidak menjawab, karena sebagian ada yang masih bingung mau menjawab apa, dan sisanya tidak siap mengikuti KKN tersebut.

"Ya sudah begini saja, yang benar-benar siap, nanti selesai rapat langsung daftarkan diri saja ke Bu Mega ya," tambah pak Salman.

"Siap pak ...."

"Baik, sebelum ditutup, apakah ada yang mau ditanyakan lagi?" tanya pak Salman.

Mahasiswa terdiam, karena tadi sudah ada 2 orang yang bertanya.

"Mungkin cukup Pak," jawab Andre, salah satu mahasiswa Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi.

"Pak, Bu, barangkali ada tambahan?"

"Tidak ada Pak, mungkin dicukupkan saja," jawab bu Mega.

"Pak Santo?"

"Iya Pak mungkin dicukupkan saja, sudah siang juga."

"Baik saya cukupkan, kembali ke moderator."

Bu Mega selaku moderator pun mengakhiri rapat dengan ramah.

Hanya 20 orang yang menghampiri bu Mega termasuk Nia. Dari PTIK ada 5 orang yang mendaftar, itu pun tidak satu kelas dengan Nia.

"Heih semoga kita sekelompok ya Na," ucap Sabrina PTIK B pada Nia, saat mereka akan mendaftarkan diri.

Nia memang tidak begitu dekat dengan Sabrina. Tapi mereka saling kenal karena pernah satu UKM, yaitu UKM rohis.

"Aamiin, soalnya kan dari PTIK, perempuannya cuman kita doang."

KKN kolaboratif adalah salah satu program terbaru pemerintah daerah yang di dalamnya terdapat 3 program wajib, diantaranya meningkatkan UMKM, desa sadar hukum, dan pencegahan stunting. Dan kenapa disebut kolaboratif? Karena KKN tersebut adalah KKN gabungan 3 kampus.

Setelah mendaftarkan diri di ruang LPPM, Nia tiba-tiba bertemu dengan Arman. Mereka berhadap-hadapan ketika keduanya sama-sama keluar dari ruangan yang berbeda. Sikap Nia berbeda dari biasanya, dia hanya tersenyum cuek, kemudian dengan cepat melewati Arman sembari sedikit membungkuk. Sedangkan Arman membalasnya dengan senyuman tipis. Sikap Nia yang seperti itu bukan tanpa alasan, ada rasa kesal sekaligus sedih yang menyelimuti hatinya.

***

Nia membuka grup WhatsApp info KKN Kolaboratif. Wajah penasarannya berubah menjadi sedikit galau.

"Yah .... masa aku sendirian perempuannya?" keluh Nia sambil membaca nama-nama mahasiswa yang tercantum di Microsft Word, karena hanya dia satu-satunya perempuan dari kampus Pemuda Sukses yang masuk ke kelompok tersebut.

Nia termasuk perempuan yang suka tantangan, walau kadang rasa takut menghantui tekadnya.

"Tapi gak apa-apa deh, bismillah aja, lumayan pengalaman."

Setelah itu, Nia langsung mencari nomor mahasiswa-mahasiswa kampus Pemuda Sukses yang satu kelompok dengannya. Akhirnya dia mendapat nomor salah satu teman kelompoknya dari teman kelasnya. Nia pun langsung mengirim pesan pada Bima, salah satu mahasiswa PJKR (Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi).

Assalamualaikum A, punten ini Nia, kita sekelompok ya, udah ada grup khusus kelompok kita belum?

Waalaikumsalam, sudah Teh, bentar ya saya kirimkan link grupnya.

Baik, makasih A.

Tiba-tiba Nia kepikiran dengan candaan salah satu teman laki-lakinya di kelas, yaitu Farhan. Mereka lumayan dekat karena sering satu kelompok.

Widih, Nia KKN-nya kolab heh, awas cinlok sama kampus sebelah wkwkw, komen Farhan melalui status WhatsApp Nia, berupa foto dia sedang rapat di ruang LPPM.

Ih enggak lah.

Aku bisa move on gak ya dari A Arman, kalau nanti bertemu cowok dari kampus lain?

***

"Semoga adik-adik bisa mendapatkan pengalaman yang berharga di Desa Panjimulya ini. Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan, kurang lebihnya mohon dimaafkan, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," akhir kata dari pak Santoso selaku Kepala Desa.

Akhirnya pelepasan kelompok 34 sekaligus foto bersama, selesai juga. Setelah itu, mahasiswa-mahasiswa kelompok 34 beserta Dosen Pembimbing Lapangan pamit kepada pak Santoso. Kemudian mereka menuju posko perempuan yang tidak jauh dari desa. Di posko, Bu Sintya menyampaikan beberapa arahan.

"Alhamdulillah teman-teman, tadi kita disambut baik oleh Kepala Desa. Tetap semangat dan jangan lupa jaga adabnya ya. Jika ada konflik, obrolkan terlebih dahulu dengan sesama rekannya ya, baru sampaikan ke Ibu. Jangan sampai orang luar tahu," salah satu masukan bu Sintya.

Setelah bercakap-cakap dengan DPL yang ramah dan santai, seluruh mahasiswa kelompok 34 merapihkan posko perempuan. Saat Nia menyapu lantai ruang tamu, hatinya memuji apa yang dilakukan oleh anggota laki-laki. Wah ternyata semua laki-lakinya baik juga ya, masa mau aja bantuin beresin posko cewek, padahal kemarin kita gak ngebantuin beresin posko cowok.

"Bro ... ini kalian ikhlas gak bantuin kita?" tanya Wulan, masih berdiri kaya mandor.

"Harus ikhlas atuh, kan nanti semua juga ngumpul di sini kalau siang mah, makan juga di sini," celetuk Vina sambil menyeret kopernya ke kamar.

"Ih parah .... kemarin kita gak dibantuin, bikinin aja kopi atuh buat kita-kita," respon Dimas sambil menyapu lantai disamping Nia.

"Ih ... kan tadi udah dijelasin sama si Vina, kalian harus ikhlas," titah Wulan.

"Iye-iye deuh."

Senin ini bukan kali pertama kelompok 34 saling bertemu. Pada hari-hari sebelumnya juga mereka sudah saling bercengkrama dalam kegiatan rapat dan survey rumah, jadi sudah akrab.

Walaupun bebeda-beda alamamater dan karakter, mereka selalu tertawa bersama karena mudah bercanda. Kadang ada rasa kesal yang Nia pendam. Nia gak enakkan, eh mereka yang satu rumah dengannya suka seenaknya. Benar-benar gak ada sungkan-sungkanya. Bahkan jika dilihat dari tingkat rajin membersihkan rumah, menurut Nia lebih rajin laki-lakinya. Untung mereka pandai membuat orang lain terbahak-bahak. Bukan hanya itu, mereka juga suka memberikan makanan,

Dalam segi program kerja, sungguh ide-ide mereka cemerlang-cemerlang, baik laki-laki maupun perempuannya. Bahkan pendapat Nia pun terkadang terabaikan.

"Menurut gue mah ini da, itu udah gak aneh Nia ...," komen Gisel.

"Oke siap-siap, Nia mah gimana baiknya aja kok."

Nia satu kamar dengan Gisel Nurmala, Cinta Suci, dan Mia Nurazizah. Mereka selalu menjadikan Nia sebagai bahan candaan karena dia memiliki sifat lugu dan terlalu gak enakkan. Gak ada angin topan, gak ada salju terbang, tiba-tiba Nia dijodoh-jodohkan dengan Rafi oleh ketiga perempuan itu.

Ih apaan si, mentang-mentang aku gak suka bahas pacar, eh emang aku gak punya pacar jeh ....

Hampir semua teman kelompok Nia sudah punya pacar. Ketika mereka video call-an, Nia diam saja. Bukan tidak ingin mengingatkan kalau pacaran itu terlarang, tapi memang rasa gak enakkan itu sudah membeludak di dalam hatinya.

Aduh ... gimana ya? Nanti aja ah ngasih nasehatnya lewat status WA, itu juga nanti kalau udah lama, biar gak terlihat menyindir.

Dari ketiga perempuan itu, Gisel yang paling semangat mencomblangkan Nia dengan laki-laki itu.

"Udah Na ... sama si Rafi aja, udah mah ganteng, paling rajin lagi. Gimana? Pilih Rafi atau Dimas ...?" tanya Gisel suatu ketika.

"Ih kamu aja atuh itu mah."

"Ih aku mah udah punya."

"Nia Rafi, Nia Rafi, Nia Rafi!" sorak ketiga teman satu kamarnya. Untung mereka melakukannya di dalam kamar.

"Ih ... bisa aja si Rafinya udah punya."

Lihat selengkapnya