Sebelum Toga di Bawah Awan

Leni Juliany
Chapter #20

Chapter 20: Before Graduation

Sambil ngos-ngosan Nia berjalan dari jalan raya menuju rumahnya, bersama tas ransel besar di punggungnya. Tak lupa tas koper mini pun dijinjingnya. Untung saja rumahnya di pinggir jalan.

Belum juga Nia memegang gagang pintu, pintu tersebut sudah kebuka. Terlihat Zahra berdiri biasa saja saat melihat teteh-nya pulang.

"Eh Teteh."

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam Teh."

"Punten, punten Teteh mau masuk!" titah Nia sambil berusaha masuk, sedangkan Zahra tidak menghindar, malah semakin menghadanginya.

"Ih awas! Kenapa si?!"

"Oleh-olehnya dulu atuh ...."

"Nih cucian kotor, awas deuh!" Nia semakin geram.

Akhirnya Zahra mundur.

"Maaf cuman jokes doang."

"Hm," jawab Nia sambil masuk, melewati Zahra.

"Ih ngambek."

"Enggak. Assalamualaikum Mah ...."

Tidak ada yang menjawab.

"Mamah kemana Neng?"

"Bagi dulu dong oleh-olehnya."

"Neng ...!"

"Iya-iya, ke warung."

"Oh. Makasih."

Tak ingin basa basi, Nia langsung ke kamar.

Walaupun KKN sudah menguras banyak tenaga, tapi itu bukanlah akhir dari segalanya. Bukan akhir dari segala lelah yang Nia rasa. Buktinya, keesokan harinya dia langsung nyuci baju sekoper. Bukan berarti Nia malas nyuci di sana, tapi banyak baju bersih yang dikencingin kucing. Waktu itu kopernya sembarangan disimpan di gudang, terus ada kucing liar masuk. Membuat Nia ingin nangis seharian, tapi mau gimana lagi, tangisannya tidak mungkin mensucikan semuanya.

Setelah masalah baju selesai, rasa malas Nia kembali hadir bersama bad mood seharian. Jadi siang itu Nia libur dulu menulis.

"Nanti aja deh nulisnya, mau refreshing otak dulu, nonton serial ah."

Saat nonton sambil selonjoran di kasur, tiba-tiba Nia teringat sesuatu.

"Eh iya, kan deadline submit novel dua minggu lagi."

Nia langsung alihkan ke laman author Kwikku.

"Aduh ... mana masih 5 chapter yang belum, belum lagi sama revisiannya. Harus kebut ini."

Nia berpikir sejenak.

"Eh, tapi nanti malam aja sama besok deh. Serius, besok mah lebih serius."

Nia lanjut nonton.

Malamnya Nia benar-benar menulis, tapi cuman sebentar karena ada kantuk yang menghadang, membuatnya ketiduran di ruang kuluarga.

Ternyata ingin sukses itu banyak rintangannya. Baik dari luar maupun dalam. Ketika Nia sedang asik menulis, suka ada saja hal yang membuatnya berhenti sejenak, mulai dari ketiduran sampai disuruh Mirna. Kadang rasa malas juga hadir dikala Nia sedang senggang-senggangnya. Bukan hanya itu, tentu kebingungan juga selalu menyapa, menciptakan pertanyaan "baiknya gimana?" Novel tersebut kan terinspirasi dari kisahnya yang disamarkan. Dia harus memikirkan bagaimana caranya agar tidak ada yang tersinggung.

****

Nang ning nong ....

Nang ning nong ....

Nang ning nong ....

Alarm berbunyi tepat pukul 04.30. Padahal handphone yang berbunyi itu, ada di dekat tubuh si empunya, tapi tidak berhasil membangunkannya. Malah yang membuatnya terbangun yaitu seorang yang selalu masak setiap pagi.

"Nia ... bangun ... subuh ...," teriak mirna sembari menyapu lantai di depan kamar Nia.

"Iya ...," jawab Nia setengah sadar.

"Ayo ... bangun ...," titah Mirna kembali, karena terdengar Nia masih belum bangun sepenuhnya.

Nia masih menyipitkan matanya sebari melihat jam di handphone.

"Hm, bentar Mah masih jam segini da."

"Ayo ...! Takutnya kebabalasan! Terus katanya mau ke kampus juga kan? Jadi gak?," titah mamah semakin bersuara.

"Oh iya." Nia langsung mengucek-ngucek mata kantuknya. Setelah itu dia membangunkan diri dari kasur buat siap-siap salat subuh.

Tepat pukul 07.00 Nia OTW ke kampus. Di Senin yang cerah ini dia akan mengikuti seminar Pentingnya Berkarya dan Berwirausaha Sejak Muda. Tuh kan, baru saja kemarin dia berniat akan lebih serius menulis, sekarang harus tertunda lagi oleh kegiatan lain.

"Gak apa-apa deh, nulis mah nanti aja siang atau malam, lumayan ini seminarnya," ucapnya, memberi semangat pada dirinya sendiri di depan cermin.

Seperti biasa, di dalam angkot yang tidak begitu ramai, Nia memandang langit berawan cerah nan damai Melaui kaca jendela.

Udah lama gak ke kampus, kira-kira aku ketemu Aa gak ya? Gimana ya ekspresinya sekarang kalau ketemu aku?

Memang sudah 1 bulan Nia belum ke kampus lagi, selain gak ada keperluan, dia juga memang sibuk di mengurus tugas laporan KKN.

Astagfirullah, kenapa bahas si Aa lagi? Kenapa hati ini rasanya gak bisa lepas dari mencintai dia?

Nia menyandarkan kepalanya ke kaca jendela. Seperti biasa, doa kembali menyapa hatinya.

Ya Allah, hamba pasrah, apapaun yang terjadi nanti, semoga tidak menyakiti siapapun dan semoga kami mendapatkan yang terbaik menurutmu, Aamiin.

Semenjak mendapat motivasi dari kajian online, Nia menjadi lebih siap menerima apapun yang terjadi. Dia yakin Allah tidak akan mengujinya di luar batas kemampuanya. Baik itu terkait jodoh maupun impiannya. Walau begitu, bukan berarti dia tidak usaha sama sekali. Target dan usaha tetap ada, tapi dia tidak memaksakan lagi semua yang dia inginkan.

Benar saja, saat berjalan menuju gedung, Nia melihat Arman turun dari motor. Dan Arman juga melihatnya dari jauh. Tatapannya masih sama seperti dulu, tulus, membuat jantung Nia semakin berdebar-debar.

Apakah hati A Arman sekarang masih sama? Tulus seperti matanya? Atau memang matanya seperti itu? Tapi aku gak pernah lihat tatapannya ke orang lain seperti itu.

Ketika Nia sudah hampir mendekati Arman, ada salah satu karyawan yang menghampiri dan mengajak dia berbincang. Tatapannya buyar, tak lama mereka pun meninggalkan tempat parkir. Akhirnya Nia melewati tempat tersebut tanpa kehadirannya, tanpa perasaan yang tidak karuran karena deg-degan.

***

Alhamdulillah, ternyata materi yang disampaikan narasumber seminar sangat-sangat bermanfaat untuk hidup Nia sekarang, dan mudah-mudahan untuk masa depannya juga.

Tiba di rumah, Nia tidak langsung menulis. Meskipun aktivitas tadi di kampus tidak begitu menguras energi, tetap saja dia harus istirahat dan makan siang terlebih dahulu. Salat juga dia tidak lupa. Pendapatnya yang sekarang, usaha harus tapi jangan berlebihan.

Nah, setelah Nia sudah merasa siap, Dibukalah laman author. Waktunya dia menulis, sambil menghayati setiap kenangan yang pernah dia alami. Tak lupa basmallah dia lantunkan sebelum jarinya menyentuh keyboard laptop.

Kalau dulu ada hari dimana Nia tidak menulis karena sibuk KKN, sekarang setiap hari dia tidak pernah lupa untuk menulis, walau sedikit. Karena itu sudah menjadi tekadnya.

Lama-lama jari Nia lelah juga. Akhirnya dia istirahat sebentar, sambil menyempatkan untuk membuka instagram.

"Yah ...," keluh Nia saat menemukan salah satu postingan dari akun penerbit.

"Ternyata kalau mau terbit viewrs-nya harus minimal 8000 dulu."

Nia berpikir sejenak.

"Udahlah gimana nanti, yang penting sekarang nulis aja dulu."

Nia mengela nafas.

"Semoga nanti ada jalan buat terbit, mau itu berbayar atau gratis."

"Kalau berbayar semoga ada rezekinya."

Lihat selengkapnya