Sambil terengah-terengah Nia berjalan dari jalan raya menuju rumahnya, bersama tas ransel besar di punggungnya dan koper mini ditelapak tangannya. Untung saja rumahnya di pinggir jalan.
Belum juga Nia memegang gagang pintu, pintu tersebut sudah terbuka. Terlihat Zahra berdiri biasa saja saat melihat teteh-nya pulang.
"Eh Teteh."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam Teh."
"Punten, punten Teteh mau masuk!" titah Nia sembari berusaha masuk, sedangkan Zahra tidak menghindar, malah semakin menghadanginya.
"Ih awas! Kenapa si?!"
"Oleh-olehnya dulu atuh ...."
"Nih cucian kotor, awas deuh!" Nia semakin geram.
Akhirnya Zahra mundur.
"Maaf cuman jokes doang."
"Hm," jawab Nia sambil masuk, melewati Zahra.
"Ih ngambek."
"Enggak. Assalamualaikum Mah ...."
Tidak ada yang menjawab.
"Mamah kemana Neng?"
"Bagi dulu dong oleh-olehnya."
"Neng ...!"
"Iya-iya, ke warung."
"Oh. Makasih."
Tak ingin basa basi terlalu lama, Nia langsung masuk ke kamarnya lalu menyimpan kedua tasnya di dekat meja belajar. Kebetulan sudah pukul 14.00, dia sudah salat zuhur. Jadi sekarang waktunya membaringkan badan di atas kasur.
Walaupun KKN sudah menguras banyak tenaga, tapi itu bukanlah akhir dari segalanya. Bukan akhir dari segala lelah yang Nia rasa. Buktinya, keesokan harinya dia langsung nyuci baju sekoper. Bukan berarti Nia malas nyuci di sana, tapi baju-baju bersihnya kena kencing kucing. Waktu itu kopernya sembarangan disimpan di gudang, terus ada kucing liar masuk. Membuat Nia ingin nangis seharian, tapi mau gimana lagi, tangisannya tidak mungkin mensucikan semuanya.
Setelah masalah baju selesai, rasa malas Nia kembali hadir bersama bad mood seharian. Jadi, siang itu Nia memutuskan untuk libur menulis.
"Nanti aja deh nulisnya, mau refreshing otak dulu, lanjut nonton series ah."
Saat menonton series sambil selonjoran di atas kasur, tiba-tiba Nia teringat sesuatu.
"Eh iya, kan deadline submit novel dua minggu lagi."
Nia langsung alihkan ke laman author Kwikku.
"Aduh ... mana masih 5 chapter yang belum, belum lagi sama revisiannya. Harus kebut ini."
Nia berpikir sejenak, lantas menghela nafas.
"Tapi cape, nanti malam sama besok aja deh. Serius, besok mah lebih serius."
Nia lanjut menonton series islami di Youtube.
Malamnya Nia benar-benar menulis, tapi hanya sebentar karena rasa kantuk tiba-tiba menghadang, membuatnya ketiduran di ruang keluarga.
Ternyata ingin sukses itu banyak rintangannya. Baik dari luar maupun dari dalam. Ketika Nia sedang asyik menulis, suka ada saja hal yang membuatnya berhenti sejenak, mulai dari ketiduran sampai disuruh Mirna. Terkadang rasa malas juga hadir dikala Nia sedang senggang-senggangnya. Bukan hanya itu, istilah bingung juga selalu menyapanya, menciptakan pertanyaan "baiknya gimana?" Novel tersebut kan terinspirasi dari kisahnya yang disamarkan. Dia harus memikirkan bagaimana caranya agar tidak ada yang tersinggung.
***
Alarm berbunyi tepat pukul 04.30. Padahal handphone yang berbunyi itu, ada di dekat tubuh si empunya, tapi tidak berhasil membangunkannya. Malah yang membuatnya terbangun yaitu seorang yang selalu masak setiap pagi.
"Nia ... bangun ... subuh ...," teriak Mirna sembari menyapu lantai di depan kamar Nia.
"Iya ...," jawab Nia setengah sadar.
"Ayo ... bangun ...," titah Mirna kembali, karena terdengar anaknya masih belum bangun sepenuhnya.
Nia masih menyipitkan matanya sambil melihat jam dinding. Sedangkan Alarm sudah dia matikan dari tadi, saat dia setengah sadar.
"Bentar Mah, masih jam segini kok."
"Ayo ...! Takutnya kebabalasan! Kamu belum salat subuh! Terus katanya mau ke kampus juga kan? Jadi gak?" titah Mirna semakin bersuara.
"Oh iya." Nia langsung mengucek-ngucek mata kantuknya. Setelah itu dia membangunkan diri dari kasur, lalu bergegas keluar kamar untuk siap-siap salat subuh.
Tepat pukul 07.00 Nia OTW ke kampus. Di Senin yang cerah ini dia akan mengikuti seminar Pentingnya Berkarya dan Berwirausaha Sejak Muda. Tuh kan, baru saja kemarin dia berniat akan lebih serius menulis, sekarang harus tertunda lagi oleh kegiatan lain.
Gak apa-apa deh, nulis mah nanti aja siang atau malam, lumayan ini seminarnya.
Seperti biasa, di dalam angkot yang tidak begitu ramai, Nia memandang langit berawan cerah nan damai Melaui kaca jendela.
Udah lama gak ke kampus, kira-kira aku ketemu Aa gak ya? Gimana ya ekspresinya sekarang kalau ketemu aku?
Memang sudah 1 bulan Nia belum ke kampus lagi, selain gak ada keperluan, dia juga memang sibuk mengerjakan laporan KKN.
Astagfirullah, kenapa bahas Aa lagi si ...? Kenapa hati ini rasanya gak bisa lepas dari mencintai dia?
Nia menyandarkan kepalanya ke kaca jendela. Seperti biasa, doa kembali menyapa hatinya.
Ya Allah, hamba pasrah, apapaun yang terjadi nanti, semoga tidak menyakiti siapapun dan semoga kami mendapatkan yang terbaik menurutmu, Aamiin.
Semenjak mendapat motivasi dari kajian online, Nia menjadi lebih siap menerima apapun yang terjadi. Dia yakin Allah tidak akan mengujinya di luar batas kemampuannya. Baik itu terkait jodoh maupun impian. Walau begitu, bukan berarti Nia tidak usaha sama sekali. Target dan usaha tetap ada, tapi dia tidak ingin memaksakan lagi apa yang dia inginkan. Selain itu, dia tidak mau menggantungkan keberhasilan atau kebahagiaan pada selain Allah.
Benar saja, saat berjalan menuju gedung, Nia melihat Arman turun dari motor. Dan Arman juga melihatnya dari jauh. Tatapannya masih sama seperti dulu, tulus, membuat jantung Nia semakin berdebar-debar.
Apakah hati A Arman sekarang masih sama? Tulus seperti matanya? Atau memang matanya seperti itu? Tapi aku gak pernah lihat tatapannya ke orang lain seperti itu.
Ketika Nia sudah hampir mendekati Arman, ada salah satu karyawan yang menghampiri dan mengajak dia berbincang. Tatapannya buyar, tak lama mereka pun meninggalkan tempat parkir. Akhirnya Nia melewati tempat tersebut tanpa kehadiran Arman, tanpa perasaan yang tidak karuran.
***
Alhamdulillah, ternyata materi yang disampaikan narasumber seminar sangat-sangat bermanfaat untuk kehidupan Nia yang sekarang, dan mudah-mudahan untuk masa depannya juga.
Tiba di rumah, Nia tidak langsung menulis. Meskipun aktivitas tadi di kampus tidak begitu menguras energi, tetap saja dia harus istirahat dan makan siang terlebih dahulu. Salat zuhur juga tak lupa dia kerjakan. Prinsipnya sekarang, usaha harus tapi jangan berlebihan.
Nah, setelah Nia sudah merasa siap, Dibukalah laman author. Waktunya dia menulis, sambil menghayati setiap kenangan yang pernah dia alami. Tak lupa basmallah dia lantunkan sebelum jarinya menyentuh keyboard laptop.
Kalau dulu ada hari dimana Nia tidak menulis karena sibuk KKN, sekarang setiap hari dia tidak pernah lupa untuk menulis, walau sedikit. Karena itu sudah menjadi tekadnya.
Lama-lama jari Nia lelah juga. Akhirnya dia istirahat sebentar, sambil menyempatkan diri untuk membuka Instagram.
"Yah ...," keluh Nia saat menemukan salah satu postingan dari akun penerbit.
"Ternyata kalau mau terbit viewrs-nya harus minimal 8000 dulu."
Nia berpikir sejenak.
"Udahlah gimana nanti, yang penting sekarang nulis aja dulu."
Nia mengela nafas.
"Semoga nanti ada jalan buat terbit, mau itu berbayar atau gratis."
"Kalau berbayar semoga ada rezekinya."