Sebening Cinta Sabrina

Ahliya Mujahidin
Chapter #3

Haruskah Aku percaya?

Aku bergegas memasuki sekolah Dania karena sudah kupastikan Dania menungguku lama. Aku terlambat menjemputnya karena di butik sedang ramai dan aku harus menangani tamu. Sudah hampir satu jam aku belum menjemput Dania. Semoga Dania tidak marah padaku.

Kulihat semua pintu kelas sudah tertutup. Taman bermain pun sepi. Pandanganku mengitari sekolah Dania. Tidak ada siapa pun di sini. Ke mana Dania? Apa dia sudah pulang ke rumah? Tapi belum ada yang tahu rumahku.

Aku menuju ruang guru. Syukurlah, masih ada guru yang belum pulang. Aku segera mengetuk pintu. "Permisi," ucapku sambil mengetuk pintu.

"Iya." Guru itu menatapku, beranjak dari kursi, lalu menghampiriku.

"Saya tantenya Dania Bramasta. Apa keponakan saya sudah pulang?" tanyaku pada guru itu.

"Oh, tadi Dania sudah dijemput sama omnya," kata guru itu.

"Omnya?" gumamku.

"Iya, Mbak. Dania sudah pulang sekitar empatpuluh menit yang lalu." Guru itu menambahi.

"Bisa sebutkan ciri-ciri orang yang menjemput Dania? Masalahnya, Dania tidak memiliki siapa-siapa di sini kecuali saya."

"Dia tinggi, kulitnya putih, pakai kaus hitam dilapisi jaket coklat, celana jins hitam. Dia bernama ..." Guru itu menggangtungkan kalimatnya.

"Siapa, Bu?" tanyaku.

"Maaf, Mbak, saya lupa namanya. Tadi dia sudah izin dengan gurunya Dania. Saya hanya menyampaikan saja pesan gurunya Dania." Dia menambahi.

Aku menghela napas. "Terima kasih. Saya pamit."

Guru itu mengangguk.

Aku bergegas pergi. Barangkali Dania sudah sampai di rumah, lebih baik aku pulang ke rumah. Hatiku masih bertanya-tanya tentang sosok laki-laki yang menjemput Dania. Apa Damian yang menjemput Dania? Tapi, kenapa dia tak ijin padaku terlebih dulu.

Aku tiba di depan gerbang rumah. Kulihat mobil putih terparkir di bahu jalan. Aku segera memasuki gerbang ketika mengenali mobil itu. Kulihat Dania bersama Damian sedang bermain di teras. Aku berjalan cepat menuju teras.

"Dania!" seruku ketika hampir sampai di teras.

"Bunda!" Dania beranjak dari duduknya dan berlari ke arahku.

Aku memeluknya, menciumi ubun-ubunnya. "Dania dari mana saja? Bunda mencarimu, Sayang. Kamu bikin panik Bunda." Aku masih memeluk Dania erat. Aku takut jika terjadi apa-apa dengannya.

"Dania kuajak jalan-jalan."

Aku menoleh ke arah Damian. Aku merasa kesal dengannya. "Dania masuk ke dalam. Ganti pakaian, pakaian kotor masukkan ke keranjang, cuci kaki, lalu kerjakan PR di kamar." Aku mengintruksi Dania.

"Tapi Dania masih mau main." Dania merajuk.

"Dania masuk ke dalam atau Bunda marah?" Aku menatapnya.

Dania menunduk. "Iya, Bunda." Dania berjalan menuju pintu.

Aku berjalan menuju pintu, membukanya dengan kunci, dan Dania pun masuk. "Nanti Bunda menyusul. Dania masuk dulu," kataku pada Dania.

Dania hanya patuh tanpa suara. Aku pun menutup pintu, lalu menatap Damian.

"Apa sebenarnya tujuanmu? Kenapa kamu menjemput Dania tanpa izin dariku? Apa kamu tau aku khawatir dengan Dania?" Aku menatap Damian tajam.

"Aku berhak atas Dania. Aku Pamannya." Damian menatapku.

"Tolong, aku serius."

"Aku tidak pernah main-main dengan apa yang sudah keluar dari mulutku!" Damian berkata tegas.

Aku menggeleng tak mengerti.

"Jujur saja padaku jika kamu, Ana, istri kakakku. Tak perlu kamu berbohong jika kamu tantenya Dania. Dan tak perlu bersembunyi di balik jilbabmu itu agar kamu tidak dikenali lagi. Dan tak perlu kamu beralasan jika kamu meninggal dunia untuk mengubah identitas dirimu sendiri." Damian berkata yang tak kumengerti.

"Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kamu ucapkan." Aku menatapnya bingung.

Damian melangkah maju, lalu mencengkram bahuku. Ia mendorong tubuhku ke dinding. "Kenapa kamu harus berbohong dan lari dari kakakku? Apa kamu tahu kakakku sangat mencintaimu? Seharusnya kamu tidak melakukan semua ini pada kakakku, meninggalkannya di saat dia sangat mencintaimu," geram Damian.

"Tolong lepaskan aku. Aku benar-benar tidak mengerti dengan kata-katamu. Aku sabrina, adik dari Kak Diana, ibunya Dania." Aku mejelaskan. Tatapanku masih padanya. Dia terlihat marah.

Damian melepaskan kedua bahuku. "Buktikan semuanya." Damian lalu duduk di kursi.

Aku meraih ponselku dari dalam tas. Kutunjukkan fotoku bersama Kak Diana. "Mungkin ini bisa membuatmu percaya." Aku menyodorkan ponsel pada Damian.

Damian menerima ponselku dan mengamati foto yang ia lihat. "Lalu di mana Ana?" tanya Damian tanpa menatapku.

"Ana yang mana?" tanyaku.

"Kakakmu." Dia menatapku.

"Dia sudah meninggal limabelas hari yang lalu. Dia mengalami kanker rahim stadium akhir." Mataku berkaca.

Suasana hening.

Damian meletakkan ponselku di meja. "Lalu siapa namamu? Bukankah nama Sabrina adalah nama ibunya Dania?" tanya Damian.

"Aku masih belum percaya padamu. Aku tidak bisa bercerita tentang kehidupanku dan kakakku lebih banyak lagi padamu sebelum aku tahu jika kamu benar-benar adik dari ayahnya Dania." Aku menolak. Aku memang belum percaya pada Damian.

Damian pun mengeluarkan sesuatu dari dalam jaketnya. Dua lembar foto ia letakkan di atas meja. "Itu kakaku dan kakakmu. Mereka menikah enam tahun yang lalu. Dua bulan pernikahan mereka, kakakmu hamil. Entah kenapa tiba-tiba kakakmu sengaja menjebak kakakku dan menuduh jika kakakku berselingkuh dengan wanita lain. Dan kakakmu mengaku jika bayi yang dia kandung bukan anak kakakku. Kakakku mengusir kakakmu dari rumahnya. Beberapa bulan yang lalu, kakakku bertemu dengan laki-laki yang diakui kakakmu adalah ayah dari Dania. Selanjutnya nanti kamu akan tahu sendiri dari kakakku." Damian bercerita.

Apa saat itu Kak Diana tahu jika dirinya mengidap penyakit kanker? Tapi kenapa Kak Diana bisa hamil? Kenapa Kak Diana melanjutkan kehamilannya sedangkan itu berakibat pada kesehatannya? Apa maksud Kak Diana meninggalkan suaminya? Aku tak mengerti dengan semua ini. Lalu Dania anak siapa? Apa Damian sedang menjebakku?

"Kakakku sudah melakukan test DNA Dania. Lusa dia akan ke sini untuk menjelaskannya padamu sekaligus menjemput Dania. Hasil test itu positif jika Dania adalah anak kakakku."

Aku segera menatap Damian. "Nggak. Ini nggak mungkin." Aku masih tidak percaya.

Lihat selengkapnya