SEBENING SENJA

Tia Dia
Chapter #2

Bab 1 - Siapa Dia?

"Bening, besok aku dan Umi diundang ke pondok Kiyai Hafidz. Kamu ikut, ya?" ajak Ning Zil. Ia adalah guru sekaligus sahabat Bening saat masih menjadi murid di Pondok Al Jabbar ini.

Siang ini Bening sengaja bertandang ke pondok karena waktu kerja yang senggang. Sudah hampir satu tahun ia kembali ke Jogjakarta dan menerima tawaran pekerjaan di kantor tour and travel. 

"Sekalian ketemu sama Evi. Sudah lama, kan, kalian tidak ketemu?" lanjut Ning Zil. Bening hanya tersenyum ragu. 

Saat masih tinggal di pondok, mereka selalu bertiga bersama Evi, sahabat Bening yang juga sama-sama tinggal di Pondok ini.

Evi dan Bening kuliah di kampus yang berbeda. Keduanya dipertemukan takdir di tempat ini. Dulu sistem pesantren tidak seperti sekarang yang menyatu menjadi kurikulum pembelajaran.

Setelah lulus, Bening sempat menjalani pengabdian di pondok selama satu tahun. Kemudian pulang kampung karena rencana pernikahannya, tak lama Evi dilamar oleh seorang putra Kiyai pengasuh pondok As Salam--Gus Qirom. Beliau masih sepupu Ning Zil. 

"Insyaallah, tapi saya tidak janji, Ning Zil." Jujur dalam hati kecilnya, Bening masih enggan bertemu siapa pun. Ia hanya menghabiskan waktu di tempat kerja, kontrakan dan sesekali ke pondok. Bukan karena belum move on dari kejadian setahun lalu, tetapi lebih karena canggung dan minder.

"Kok, gitu? Ayo toh, Bening. Siapa tahu ketemu jodoh di sana." Ning Zil menggoda gadis yang siang ini memakai bergo biru muda itu. Tanpa disadari uacapannya membuat Bening tertohok. Selain rasa minder, ada cubitan kecil terasa di dalam sana.

"Hus, kamu aneh-aneh aja, Nduk." Tiba-tiba Bu Nyai Rukayah muncul dari pintu depan. Sepertinya obrolan kedua gadis itu mencuri rungunya. 

"Loh, siapa tahu, toh, Mi." Ning Zil melirik sungkan ke arah Bening.

"Saya masih belum siap." Bening menjawab serileks mungkin, meski dengan senyum yang dipaksakan.

"Sudah setahun, Bening. Sampe kapan terus-terusan bersembunyi? nanti malah jadi ansos, loh." Ning Zil menambahkan. 

"Tapi yang dibilang Zilah ada benarnya, Nduk." Bu Nyai Rukayah akhirnya menyamakan pendapat. 

"Insyaallah, Bu Nyai, insyaallah saya pastikan bada asar. Nanti saya kabari lewat watsap." Bening mempertimbangkan. 

"Saya pamit ke ruang admin dulu, nggeh, jangan lupa kabari, loh. Aku harap, sih, jadi ikut." Ning Zil terus saja membujuk.

Lihat selengkapnya