SEBENING SENJA

Tia Dia
Chapter #10

Bab 9 - Niat yang Masih Terpanjat

Tarhim sudah terdengar syahdu, usai menunaikan salat malam dilanjut dengan muroja'ah. Dua juz Bening selesaikan sebelum waktu subuh tiba. 

'klunting'

Terdengar notifikasi pesan dari ponselnya. Tertera nomor dengan nama Ummi-ku. 

[Assalamualaikum, Bening. Sehat, nak? Ada yang ingin Umi bicarakan sama kamu. Kalau tidak sibuk, kabari, ya. Wassalam.]

Hati Bening berdebar setelah membaca pesan dari sang ibunda. Ia berpikir untuk membalas setelah salat subuh, tetapi ponselnya kembali menjerit. Kali ini suara panggilan masuk.

"Assalamualaikum, Mi."

"Waalaikumsalam. Bening, sehat, Nak?"

"Alhamdulillah, Mi. Ada apa, kedengarannya penting sekali?" 

"Maaf, Umi telpon subuh-subuh. Kalo siang, takutnya kelupaan."

"Tentang apa, Mi?"

"Bening, Umi mohon kasih Nak Defri kesempatan lagi. Dia sedang berusaha meyelesaikan dokumen itu sesegera mungkin."

Bening menghela napas berat mendengar kabar yang sudah hampir ia lupakan selama setahun ini. Membuatnya semakin bingung.

"Mi, kalau statusnya masih sah suami orang, jangan paksakan mereka pisah hanya karena keinginan sepihak dan merugikan yang lainnya."

"Mereka sudah pisah, Ning. Setahun sebelum memutuskan melamar kamu, Nak. Hanya surat-suratnya saja yang masih belum keluar." 

"Mi, maaf. Tapi apakah harus sama A Defri?" Bening memelas, hatinya sudah sangat lelah.

"Bening, Umi hanya berharap kamu dapat pendamping yang dekat dengan Umi sama Ama. Dari dulu Umi maunya kamu sama Defri. Kamu terlalu lama memberi keputusan, jadi dia nikah sama orang lain." Bu Siti terdengar mulai protes tentang sikap Bening dulu. 

"Pokoknya Umi dan Bu Haji Ina sudah sepakat akan membantu Defri untuk segera menyelesaikan surat-suratnya. Defri orang baik, Bening. Keluarganya pun jelas. Apa lagi yang kurang? Tolong dipikirkan!" lanjut Bu Siti lagi.

Lihat selengkapnya