SEBENING SENJA

Tia Dia
Chapter #12

Bab 11 - Kabar yang Tak Diharapkan

Ada dua jenis sabar, yaitu saat tidak mendapatkan sesuatu yang kamu inginkan dan saat mendapatkan sesuatu yang kamu inginkan.

_Ali bin Abi Thalib_

Bening rupanya harus menumbuhkan rasa sabarnya saat ini. Terhadap sesuatu yang diharapkan dan tidak ia harapkan. Satu kali dering tak Bening loloskan.

Bimbang, antara membuka percakapan dengan Defri atau mengabaikannya. Ponselnya kembali berdering. Gadis itu masih mematung, memandangi ponsel yang terus berteriak. Saat Azan Magrib berkumandang, Bening menghela napas lega. Ia pun hanya membalas dengan berkirim pesan.

[Maaf, saya Salat Magrib dulu]

Secepat waktu terkirim, pesan itu langsung tertanda dua garis biru.

[Iya, maaf ganggu. Kapan saya bisa telpon?"]

Bening mendesah. Membuang ponselnya sembarang ke atas kasur. Kemudian segera menunaikan Salat Magrib dan bermunajat mengusir kebimbangan.

Gusar dan bingung. Sementara jawaban dari Bu Nyai Rukayah belum pasti tentang seseorang itu. Ia pun hanya berpasrah pada yang Kuasa mengenai siapa yang akan ditakdirkan menjadi pendamping hidupnya.

Belum lagi selesai mengucap "Aamiin" diakhir doa setelah salat, ponselnya kembali bersuara. Bening hanya menoleh ke arah benda pipih yang berkedip-kedip di atas kasur seraya menuntaskan munajatnya. Berat hati melihat nomor yang tampak di layar. Belum ia simpan di daftar nama, tetapi ia hafal nomor yang baru saja mengirimnya pesan tadi. Defri. Bening menarik napas dalam dan mencoba tetap tenang.

"Assalamualaikum," sambut Bening.

"Waalaikumsalam. Ah, akhirnya." Terdengar suara dari seberang dengan napas yang berembus lega.

"Akhirnya, apa?" Bening heran.

"Apa kabar dulu dong, kamu sehat aja, kan?" Tanpa menjawab rasa heran Bening, Defri langsung menyerobot. Seolah semuanya baik-baik saja. Berbeda dengan Bening yang merasa tak wajar dengan kembalinya kabar Defri dan berkomunikasi lagi.

"Alhamdulillah, baik." Bening hanya menjawab singkat tanpa bertanya balik.

"Bening, bisa saya bicara?" Suara Defri terdengar lebih serius.

"Ya, kan, udah saya angkat telponnya." Intonasi suara Bening masih datar. Terdengar kekehan kecil dari seberang.

"Maksud saya, tidak leluasa ngobrolnya kalo ditelpon. Bisa kita ketemu?" Pertanyaan itu membuat Bening ingin segera menyelesaikan percakapan. Jelas dia tidak ingin bertemu saat ini. Apalagi untuk membicarakan hal yang sudah ia lupakan dan tak ingin dibahas lagi.

Lihat selengkapnya