Banyak momentum terlewati, yang tak sempat kuabadikan dalam tulisan selama lima tahun terakhir. Sejak menikah, memiliki anak hampir setiap tahunnya, ditambah keputusan untuk terus melanjutkan kuliah, membuatku nyaris kesulitan untuk menulis sebuah buku.
Ya, kebiasaan menulis buku harian setiap hari sejak usia 12 tahun tak kulakukan lagi sejak aku menikah. Suamiku, Ory Vitrio Abdullah, telah menjadi pengganti buku harianku. Beliau adalah pendengar terbaikku, setelah Allah sebagai sebaik-baik Pendengar tentunya.
Banyak peristiwa terjadi dalam perjalanan hidup selama lima tahun ini. Aku terus tumbuh dan berproses. Aku menemukan hal-hal baru. Aku bertemu dengan orang-orang baru yang mengubah cara pandang, cara berpikir, dan cara mengambil sebuah keputusan.
Namun, setiap pilihan hidup yang kuambil, telah membawaku di titik takdir saat ini. Keputusanku menikah dengan Bang Ory, begitu biasa suamiku kupanggil, didahului syarat pranikah. Syarat itu adalah: “Izinkan aku belajar dan menuntut ilmu setelah menikah nanti.”
Dan persyaratan ini telah membawaku menjelajahi bumi Allah atas dukungan dan ridhanya.
Buku ini menceritakan rangkaian perjalananku dalam mempelajari Islam dan kehidupan Muslim di beberapa negara selama tahun 2017. Lebih tepatnya lagi, selama aku mengandung anak ketiga. Tulisan ini tentu saja sangatlah subjektif karena merupakan bagian dari refleksi personal dari seluruh pengalaman itu—sejauh yang dapat kuingat dan refleksikan.
Pada 2017, aku mendapatkan dua beasiswa dari Australia-Indonesia Institute (AII) melalui program Muslim Exchange Program (MEP) dan The Goethe Institute (Lembaga Budaya Republik Federal Jerman) melalui program Kehidupan Kaum Muslim di Jerman, yang bekerja sama dengan Universitas Paramadina. Melalui kedua lembaga tersebut, aku memiliki kesempatan untuk mengenal lebih dalam denyut nadi kehidupan masyarakat Muslim di Australia dan Jerman.