Sebentar

eSHa
Chapter #2

Gerimis Awal

Tanpa kusadari awan menjadi kisah klasik yang paling sering kuceritakan sampai saat ini. Mungkin karena dengannya hari-hariku selalu penuh dengan tawa, walaupun aku sering sekali membuatnya kesal. Sepele, biasanya hanya karena dia lama membalas sms dan tidak mengangkat telpon dariku. Dia tidak pernah meluapkan kekesalannya dengan amarah, pada akhirnya hanya lawak versi dia itulah yang selalu berhasil membuat aku terbahak.

Seperti hari itu, saat kami berencana untuk bertemu yang kesekian kali. Aku lupa sudah berapa lama sejak kami bersama-sama, dengan kesibukan yang berbeda memang buat kami agak susah mengatur waktu untuk bertemu. Hari itu aku libur dan awan hanya memiliki satu kelas pagi, kami berencana untuk menghabiskan waktu bersama.

Aku rasa kami tidak terlalu tua untuk menceritakan teknologi yang masih belum secanggih saat ini, maksudku pada saat itu video call belum semudah sekarang, aplikasi chatting juga masih dominan dengan sms. Sebenarnya ada blackclberry messenger saat itu, namun masih belum bisa digunakan semua orang karena harganya yang selangit. Aku lupa apa aplikasi chatting lain sudah ada namun belum populer atau memang pada saat aku dengan awan mereka masih belum tercipata. Karena itu aku akan membuat ponselnya sangat berisik dengan dering telepon dariku saat dia menghilang terlalu lama.

'Aku beres kelas jam 10-an yah. kalo gak ada apa-apa aku langsung jalan, paling telat jam 11-an.'

Pesannya yang kubaca pagi hari saat aku membuka mata. Jujur saja aku selalu gembira saat akan bertemu dia, jadi aku selalu idak sabar sejak kami membuat janji. Tapi hanya itu pesannya yang kuterima, setelah aku membalasnya bahkan pesan-pesan lain setelahnya aku tidak mendapatkan respon apa-apa lagi. Aku kemudian mulai menerornya dengan beberapa panggilan telepon dan sms yang menumpuk. Sekitar setengah sebelas siang itu dia baru menghubungiku. Aku mengangkat teleponnya dengan mood yang sudah sedikit kacau, ketika dia memanggil 'yaaang' aku hanya diam. Awan tahu aku sedang kesal tapi dia bisa menahan diri untuk tidak balik menyerangku dengan kekesalan yang sama.

"Halloo, kok gak ada suaranya siih."

katanya lagi, dan aku tetap diam.

Suara di balik teleponnya masih cukup ramai, sepertinya dia masih berada di kampus. Awan memancing aku untuk mau bicara, tiba-tiba dengan jelas dia bilang pada salah satu temannya

"Gua ikut aja deh."

"Lu bilang mau pergi."

Timpal temannya yang kudengar samar,

"Gak jadi deh kayaknya, ini telpon nya aja gak nyambung-nyambung."

Walau berucap begitu, dia tetap tidak menutup telepon denganku, langsung aku memanggil namanya dengan nada kesal,

"Awaaan."

"Apaa yaang apaa.'eh nyambung deng, gak jadi ikut gue. (hahaha)"

Setelah menjawabku dia langsung bicara lagi pada temannya yang juga mulai kesal,

"Gak jelas lu, jadi gak!?"

"Enggak, gue mau ngedate hahaha"

Saat suara latarnya sudah mulai sunyi, awan kembali menyapaku,

"Kamu dimana yaang ?, aku masih di kampus mau balik kosan sebentar abis itu langsung jalan."

"Kenapa gak bales-bales dari tadi?."

"Ini kan aku nelpon."

"Tadi kemana?"

"Aku masih di kelas tadi. kamu udah jalan?."

"Belum."

"Mau jalan?."

"Gak tau!."

"Mau diakod? (mau digendong?)"

"Teuing ah!"

"Jangan teuing dong. masa nanti aku pergi kamunya enggak, aku jemput yaah?!."

"Gak usah."

"Gak jadi ketemu niih??."

"Jadi!."

"Ya udah, aku ngagaya heula atuh. kan mau pacaran, kamu emang moal ngagaya?."

"Ya udah cepetan, aku tinggal berangkat ini."

"Iyaa iyaa, see you yooong"

Ada panggilan gemas 'ayang-iyong' yang kami gunakan saat itu, tapi tidak jelas juga siapa ayang siapa iyong, kami memanggil sesuka kami saja (hahaha).

Aku masih saja tidak tahu banyak tempat yang bagus untuk kami saat itu di Bandung, awan masih sedang berusaha mengenal Bandung lebih dalam, jadi tolong jangan tertawakan kami dengan tempat-tempat yang kami pilih untuk bertemu karena pada akhirnya kami kembali bertemu di sekitar kepatihan.

Aku mendapat referensi dari teman-temanku yang lebih tua tentang bioskop murah saat itu. Adalah Galaxy yang berada di Kings. Aku sudah beberapa kali kesana dengan teman-temanku, memang galaxy adalah tempat pertama kali aku tahu seperti apa itu bioskop. Karena baru galaxy yang aku tahu, jadi aku mengajak awan kesana hari itu. Lalu entah bagaimana kami berakhir di timezone kings. Tentu saja sebelum bangunannya terbakar dan menjadi sebagus saat ini.

Bila mengingat kembali momennya, perasaan yang hidup dalam hatiku saat itu terasa kembali mekar untuk sesaat. Entah bagaimana bentuk kami pada waktu itu, sikap labil peralihan dari remaja menuju dewasa mungkin sangat mendominasi. Satu waktu amat ingin terlihat sebagai orang dewasa yang elegan dengan apapun yang kami lakukan, namun di waktu yang lain sikap kekanak-kanakkan kami juga belum menghilang. Walau kami menyadari itu, tapi kami tidak peduli selama yang kami lakukan membuat kami senang.

Kami sudah menghabiskan cukup banyak energi di timezone sampai rasanya tenggorokanku kering sekali. Aku mengajak awan untuk berhenti dan mengisi ulang amunisi,

"Yaaaang iiiih, laparrr. hayu makan dulu."

"Kamu maaah lapar waeee ahhh."

"Capek tau dari tadi ih."

"Ya udah hayu makan dulu."

Sambil berjalan keluar area permainan kami diskusi mau makan apa, tapi ditengah obrolan, topik awan berubah,

"Yaang gak usah jadi nonton yaah?!."

"Naha? duit kamu abis yah? (hahaha)."

Aku menggodanya dengan senyum dan tatapan tanpa kedip kearahnya,

"Huuuuu sotooooy, loba keneh taaaaaah."

Jawab awan sambil memamerkan dompetnya,

"Terus kenapa gak jadi?."

Lihat selengkapnya