Sebentar

eSHa
Chapter #3

Balik Kampung

Setelah hampir lima bulan bersama-sama dengan awan, ada banyak hal ajaib yang aku pelajari darinya. Dia tidak berasal dari daerah yang terlalu jauh, bagiku Sukabumi bukan wilayah yang asing walaupun aku belum pernah menginjakkan kaki di sana. Tapi setiap kali bicara tentang rumahnya awan menggambarkan seakan-akan tempat itu berada di ujung dunia, apapun yang kami lakukan selalu ada kalimat,

"Kalo di sukabumi yah, bla bla bla."

Kurasa aku mulai jatuh cinta pada awan dengan segala pesonanya. Jangan membayangkan wajahnya yang tampan, tidak, dia biasa saja. Kulit cokelat yang semakin menggelap dengan rambut agak gondrong berponi, kadang membuat aku bertanya-tanya sendiri kenapa aku begitu takut kehilangannya. Ternyata yang memikat dari awan memang bukan paras wajahnya, tampang yang diakuinya biasa saja itu terdukung dengan kesabaran yang menjulang tinggi, kecerdasan yang tidak terduga, dan selera humor yang tidak ada habisnya. Aku mengagumi awan dengan sifat apa adanya yang dia miliki, tidak berlebihan dan tetap tenang menghadapi kerewelanku yang tidak pernah selesai.

Sore ini kami sedang menghabiskan waktu di braga, di tengah keramaian itu awan pamit padaku untuk pulang ke Sukabumi,

"Aku senin udah gak ada kuliah yaang, kayanya mau balik ke Sukabumi."

"Hmm, okey okey."

"Jawaban macam apa itu, hmm okey okey???."

"Haha terus aku harus jawab apa?."

"Emang gak ada jawaban lain yang bisa kamu omongin? gak peduli banget kayaknya, heran."

"Iyaa maaf. hati-hati saayang."

"Kamu jangan kangen yaa, aku ke luar kota seminggu."

"Emang kalo kamu di Bandung, kita sering ketemu?."

aku langsung membuat serangan padat, 

"Tapi aku bakal lebih sibuk kalo pulang, bakal lebih jarang pegang hp."

"Iyaa gak apa-apa, enjoy disana. berangkat kapan emang?."

"Selasa atau rabu deh. mau dilukis gak yaang?."

tiba-tiba topiknya berubah saat kami melewati para pelukis di jalan itu,

"Enggak, kamu aja sana."

"Ih kenapa?, kan bagus."

"Ya udah kamu sana."

"Aku juga gak mau, tapi aku suka liat orang ngelukis, tangannya hebat banget."

Pertemuan sore ini tanpa drama seperti biasanya, sekarang kami sudah punya sedikit referensi tempat untuk dating, tidak melulu di sekitar kepatihan dan alun-alun Bandung, lumayan lah.

***

Singkatnya awan berangkat ke Sukabumi, entah kenapa aku juga tidak ribet seperti biasanya. Kupikir, aku tidak mau mengganggu hari-harinya di rumah. Ini sudah malam ketiganya disana, sama persis seperti dua hari sebelumnya dia meneleponku jam delapan malam, bedanya kali ini dengan suara latar yang cukup ramai.

"Yaaaang aku mau barbeque-an."

 "Pantesan rame. ya udah telponnya nanti lagi aja."

 "Enggak aah, aku sengaja nelpon ngabibita [4] kamu."

 "Iseng banget sih hidup yaang."

 "Kalo gak gitu kita gak happy (hahaha)."

 "Ada siapa aja yaang?"

 "Adaa banyaak niih, ada si juned, si maman, si ula '(si maman saha ai aa ?) teuing maman we pokoknamah'"

Suara di belakang awan bertanya bingung siapa yang awan sebutkan dan awan hanya menjawab seenaknya. Ternyata dia memang menyebutkan sembarang nama kecuali ulla.

"Siapa yaaang?."

"Itu? .. selingkuhan aku."

"Oh, kenalin dong sini."

"Ngambek dong yaang pura-pura nya teh."

"Enggak aah, aku mau ngikutin selingkuh aja."

"Enggak deeng bukan, akunya juga gak mau si ulla mah tara mandi tau yaaang."

Suara pukulan yang kudengar samar dia bilang menghantam tubuhnya, tapi hal itu membuatku ikut tertawa, ternyata ulla adalah adik sepupunya. Selain suara pukulan aku juga mendengar suara ulla yang balik menyerang awan dan sedikit berteriak memanggilku,

"Aa tah nu tara mandi makana hideung. 'teeeh jangan mau teeh si a awan mah mandina ge tayamum'"

Aku masih terkekeh mendengar keributan mereka, bahkan di belakang mereka masih ada suara ramai lainnya lagi. Kemudian aku mendengar awan bicara pada orang lain lagi 'enya kela kela' [5] katanya, lalu awan memberikan teleponnya pada ulla, 

'Ulla yeuh ajak ngobrol heula - "yaaang ngobrol dulu sama si ulla yaah." 

'Ngobrol naon aa iiih'. 

'Naon wee da sagala apal si eta mah.'

Lihat selengkapnya