"Eh, Ta, kamu tau gak harga keris ini berapa kalau dijual?" Sambil menyendok nasi dari magic com ke piring, Nirwa mengalihkan perhatian Djata dari keingintahuannya.
"Aku enggak tahu apa-apa soal keris. Emang mau kamu jual?" tanya Djata sembari meraih piring berisi nasi yang disodorkan Nirwa.
Gadis itu kembali menuangkan nasi ke piring, kali ini untuk dirinya sendiri, lalu duduk bersila saling berhadapan dengan Djata. Gantian Djata yang mengambilkan potongan ikan untuk Nirwa.
"Enggak, aku tadi dapet cerita kalau dijual, ini keris kuno, jadi bakal laku puluhan juta loh, Ta!"
"Wah! Kalau gitu kamu harus hati-hati. Bahaya kan kalau ada yang tahu dan punya niat jahat."
Nirwa mengiyakan. Hening sejenak menjeda bincang ringan yang hangat, keduanya menikmati makan malam ditemani hujan yang mereda lalu kembali deras.
Djata tak menyerah dengan pertanyaan tentang perasaan Nirwa pada Jagad. Ia kembali mengungkitnya di antara makanan yang ditelan dan suapan baru. "Aku serius nanya, kamu suka sama Jagad?"
Nirwa menelan cepat nasi lauk yang sedang dikunyah, lalu meneguk kopi yang belum habis demi melancarkan saluran cerna yang terasa terhambat. Ia diam sejenak, berpikir dan memilah kata yang tepat untuk menerjemahkan perasaannya.
Rasa terima kasih yang mendorong Nirwa untuk membuka hati, bersikap ramah dan menaruh percaya pada Jagad sambil mencari sesuatu yang bisa ia lakukan untuk membalas utang budinya.
"Mungkin ... aku suka karena dia baik. Dan, dia banyak banget bantu aku soal kuliah sampai nemenin aku ke sana sini. Aku sampai enggak tahu gimana cara membalas kebaikannya. Kamu juga tahu kan, Ta, enggak gampang buat aku deket sama orang."
"Hmm. Gimana kalau Jagad suka sama kamu? Kalau enggak suka sama kamu, kurasa dia gak akan berusaha sampai seperti itu."
"Ya enggak apa-apa kan hak dia buat suka? Emang gak boleh?"
"Iwa ... kamu tahu kan maksud aku gimana. Bukan apa-apa, aku cuma pengen kamu berhati-hati sama laki-laki dan mempersiapkan hal seperti itu biar enggak kaget. Aku juga pengen kamu jaga diri kamu sebaik-baiknya, itu aja."
"Iya Ta, aku tahu kok. Kamu tenang aja. Gak usah sok over protektif gitu, nanti akunya enggak mandiri, bergantung sama kamu terus. Lagian kamu juga laki-laki, aku harus hati-hati juga?" Nirwa membalas Djata dengan melontarkan apa yang terlintas di kepalanya lalu tertawa jahil.
"Aku pengecualian dong!" Djata bela diri.
Malam melarut dan hujan tak mau reda. Nirwa gelisah karena memikirkan tempat untuk Djata menginap. Melihat kegelisahan Nirwa, Djata berjalan ke teras.Tak terlihat satu pun tukang becak yang biasa mangkal di depan warung telepon yang bisa mengantarnya mencari penginapan terdekat. Djata kembali ke ruang tamu dan meminta Nirwa menemaninya ke rumah utama menemui bapak kos.