Sebilah Silsilah

Mila Phewhe
Chapter #19

Jeda Sejenak

"Maaf ya, Wa. Aku enggak bisa ke Jogja minggu ini." Nirwa mendengar suara Djata dari gagang telepon. 

Kecewa segera mengusir harapan yang terlanjur membumbung. Banyak hal yang ingin Nirwa tumpahkan dari dada dan kepalanya. Sesak dan penat yang teramat pekat. 

"Iya, enggak apa-apa," ucapnya seperti biasa. Ia tak mau Djata membaca gelisahnya. 

Gagang telepon Nirwa letakkan pada tempatnya, usai Djata mengakhiri panggilannya. 

"Mbak Nirwa, sini sebentar. Ibu mau ngobrol. Nih, ada jajan pasar, belum sarapan kan?" Ibu Kos menarik lembut lengan Nirwa menuju ruang tengah. 

Televisi menayangkan film kartun. Nirwa tak tahu apakah Ibu Kos memang suka menonton film kartun atau hanya sekedar memecah hening di rumah yang terasa sepi. 

Teh hangat telah tersaji di meja, sepertinya dibuat ketika Nirwa masih berbincang dengan Djata. Lumpia, tahu telur, dan putu ayu tertata di atas piring.

"Ayo dimakan!" Piring didorong mendekat ke hadapan Nirwa oleh Ibu Kos.

Nirwa meneguk teh hangat sebelum mengambil putu ayu yang tampak enak, hijau segar dengan taburan kelapa parut berwarna putih di atasnya. Dikunyahnya pelan sambil menikmati rasa manis kue bolu dan gurih kelapa yang bercampur di dalam mulut sambil menunggu Ibu Kos memulai ceritanya. 

"Mbak Nirwa, kalau kamarnya pindah ke dalam sini mau enggak? Anak ibu yang di Jakarta kena PHK. Jadi, dia sama istrinya mau pulang kesini bulan depan. Sepertinya, menantu ibu enggak akan nyaman kalau harus serumah dan rebutan dapur sama ibu. Mbak Nirwa kan sudah ibu anggap anak sendiri, jadi enggak perlu sungkan sama ibu. Oh, iya, sini lihat kamarnya dulu!" 

Nirwa mengikuti langkah cepat Ibu Kos menuju sebuah kamar kosong yang perabotannya lengkap dan tertata rapi. Ruang kamarnya sekitar tiga kali empat dengan jendela besar di sisi selatan, hampir sama dengan kamar di paviliun yang ia tempati.

"Mas Djata kemarin tidur di sini. Gimana, mau ya pindah ke kamar ini?" tanya Ibu Kos lagi.

Nirwa mengangguk, bukan karena mau tapi karena tak tahu bagaimana harus menjawab tanpa menyinggung perasaan orang yang tengah berbaik hati padanya. 

Ibu Kos tampak lega. Nirwa kembali ke paviliun dengan gamang. Hari itu, tak ada keinginan Nirwa untuk kuliah atau pergi ke mana pun. Ia hanya ingin meringkuk dalam kamar, kalau bisa tidur seharian agar otaknya berhenti berpikir. Dikuncinya pintu rumah dan membiarkan jendela tetap tertutup gordyn.

Kepala Nirwa terasa penuh, ia tahu hatinya lara tapi entah mengapa tak ada air mata yang bisa keluar dari sudut-sudut matanya.

Apa yang salah hingga ia harus mengalami semua kejadian pahit secara bersamaan. Bagaimana ia harus menjalani hari-hari mendatang dengan neraka dalam jiwa? 

Ia tak mungkin menghindari Nalar di kampus karena lelaki itu dosennya. Dengan begitu, gosip akan semakin menyala. Ia tak bisa menolak pindah kamar padahal tak akan nyaman berada di rumah utama. Ia pasti kikuk setiap hendak keluar dari kamar dan bertemu bapak ibu kos.

Belum lagi ide gila Jagad yang tiba-tiba terlontar semalam, sebelum pulang. Memang, Jagad berkata ide pacaran pura-pura itu hanya untuk meredam gosip yang beredar. Juga untuk membungkam Bu Kasih yang sepertinya akan terus mencecar Nirwa setiap bertemu. Tapi, dengan kenyataan bahwa Jagad menyukainya dan mungkin Nirwa juga, ide itu jadi terasa konyol. Betapa tidak romantisnya sebuah hubungan romantis yang diawali dengan kepura-puraan.

Gadis itu semakin stres memikirkan kerisnya yang hilang. Entah ke mana harus mencari. Meski sudah meminta bantuan polisi, ia tak yakin bisa menuai hasil. Yang paling menyiksanya adalah rasa bersalah pada Bapak dan Om Suta karena ia tak bisa menjaga amanah yang dititipkan. 

Nirwa mematikan lampu kamar, juga radio yang sejak bangun pagi tadi terus bernyanyi. Dipeluknya boneka kodok dari Djata sambil meringkuk di atas kasur, berusaha keras untuk terlelap. Ia tak mau keluar rumah atau bertemu siapa pun hari ini. 

Nirwa memejamkan mata menjemput mimpi, tapi usahanya sia-sia. Yang singgah adalah pikiran-pikiran buruk dan rencana untuk meninggalkan semuanya. Namun, ke mana ia harus melarikan diri dari hidup?

Lihat selengkapnya