Bangunan berdinding bata merah beradu cantik dengan pohon kamboja yang tengah berbunga. Satu pohonnya berwarna kuning, satunya lagi merah muda. Ornamen gagang baja hitam panjang yang dipasang vertikal melekat pada pintu kayu jati besar, sementara di kusennya terukir dedaunan menjalar.
Bangunan dua tingkat yang berdiri di daerah Bugisan ini milik Bintang Atmaja, kolektor keris dan budayawan. Usianya mungkin sebaya Om Suta, tapi masih tampak gagah dan bugar. Tatapannya teduh dengan senyum ramah yang membuat wajahnya tampak terang. Nirwa mendadak rindu Bapak.
Sesuai janji, Nalar mengenalkan Nirwa pada temannya itu. Jagad tak mau kehilangan andil membantu Nirwa. Dari kampus usai kuliah terakhir, mereka membelah kota Jogja ke arah selatan dengan dua motor. Nirwa bersama Jagad, tentu saja.
Dipandu sang pemilik galeri, mereka melewati sebuah gang--yang lebarnya cukup untuk sebuah mobil terparkir-- di samping galeri. Di ujungnya terdapat taman yang ditata apik, dengan empat pohon tinggi di setiap sudutnya. Nirwa tak tahu pohon apa yang begitu rindang menaungi ruang terbuka hijau itu.
Mereka sampai di sebuah ruang semi terbuka di ujung benteng galeri. Ruang tanpa dinding depan, tanpa pintu dan jendela. Satu set kursi dan meja kayu jati berukuran besar hampir memenuhi ruang yang tampak nyaman bernuansa klasik.
Seorang pemuda tiba tak lama kemudian, membawa suguhan. Pada nampan kayu terlihat cangkir-cangkir dan dua teko tanah liat yang mengepulkan asap dari corongnya. Ada satu cangkir lagi berisi bongkahan gula batu. Pemuda itu menuangkan teh dari salah satu teko ke setiap cangkirnya lalu meletakkannya kembali ke atas meja. Setelahnya, ia beranjak dan menghilang ke bangunan utama.
Perkenalan mereka singkat, tak banyak basa-basi. Nalar mengenalkan dua mahasiswanya sebagai prolog, disambung cerita Nirwa tentang bagaimana kerisnya berpindah tangan.
"Memang, bagi banyak orang, keris itu semakin tua semakin kuat "isi"-nya jadi banyak yang mengincar. Tapi, menganggap keris sebagai benda mistis yang bisa mengangkat harkat dan martabat adalah pikiran yang salah. Buat Mbak Nirwa, apa makna keris yang hilang itu?" tanya Bintang menguji.
"Keris itu, peninggalan Bapak dan warisan Mbah Putri yang harus saya jaga." Raut Nirwa berubah sendu.
"Benar, pusaka memang harus dijaga. Keris adalah wadah berisi doa, harapan, dan filosofi hidup. Seperti juga wayang, yang merupakan sebuah lambang yang harus dimengerti secara mendalam tentang hubungan antar manusia, alam, kehidupan, dan Sang Pencipta. Tahu proses seorang empu membuat keris?"
"Sedikit, yang saya tahu besi dicampur bahan pamor lalu ditempa berulang kali," balas Nirwa.
"Maksud saya, bukan pengolahan kerisnya, tapi proses pengisian energinya. Seorang empu harus berpuasa paling sedikit empat puluh hari sebelum membuat keris, lalu berdoa selama pembuatan keris itu agar harapan pemesan keris terwujud. Dan, pembuatan satu keris pusaka itu bisa sampai satu tahun, loh! Bayangkan berapa banyak doa yang terucap? Jadi, bukan kerisnya yang punya kekuatan, tapi isinya, yaitu energi dari kesungguhan serta doa-doa yang dilangitkan. Paham ya?"
"Iya, Pak." Nirwa menjawab cepat sementara Jagad turut menganggukkan kepala.
"Menjual keris ke kolektor asing adalah wujud keserakahan dan kebodohan manusia. Dia hanya melihat angka demi mengenyangkan perut, sumber nafsunya. Padahal, bila mau menggunakan nalar ... bukan Nalar yang ini," Bintang sekilas berkelakar membuat para tamunya terkekeh, lalu melanjutkan, "nilai sejarahnya tidak bisa disetarakan dengan mata uang mana pun, berapa pun angka nol yang berbaris di belakangnya. Keris menjadi pusaka karena makna lambang-lambang dalam keris dianggap mampu menuntun pembuat dan pemiliknya untuk hidup secara benar, baik dan seimbang. Jadi, lucu kalau mengaku mencintai keris tapi hidup dengan cara menipu dan merugikan orang lain." Pesan yang dalam menyusupi pikiran Nirwa dan Jagad yang mendengarkan dengan perhatian penuh.
"Tentang keris Mbak Nirwa .... Saya dan teman-teman kolektor terus berupaya membeli kembali keris-keris pusaka nusantara yang dibeli kolektor asing. Jadi, saya akan ikut membantu mencari pusaka Mbak Nirwa." Kalimat terakhir Bintang melegakan Nirwa.