Sebilah Silsilah

Mila Phewhe
Chapter #24

Resah Belum Selesai

Lunga- kesah- tindak (pergi)

Kowe-sampeyan-panjenengan (kamu)

Mangan-nedha-dhahar (makan)

Nirwa melafalkan kosa kata berdasar undha usuk basa Jawa, kata-kata yang digolongkan dalam tiga tingkatan Ngoko, Krama, dan Krama inggil. Iklan surat kabar menjadi selingan di antara lagu "Mungkinkah" dari Stinky dan suara Lusy Laksita di radio. Nirwa meneguk kopi krim untuk membasahi tenggorokan kering akibat membaca lantang. Dijumputnya juga kue kering dalam toples plastik yang terbuka di atas meja. Mendengar pintu diketuk, Nirwa keluar dari kamar.

"Aku ganggu sebentar belajarnya, ya!" Tangan Jagad yang menggenggam kantung plastik diulurkan. Nirwa meraih kantung itu dan melongok isinya. Dua batang cokelat mede serta dua jus jeruk kemasan berhasil membuat gadis itu tersenyum.

"Makasih. Masuk dulu, aku bikinin kopi mau?"

"Enggak nolak!" balas Jagad girang seraya melangkah ke dalam rumah.

Jagad menawarkan diri untuk membantu bila Nirwa kesulitan memahami. Gadis itu berterima kasih tetapi menolak niat Jagad. Ia berniat mendinginkan otaknya yang terus diasah sejak pagi.

Hari pertama ujian usai sebelum tengah hari. Setelah dua minggu hanya jadi mahasiswa kupu-kupu yang kuliah lalu pulang, Nirwa meluangkan waktu untuk bersama Asti dan Jagad untuk makan siang di Bonbin.

"Nirwa bisa ngisi soalnya?" tanya Asti.

"Bisa sih, tapi enggak tau benar apa salah," jawab Nirwa yang kemudian bercerita tentang kunjungannya ke rumah Nalar.

"Ternyata, istrinya Mas Nalar baik banget, malah dia enggak peduli soal gosip aku sama suaminya. Iya kan Gad?" Nirwa meminta dukungan.

"Heem," Jagad mengangguk-angguk seraya sibuk mengunyah.

"Syukurlah kalau gitu. Kosan kemarin jadi diambil?" tanya Asti.

"Aku baru mau ke sana setelah ini," balas Nirwa.

"Ke mana? Ayo kuantar!" sambar Jagad.

Tuntas menghabiskan makan siangnya, Asti pergi ke gelanggang mahasiswa, mempersiapkan pentas teater untuk malam tahun baru. Jagad mengantar Nirwa menuju rumah kos yang beberapa hari lalu ia hampiri bersama Asti. Sayangnya, kamar yang kosong sudah diberikan kepada orang lain. Bukan salah pemilik kos karena siapa cepat dia dapat. Nirwa yang lupa memberi kepastian gara-gara pergi ke rumah Nalar hari itu. Menahan kecewa, Nirwa berpamitan pada pemilik kos.

"Mau sekalian cari yang lain? Di sekitar sini masih banyak kost-an." Jagad menawari pilihan.

"Kamu senggang?" tanya Nirwa sambil berpikir.

"Kalau buat kamu, sibuk pun aku bikin senggang, Nirwa."

Nirwa dibuat tak bisa berkata-kata. Senyum tertahan di bibirnya membuat Jagad gemas.

Tiga rumah kos di area yang sama telah dikunjungi. Pencarian berpindah ke Gejayan, jalan Kaliurang, Terban, dan Blimbingsari.

Berjam-jam mencari dan melihat-lihat rumah kos, Nirwa belum menemukan yang sesuai. Ada saja kurangnya, fasilitasnya kurang lengkap, kurang bersih, atau jaraknya terlalu jauh untuk berjalan kaki menuju kampus. Nirwa juga tak suka bila kamarnya terlalu banyak karena ia terpaksa berinteraksi dengan banyak orang nantinya. Hanya satu tempat sangat disukainya di Blimbingsari. Kosannya berupa dua baris kamar yang berhadapan, dipisahkan oleh taman yang cukup lebar. Setiap kamarnya memiliki teras dengan jendela menghadap ke taman. Individual dan persis seperti penginapan. Sayang, Nirwa harus berpikir panjang untuk menempatinya. Biaya per bulan paviliun yang ditempatinya saat ini ditambah ongkos bus sebulan belum cukup untuk membiayai kos barunya. Nirwa berpikir keras untuk mengatur ulang keuangan yang mulai pas-pasan.

Jagad menghiburnya dengan membelikan es krim dan membahas hal-hal konyol yang membuat mereka tertawa bersama. Hingga Nirwa bertanya-tanya, seperti inikah rasanya bila ia berpacaran dengan Jagad, selalu dibuat berdebar bahkan hanya dengan bertemu. Kata-kata manis Jagad terus terngiang dan kelakuannya yang apa adanya membuat Nirwa tersenyum.

Lihat selengkapnya