Sebilah Silsilah

Mila Phewhe
Chapter #26

Aura Orang-Orang Baik

"Nirwasita berarti perempuan bijaksana, nama yang sempurna buatmu."

Kalimat pertama yang dilontarkan Bintang di pertemuan pagi itu, menguatkan hati. Nirwa memberanikan diri datang sendiri ke galeri untuk mengikuti rencana Bintang. Ia bahkan memesan taksi demi waktu yang berharga. Akan terlambat bila ia menggunakan bus dengan rute memutar, berganti jalur bus yang berbeda, ditambah berjalan kaki menuju galeri sejauh empat ratus meter dari tempat turun bus.

Djata yang masih ingin menemani, terpaksa pulang ke Semarang dengan berat hati tadi malam. Nirwa mendorongnya agar tak perlu cemas, masalahnya hampir selesai dan Djata punya utang pekerjaan yang musti tuntas. Sebentar lagi, libur akhir tahun yang panjang karena berlanjut dengan libur hari raya.

Nalar dalam perjalanan di waktu yang sama dengan Nirwa sehingga mereka tiba susul menyusul dijeda menit. Bintang yang mengundang Nalar untuk terlibat dalam sebuah rencana besar.

Bersama Nalar dan Bintang, Nirwa menjemput seorang kolektor keris yang membawakan keris Nirwa dari Bali. Mereka berkendara menuju Bandara Adisucipto. Bintang duduk di samping kursi pengemudi yang ditempati Nalar, sementara Nirwa duduk di kursi belakang double cabin putih keluaran dua tahun lalu.

Ketiganya turun dari mobil dan berjalan bersama, menunggu Nyoman Bayu di pintu kedatangan.

"Kita punya agenda bikin pameran kolaborasi nanti, Nirwa ikut bantu ya," ujar Bintang tiba-tiba.

Sedikit terkejut, Nirwa mengiyakan. Kepalanya langsung dipenuhi pertanyaan yang banyak, seperti apa pamerannya, apa yang harus ia lakukan, dan banyak kekhawatiran lain yang berkelindan.

"Tenang saja, aku juga ikut kok," ucap Nalar menangkap kegelisahan Nirwa.

Seketika gadis itu merasa terhibur.

Nyoman Bayu yang Nirwa sangka seusia Bintang, rupanya masih sebaya Nalar. Berkaus dan celana jeans, ia melenggang dengan tas slempang kulit coklat tua tersampir di bahunya. Bintang menyambut lalu mengenalkan Nirwa dan Nalar. Mereka berjalan beriringan menuju double cabin yang akan membawa mereka ke Ambarukmo hotel .

Brunch, makan pagi kesiangan, di restoran dalam hotel Ambarukmo, Bintang memilih meja yang cukup untuk enam orang agar lebih nyaman.

Setelah memesan beberapa menu, Nyoman mengeluarkan kerisnya dari dalam tas kulit. Disodorkannya dua keris besar dan kecil di atas meja. Bintang meminta Nirwa meraihnya. Ia mengamati keris-keris itu dan meyakinkan Bintang kedua keris itu benar miliknya. Semua tampak lega, apalagi Nirwa. Tangannya bergetar mengusap pusaka peninggalan Bapak. Berulang kali Nirwa mengucap kata terima kasih pada ketiga lelaki yang telah membantunya segenap hati. Dimasukkan kedua keris itu ke dalam tas punggungnya.

Pisang goreng keju dan puding mangga menjadi camilan ringan dipasangkan dengan kopi panas. Nirwa menambahkan dua sendok krim pada kopi hitam pekatnya. Bintang sekalian memesan rawon untuk disajikan pada waktu makan siang.

Bincang tentang pusaka-pusaka koleksi terbaru Nalar, Bintang, dan Nyoman, membangkitkan suasana. Nirwa menangkap banyak pengetahuan baru seakan sedang berpindah dunia. Ia dikenalkan pada senjata pusaka Bali berupa Trisula, senjata tradisional yang berasal dari bahasa Sansekerta. Tri yang artinya tiga dan Sula yang artinya tombak. Trisula memiliki tiga ujung mata tombak yang sangat runcing di salah satu atau kedua ujungnya. Nama senjata lainnya juga baru pertama kali Nirwa dengar. Tiuk, Wedung, dan Kandik atau kapak yang katanya memiliki bentuk unik yang indah. Nirwa belum bisa membayangkan bentuknya dan ia jadikan pekerjaan rumah untuk membaca buku lebih banyak.

Percakapan semakin mengasah otak saat mereka mulai membahas agenda kerjasama kegiatan budaya di Jogja dan Bali. Nyoman mengangkat rencananya mengusung tema perkembangan wisata budaya kesenian di Jogja dan Bali berupa pameran perangko dan Kartu Pos Jogja-Bali, senjata tradisional, serta lukisan tempat-tempat wisata dari waktu ke waktu. Bali dengan tema "Seribu Pura" , Jogja dengan "Malioboro".

Nirwa terkejut ketika tiba-tiba diperkenalkan sebagai salah satu tim penting yang akan terlibat dalam pameran itu bersama Nalar. Sementara, Pak Bintang hanya akan mengawasi. Nirwa sepenuhnya mengandalkan Nalar karena hanya dosennya itu yang bisa ia minta uluran tangannya tanpa canggung.

Nasi rawon yang dihidangkan menjadi akhir ketegangan bagi Nirwa. Sambil menikmati makan siang, para budayawan itu hanya menceritakan hal-hal seru. Apalagi, ketika membahas Bali, yang belum pernah Nirwa kunjungi.

Bintang menemani Nyoman mengambil kunci kamar yang telah dipesan. Keduanya memisahkan diri usai menuntaskan makan siang, meminta Nirwa dan Nalar menunggu di mobil.

Roda empat itu segera meninggalkan hotel setelah Bintang bergabung bersama.

"Nanti kenalan sama anak-anak galeri ya, biar kalian bisa jadi tim yang kompak. Oh iya, Mbak Nirwa sebenarnya punya aura yang menarik, sadar enggak?"

"Saya kurang paham hal seperti itu, Pak."

"Sering tiba-tiba merasa takut dan waspada, atau sedih, atau seperti dapat gambaran tentang sesuatu yang akan terjadi?"

"Ah, iya!" Nirwa kemudian bercerita tentang seringnya ia tiba-tiba waspada saat bertemu pencopet di bus kota, juga kerap merasakan dan mendengar hal-hal ganjil.

"Selama ini saya kira karena keris yang saya simpan karena saya merasakan semakin banyak keanehan sejak menemukan keris Bapak. Tapi, Om saya mengingatkan kalau sudah sejak kecil saya seperti itu. Hanya saja saya baru menyadarinya dan belum menemukan jawabannya sampai sekarang."

"Segala hal di dunia ini merupakan energi, mengeluarkan atau menyerapnya, bahkan benda mati. Keris yang merupakan lambang filosofi juga mengandung perpindahan energi. Ingat yang pernah saya ceritakan kemarin? Pembuatan keris memerlukan laku puasa, menahan diri dari makanan tertentu, melayangkan doa-doa. Semua tahap pengisian itu merupakan perpaduan dan perpindahan energi dari bahan keris, api, air, udara, energi sang empu dan pemesan keris."

Penjelasan Bintang mengenai jumlah total energi di alam semesta akan selalu sama, Nirwa pahami bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Namun, energi dapat berubah bentuk atau berpindah dari satu wadah ke wadah lainnya. Masalahnya, apa hubungan perpindahan energi dengan dirinya? Nirwa belum sempat bertanya tetapi Bintang sudah menjawabnya.

"Spiritual empath. Pernah dengar?" tanya Bintang.

Nirwa menggeleng.

"Orang yang punya kepekaan lebih terhadap energi yang berbeda. Misalnya, energimu putih, ketika ada energi merah, hitam, hijau, kamu langsung bereaksi," Nalar menimpali sambil tetap memusatkan pandangan ke jalanan di depannya.

"Nah, kemampuan seorang empath adalah merasakan energi-energi yang bertebaran di sekitar, bisa berupa emosi, hasrat, kondisi fisik dan mental sesama manusia, hewan, tumbuhan, bahkan benda "berisi" termasuk pula energi mereka, entitas takkasat mata. Kamu perlu melatih anugerah yang diberikan kepadamu. Dengan itu kamu bisa mewujudkan arti namamu, perempuan bijak, juga membantu orang banyak. Percaya enggak?" Bintang kembali mencerahkan.

Lihat selengkapnya