Gunaryo tersadar di sebuah ruangan yang asing baginya. Silau lampu sorot di luar jendela langsung menyergap kornea matanya yang baru saja bekerja. Di luar terlihat sudah gelap. Entah berapa lama ia pingsan. Hal terakhir yang ia ingat adalah, ia telah membunuh. Anggota ABRI pula yang ia bunuh. Seketika Gunaryo terserang panik. Ia berdiri, tak menentu apa yang hendak ingin ia lakukan. Mau pulang tapi takut. Mau sembunyi tapi dimana?
“Bungkuk!” seseorang menyergapnya dari belakang. Hampir saja Gunaryo melawan. Ia masih trauma atas setiap tindakan represif terhadapnya.
“Lo siapa?” Gunaryo berusaha melepaskan diri dari sergapan pria itu.
“Gue yang bawa lo pergi dari Senayan tadi!”
Gunaryo mengingat lagi momen buruk itu. Hal terakhir yang ia ingat setelah membunuh adalah, ia dibawa pergi oleh seseorang pria berkaca mata hitam dan bermasker. Kini ia dapat melihat jelas wajah orang yang membawanya. Jauh lebih muda darinya. Nampaknya ia seorang mahasiswa.
“Kita lagi diintai aparat. Tapi gue berani bersumpah kalau ini satu-satunya tempat teraman untuk saat ini!” jelas pria muda itu.
“Aparat itu nyari gue?” tanya Gunaryo.
“Nyari kita semua!”
Gunaryo benar-benar ketakutan. Tangan dan kakinya bergetar. Terbayang kembali beringasnya tentara ABRI yang memukulinya.
“Gue lihat apa yang lo lakuin!” lanjut pria muda itu, masih dengan posisi siaga.
“Lo mau laporin gue ke polisi?” tanya Gunaryo polos.
Pria muda itu tersenyum getir, “Sekarang mungkin penjara udah penuh!”
Lampu sorot di luar tampak menghilang. Pria muda itu perlahan berjalan ke dekat jendela. Dengan waspada ia mengintip ke luar jendela. Helikopter aparat sudah tak nampak. Untuk sejenak, ia bisa bernapas lega.
Pria muda itu kembali menghampiri Gunaryo yang masih tampak frustasi sekaligus ketakutan. Ia melihat wajah Gunaryo yang frustasi. “Lo anggota Blackvolution, ya?” tanya pria muda itu yang melihat Gunaryo memakai pakaian serba hitam.
“Itu apa?” tanya Gunaryo balik.
“Jadi lo bukan bagian dari mereka?”
“Gue nggak tahu apa-apa! Gue cuma pedagang minuman. Terus ada sekumpulan orang kabur bawa dagangan gue, waktu gue ngejar buat ambil balik, gue malah diserang sama ABRI!” cerita Gunaryo.
“Astaga! Jadi lo korban salah sasaran?” pria muda itu terkejut.
“Gue masih belum ngerti sama semua ini!”
“Siapa nama lo?”
“Gunaryo!”
“Gue Tarman! Gue Mahasiswa kampus ini. Lebih tepatnya alumni. Gue baru wisuda kemarin.”
“Kita di kampus?”
“Ya, di Grogol! Gue bawa lo ke sini sebagai bentuk solidaritas pejuang reformasi!”
“Gue nggak ikut-ikutan gerakan itu. Gue cuma rakyat biasa yang mau dagang asongan aja!”
“Tapi lo udah jadi bagian dari gerakan itu! Lo habisin seorang ABRI!”