Sebuah Janji

Rana Zalfa Zahirah
Chapter #2

Agni Chalondra Daiva

Kapan kah kita bertemu?

-Agni Chalondra Daiva

***

Suara klakson mobil dan motor memenuhi jalan raya pada pagi ini. Belum lagi ada polusi yang sangat tebal di jalan raya hingga menyusahi pengendara motor dan sepeda. Gadis ini sangat kesal, kenapa mamanya tidak membangunkan dia lebih pagi. Seandainya jika dia lebih bangun pagi, padatnya jalan tidak akan terlihat di matanya.

"Pak bisa buruan gak sih?!" gerutu gadis itu dengan nada kesal.

"Maaf non, ini macetnya buat kita gabisa gerak" jawab supirnya.

Gadis itu menghembuskan nafas kasar dan keluar dari mobilnya, sebenarnya jarak dari mobil ke sekolah sudah tidak lama lagi tapi karena padat di pagi hari membuat sangat lama. Tak lama ia berjalan kaki sampailah di gerbang sekolah yang masih terbuka lebar di hadapannya. Ia tersenyum tipis saat gerbangnya belum di tutup oleh satpam sekolah. Kelas gadis itu terletak di lantai 2 yang berhadapan langsung dengan lapangan sekolah.

Ia pun memasuki kelasnya dengan perasaan gugup, tetapi saat ia melihat sahabatnya rasa gugupnya menjadi hilang seketika. Gadis itupun berjalan kearah sahabatnya yang duduk dibangku paling belakang, "Tumben dateng pagi" ujar dirinya.

Sahabat gadis itu mendongak keatas untuk melihat siapa yang berbicara, "Eh Daiva tumben telat" balasnya. Ya itu namaku Agni Chalondra Daiva biasanya dipanggil Daiva atau Londra, hanya orang rumah yang manggil aku Londra kalau di lingkungan sekolah di panggil Daiva.

"Ck telat darimana? kalo gue telat bisa ditahan sama pak satpam" ucapnya sambil menatap sahabatnya itu.

"Iyadah serah lo, by the way lo udah kerjain tugas bahasa indonesia?" tanya sahabatnya sambil melihat kearah Daiva.

"Eh ada tugas? liat dongg. Gue belum Ra" balasnya Daiva dengan memelas. Tiara nama sahabatnya, mereka telah bersahabat kurang lebih 5 tahun lamanya.

"Ya ampun Va, bentar gue cari buku catatannya dulu"

Daiva pun mengangguk kecil dan menghadap kearah papan tulis. Tiara pun menemukan buku catatannya dan ia segera menepuk bahu Daiva. "Nih buruan, 8 menit lagi kita bel"

Daiva memutar bola mata malas dan tersenyum terpaksa kearah sahabatnya kesayangannya.

***

Suara bel istirahat sudah berbunyi dua menit yang lalu, tapi guru di dalam kelas mereka masih melanjutkan materinya tanpa jeda. Perut Daiva sudah memohon agar bisa dimasukan makanan lezat, tapi harus menunggu dulu.

"Bu, ini udah bel lho bu" ucap sosok pria dari bangku depan.

"Sudah bel ya? Maaf nak ibu terlalu fokus menjelasi materi untuk kalian, kalau begitu ibu akhiri dulu. Mungkin ada yang ingin bertanya?"

Kami serentak menggeleng kepala, dan kita juga berharap mata pelajaran ini cepat selesai.

"Baik kalau tidak, ibu izin mengundurkan diri. Selamat makan semua" ucap Bu Sutri.

Mereka pun keluar dari kelas dan menuju ke kantin dengan perut yang sudah berteriak ini.

"Va, lo mau makan apa?" tanya Tiara.

"Hmm gue belum tau sih, kalo lo mau makan apa?"

"Gue mungkin mau makan sate ayam atau gak nasi kuning sih"

"Ah okay lah, kalo gitu gue sate padang aja 'kalo buka' " ujar Daiva dengan penuh penegasan di akhir kalimatnya.

"Gausah diteken juga kali haha" jawab Tiara dengan tertawa.

Sampailah mereka di kantin sekolah itu, yang kurang lebih seperti kantin umumnya. Hanya saja terlihat sempit dan kotor. Daiva dan Tiara berjalan menuju ke penjual sate. Daiva memesan sate Padang sedangkan Tiara memesan sate bumbu kacang.

Lihat selengkapnya