Baru kali ini gue suka sama cewek terus di kepoin setengah mati
-Kalandra Endru
***
"Pagi mah, pah!" Sapa Daiva dari lantai atas. Dari dapur Mawar atau mamanya sedang berbicang singkat bersama Hadden atau papanya. "Widih, anak siapa nich" goda Mawar ala-ala gaul, meski sudah menua Mawar tidak kalah gaul seperti anaknya ini.
"Apasih mah, aku kan anak mama .. apa jangan-jangan??" ujar Daiva. Hadden hanya melihat Mawar dengan tatapan tajam, Mawar malah membuat muka cengengesan di hadapan anaknya. "Kamu ish, anak mama lah! Emang kamu kira anak siapa?" balas Mawar sambil mengelus anak rambut Daiva.
"Kan aku anak mama sama papa, yang unch unch" jawab Daiva dengan terlalu percaya diri. Hadden hanya menggeleng-geleng melihat tingkah laku Mawar dan Daiva yang serupa.
"Dah sono, kamu entar telat gimana?" ucap Hadden melihat sambil melihat Daiva. Ia malah membuat mata memelas ke Mawar, seakan-akan memberi kode sesuatu, Mawar hanya menatap anaknya dengan kebingungan, maksud anaknya ini apa?
"Ihhh mama gapeka ish!" gerutu Daiva sambil menghentakan kaki ke lantai karena kesal. Hadden hanya tersenyum miring melihat Daiva yang ngambek, ia mengingatkan seperti Mawar waktu masih remaja.
Mawar berpikir sejenak dan seperti ia tau maksud anaknya ini apa. "Ohhh mauu sarapan ya?." Daiva mengangguk cepat. "Dari tadi kek mah ish"
Mawar terkekeh dan segera membuat roti isi daging panggang dan keju, ah sarapan yang sungguh lezat. Ia pun selesai membuat roti isi daging panggang dan keju sekarang tinggal menaruh di piringnya. "Nih, buruan tar telat" ujar Mawar sambil membuang mata malasnya. Daiva hanya mengangguk dan memakan sarapannya, ia sengaja tak ngomong sepatah kata pun, ia takut sarapannya membuat lama.
***
"Makasih pak" ucap Daiva kepada supirnya.
Supirnya hanya mengangguk dan tersenyum. Ia pun membuka pintu mobil dan menatap gerbang sekolah yang cukup lama. Sesekali ia tersenyum kearah gerbang dan memiringkan kepala ke kiri, sekolah yang penuh kenangan baginya.
Sesampai kelasnya ia melihat bangku Tiara masih kosong, berarti ia belum datang, alhasil karena ia merasa bosan dan memutuskan pergi ke taman untuk menemani kegabutannya. Murid-murid masih sedikit di sekitar sekolah, bisa dibilang belum terlalu ramai. Ya mungkin karena kemarin hampir telat, Mawar sengaja membangunkan Daiva lebih pagi tapi sesampai sekolah malah masih sepi sekali, ah gapapa kan bisa keliling dulu.
Ia melihat taman banyak orang yang bercengkrama dengan kekasih masing-masing, kapan ia punya kekasih seperti mereka? Pusing mikirinya, mari melanjutkan perjalanannya. Taman sekolah memang sangat ramai di pagi hari, rumput-rumpput yang baru disiram dan hawa yang masih sejuk.
Sekolah ini memang tak terlalu besar dan juga tak terlalu kecil, pas bisa dibilang. Dan terlebih lagi Daiva memasuki sekolah ini memakai beasiswa full, enak sekali kan? Justru Daiva beruntung bisa masuk sekolah ternama di Jakarta ini.
Daiva pun duduk paling ujung berdekatan dengan gedung olahraga, ia hanya melihat anak-anak yang bermain futsal di pagi hari. Tujuannya datang pagi mungkin ini, ia ingin mempikirkan sosok pria masa kecilnya itu berkali-kali ia berusaha mengingat namanya tetapi tak bisa, sering kali ia terniang-niang kenangan bersama sosok pria temen kecilnya.
"Haii" sapa kak Endru yang berada di samping Daiva. Ia pun mengatur nafasnya dahulu, jujur ini pertama kali ia diajak basa-basi bersama kakak kelas.
Daiva menghela nafas panjang. "Hai kak" jawabnya pelan. Jantungnya berbunyi tak karuan, keringat dingin pun membasahi tubuhnya ini. Kak Endru hanya terkekeh melihat Daiva yang tampaknya sangat gugup kepadanya. "Santai aja kali" kekeh kak Endru.
"Lo Daiva kan? Yang katanya masuk beasiswa terus nilainya kurang lebih perfect?" tanya kak Endru. Bener omongan kak Endru, ia masuk kesini dan mendapatkan nilai kurang lebih sempurna, makanya Daiva sering mengikuti lomba antar sekolah agar membawa piala ke sekolahnya dan juga uang tunainya.
"B-bener kak ..," lirih Daiva. Ia meremas roknya, jantung perlahan-lahan sudah kembali normal tidak terlalu gugup tapi untuk berbicara bersama kak Endru ini adalah hal yang tidak boleh sia-siakan.
"Ohhh, panggil aja Endru ya? Jangan kak ga nyaman gue. Jugaan kita kan hanya beda 1 tahun" jelas Endru. Daiva masih menunduk tak berani menatap Endru yang berada di sampingnya.
"Baik kak" jawabnya singkat. Endru pun tambah mendekat kearah Daiva dan mulai merangkulnya, ia pun berdiri dan meninggalkan Endru di lapangan itu.
Ting!