Sebuah Pengabdian

Anggrek Handayani
Chapter #4

4. Bersatunya Sepasang Kekasih

Hari demi hari berganti begitu cepatnya bak hembusan angin di malam dingin. Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya telah tiba. Rumah Hamid telah dipenuhi oleh banyak orang. Pesta pernikahan terlihat begitu meriah. Ruangan telah dihias dengan seindah mungkin untuk menarik perhatian para tamu undangan.

Tamu berdatangan silih berganti. Semua yang telah dimasukkan ke dalam daftar undangan mulai dari keluarga, kerabat, hingga sahabat mulai terlihat. Mereka nampaknya tak mengingkari janji mereka untuk datang dan ikut memeriahkan pesta pernikahan Hamid dan Zahra. Semua itu membuat hati Mona dan Yasir merasa senang tak terkira. Dapat meluhat putra tunggal mereka sebelum menutup usia adalah salah satu impian terbesar mereka. Terlebih pesta pernikahan tersebut berlangsung dengan sangat meriah.

"Akhirnya Mas. Kita bisa melihat Hamid menikah. Aku merasa senang sekali. Setelah ini kita tinggal menunggu cucu kita saja," bisik Mona di telinga Yasir.

Yasir tersenyum lalu menanggapi ucapan sang istri dengan berkata, "Iya. Aku juga senang, Bu."

"Mas sudah katakan pada mereka kan kalau mereka tidak juga akan membantu menutupi pernikahan Hamid?" tanya Mona yang mulai merasa cemas.

"Sudah. Makanya aku tidak mengundang tamu dati jauh. Hanya sekitar komplek kita saja."

Jawaban Yasir menenangkan hati Mona. Ia pun kembali mengalihkan perhatiannya pada para tamu yang mulai mengajaknya bersalaman. Tak lupa ia juga memperhatikan Hamid dan Zahra yang berdiri berdampingan. Mereka nampak sangat serasi. Namun tangan mereka bergetar saat menjabat tangan para tamu. Mona menahan tawanya meluhat rasa gugup mereka. Terlebih pada Hamid yang di dahiya telah mengeluarkan keringat.

Mona menyenggol tangan Yasir. Kemudian ia berbisik pada suaminya itu untuk memperhatikan Hamid yang masih kaku menerima tamu. Yasir pun ikut tertawa melihat tingkah sang putra. Namun Mona mencegah agar tawa suaminya itu tak terdengar oleh siapapun.

Hal berbeda dirasakan oleh Hamid yang telah nampak kesedihan di wajahnya. Sebelumnya ia merasa sangat terpaksa dengan pernikahannya itu. Setelah ia meyakinkan dirinya sendiri untuk menikah, ia telah mendapatkan kesiapan untuk melaksanakannya. Namun entah mengapa sekarang ia kembali bersedih dan kembali merasakan keterpaksaan itu.

“Hei Hamid! Waduh... Aku sama sekali tidak pernah menyangka bahwa kau akan menikah secepat ini. Katanya kau mau menjadi tentara, kok malah menikah secepat ini? Apalagi dengan seorang wanita yang sama sekali belum pernah kau kenal. Dan aku dengar dia yang akan menggantikanmu mengurus perusahaan ayahmu? Apa kau tidak merasa kesal padanya karena perusahaan yang seharusnya menjadi milikmu diambil olehnya?” ucap Marcell yang baru saja datang ke pesta pernikahan Hamid.

Lihat selengkapnya