Sebuah Pengabdian

Anggrek Handayani
Chapter #7

7.Nafkah Pertama Hamid

Setelah selesai menunaikan sholat subuh dan melaksanakan tadarus, semua anggota keluarga bersiap untuk melaksanakan kegiatan mereka masing-masing. Zahra yang sudah terbiasa untuk membantu pekerjaan orang tuanya, secara spontan langsung bergegas ke dapur. Disana telah ada Ningsih, seorang asisten rumah tangga dalam keluarga Hamid yang tengah sibuk memasak.

Tanpa menunggu apapun lagi, Zahra segera menghampiri Ningsih. Sayuran yang terletak di atas meja segera dipotongnya dengan sebuah pisau kecil yang diambilnya dari rak. Melihat Zahra yang turut memasak, tanpa mengurangi rasa hormatnya, Ningsih langsung melarang Zahra untuk melakukannya. Ia meminta Zahra untuk kembali ke kamarnya.

“Eh, Non kenapa ada disini? Lebih baik Non Zahra kembali ke kamar saja! Biar saya saja yang memasak. Ini sudah menjadi tugas saya,” tanya Ningsih sambil berusaha merebut pisau dari tangan Zahra.

“Tidak apa-apa, Bi. Saya sudah menjadi menantu disini. Jadi saya juga mempunyai kewajiban untuk melayani mertua saya juga suami saya,” jawab Zahra sambil tersenyum.

“Justru karena Non Zahra adalah menantu dis rumah ini, Non seharusnya tidak usah membantu Bibi. Nanti Bibi bisa dimarahi Tuan dan Nyonya. Dan mungkin juga akan dimarahi Den Hamid,” bantah Ningsih.

Zahra tersenyum kembali lalu berkata, ”Tidak Bi. Itu tidak akan terjadi. Saya yang akan menjaminnya. Saya yang akan meminta pada ayah, ibu, juga Mas Hamid agar tidak memarahi Bibi. Karena memang saya yang ingin melayani suami dan mertua saya saja.”

“MasyaAllah... Memang Non Zahra ini adalah istri dan menantu terbaik. Kalau begitu, Bibi berterima kasih sekali karena Non mau untuk membantu Bibi.”

Zahra hanya tersenyum mendengar pujian dari Ningsih. Kemudian ia pun kembali memotong sayur yang ada di depannya. Ningsih pun kembali melanjutkan kegiatan memasaknya.

Sementara itu, Hamid masih termenung dalam kamarnya. Ia terlihat tengah memikirkan sesuatu. Seperti ada suatu masalah yang menganjal di fikirannya. Ia terus memikirkannya. Tak pernah berhenti sampai ia dapat menemukan jalan keluar untuk masalah yang tengah difikirkannya itu.

“Aku benar-benar bingung. Apa yang harus aku berikan kepada Kak Zahra sebagai nafkah untuknya? Aku kan tidak punya apa-apa,” gumam Hamid.

Hamid masih memikirkan jalan keluar dari masalahnya yang tengah dihadapinya. Lama ia memikirkannya. Hingga tak lama kemudian, sebuah solusi terlintas di kepalanya. Sebuah solusi yang mungkin bermanfaat untuk mengatasi masalahnya tersebut.

Lihat selengkapnya