Seorang perempuan bernama lengkap Magenta Elboury terlihat sedang menulis sesuatu di atas buku kecilnya di atas meja belajarnya yang terasa sangat nyaman itu karena sudah tiga tahun Magenta berpisah dengannya.
Kenapa begitu? Karena setelah lulus dari Sekolah Dasar, Magenta dimasukkan ke pesantren oleh Ayahandanya tercinta. Magenta sendiri tak setuju karena jika dia masuk pesantren, artinya dia tak akan bersama-sama dengan Adam lagi.
Meski tujuan Ayahnya baik, yakni untuk membentuk akhlak dan kebiasaan baik supaya Magenta bisa masuk surga, Magenta sama sekali tidak setuju. Selama di lingkungannya tidak ada Adam, maka akan terasa salah bagi Magenta.
Akan terasa salah lagi bagi Magenta untuk menolak kemauan Ayahnya untuk menyekolahkannya di sebuah pesantren sekaligus untuk menabung pahala supaya timbangan kebaikannya berat di akhirat nanti. Jadi, selama tiga tahun terakhir, Magenta sabar saja untuk sekolah sekaligus menjadi ukhti di pesantren nan jauh dari tempat tinggal, yang dekat dengan tempat tinggal Adam.
Sekarang, tiga tahun telah berlalu dan betapa senangnya Magenta karena dia bisa kembali ke rumahnya. Sebenarnya, ini bukan rumahnya, ini rumah Aunty Jasmine dan Uncle Bram, Paman dan Bibinya, juga rumah Kak Ardi, anak dari Aunty Jasmine dan Uncle Bram.
Rumah Magenta sudah lama dijual sejak Ayahnya memutuskan untuk berbisnis dan tinggal terpisah dengan Magenta saat bisnis itu sudah menjadi besar. Magenta dititipkan ke Aunty Jasmine dan Uncle Bram, sementara Ayahnya—panggil saja Bang Ale, jangan tanya mengapa disebut begitu karena Magenta malas menjelaskan—mengirim uang setiap bulan untuk keperluan Magenta.
Aunty Jasmine dan Uncle Bram bukanlah tipe orangtua pengganti yang jahat dan Surjana serta mengambil uang hak Magenta hanya karena Magenta jauh dari Bang Ale. Mereka berdua adalah orangtua pengganti yang sangat baik dan penuh kasih sayang. Magenta saja pernah berharap bahwa ia benar-benar anak dari Aunty Jasmine dan Uncle Bram. Namun sayang, ternyata dia adalah anak dari Ibu Orange Purley yang sudah meninggal bersamaan dengan lahirnya Magenta dan Pak George Alexander yang sangat sayang pada Magenta hingga harus terus bekerja keras sampai Magenta harus dititipkan pada orang lain.
Magenta tidak membenci Ayahnya. Harus dicamkan itu. Berpisah selama bertahun-tahun bukan berarti hubungan Magenta dan Ayahnya sejauh warna merah dan ungu pada tatanan warna pelangi. Sekalinya bertemu, justru kedua orang yang terikat darah itu saking menunjukkan rasa sayang dan rindu mereka.
Namun, bagi Magenta, itu dulu. Saat Magenta masih kecil dan belum bertemu dengan seorang Adam Fajar Gaharu bin Sufyan Abdurahman. Magenta merasa biasa-biasa saja—bahkan agak bosan—saat bertemu Ayahnya yang tidak bisa ia jumpai setiap hari dan merasa sangat bahagia saat bertemu Adam yang mulai hari ini bisa ia temui setiap hari.
Tentang meja belajar Magenta yang sangat Magenta rindukan, hari ini ia menulis sebuah diari di atasnya. Seraya sesekali mengalihkan pandangannya ke arah jendela di depannya yang menampilkan pemandangan rumah Adam, Magetan tersenyum pada bukunya yang telah ia tulis-tulisi.
"Yes, akhirnya aku bisa sekolah di SMA Negeri yang sama kayak Adam! Yes, yes, yes! Semoga masa SMA itu menyenangkan kayak yang ada di drama-drama, ya," mohon Magenta seraya menutup matanya dengan khidmat dan menengadahkan kedua telapak tangannya, berdoa. Setelahnya, Magenta mengusap kedua telapak tangannya pada wajahnya sendiri dan berkata, "aamiin."
Baiklah. Hari pertama sekolah dimulai besok. Magenta akan menjadi anak SMA. Bersama Adam.
***
Hari pertama MPLS.
Magenta bangun pagi-pagi sekali. Magenta sangat bersemangat. Magenta ternyata banyak menghabiskan waktu untuk bersiap-siap karena dia ingin tampil cantik dan sempurna di depan Adam nanti.
Setelah mandi dan memakai seragam sekolahnya, Magenta berjalan menuju meja makan untuk sarapan.
Aunty Jasmine sudah menyiapkan menu sarapan untuk seluruh keluarga saat Magenta duduk di salah satu kursinya.
"Pagi, Aunty," sapa Magenta seraya mengambil segelas air minum di atas meja makan itu dan meneguknya setengah.
"Pagi, Bubu," balas Aunty Jasmine dengan lembut. Benar-benar sosok Ibu yang baik.
Bubu itu siapa, ya? Pasti pertanyaan ini muncul di benak Anda-anda semua. Biar Magenta jelasin kalau begitu. Nama lengkap Magenta kan Magenta Elboury, Magenta sendiri suka dipanggil Elboury sama Ayahnya, kadang bisa Elbu atau Bury gitu. Jadi, Aunty Jasmine sama Uncle Bram juga ngikutin. Eh, ujungnya Aunty Jasmine bikin sebutan baru yang sebenarnya Magenta agak kurang suka. Soalnya kayak nama kucing gitu.
Bubu.
Ya, kan?
Namun, lama kelamaan, Magenta terima karena itu kedengaran kayak panggilan sayang. Berkat itu, Ayahnya juga ikutan manggil Megenta dengan nama Bubu. Semua orang, sih.
Mungkin, kecuali satu.
Iya, si Adam.
Magenta langsung melahap nasi gorengnya kemudian. Sudah biasa begini. Meski ada meja makan, jarang sekali dipakai untuk makan bareng-bareng. Soalnya setiap orang di rumah ini waktu kesibukan dan senggangnya berbeda-beda.
Aunty Jasmine biasa sarapan kalau semua kerjaan rumah sudah selesai, sementara Uncle Bram nggak biasa sarapan. Kalau Kak Ardi—
"Pagi, Mi."
"Pagi, Sayang."
Magenta sempat kaget karena tak beberapa lama setelah ia duduk, Kak Ardi juga turut duduk di sebelahnya dengan tampak benar-benar baru habis bangun tidur.
Sedikit informasi tentang Kak Ardi, sekarang Kak Ardi kuliah semester tujuh atau delapan gitu, Magenta lupa. Buat apa juga ia mengurusi orang lain? Pokoknya, Kak Ardi itu agak pemalas dan nggak bisa jaga diri. Magenta aja yakin Kak Ardi itu jadi tipe cowok terakhir yang bakal Magenta tunjuk jadi calon pacar.
Magenta bergidik membayangkan jika itu benar-benar terjadi.
"Ngapain lo geleng-geleng kepala? Ada nyamuk di otak lo?" tanya Kak Ardi tiba-tiba.
Magenta tersentak. Kunyahan mulutnya jadi memelan. "Nggak ada, Kak."
"Dasar aneh."
Lo yang aneh, Kak, balas Magenta dalam hati. Mana mungkin Magenta berani mengeluarkan sumpah serapah pada Yang Terhormat Ardiwinata Pamungkasnya yang dari luar kelihatan sangat, tapi ternyata kalau di rumah anak Mami Papi banget. Bisa patah tulang punggung Magenta nanti.
Sebagai informasi lagi, beda dari Aunty Jasmine dan Uncle Bram yang baiknya subhanallah, Ardi ini lakukannya luar biasa bar-bar. Gampang marah, pelit, egois, nggak tau malu, tukang nyinyir tapi dinyinyirin balik nggak mau, pemaksa dan mau menang sendiri. Pokoknya jelek-jelek, deh.
Magenta sudah kapok. Kejadiannya baru saja terjadi kemarin. Waktu itu jendela kamar Magenta macet, susah dibuka, padahal Magenta udah nggak sabar buat liat Adam di seberang—meski cuma rumahnya aja.
Walau rumahnya seberangan dan udah berteman sejak kecil, Magenta sebenarnya nggak sedekat itu untuk langsung masuk dan main ke rumah Adam. Magenta malu sebagai perempuan. Dia harus menjaga martabat, apalagi kini statusnya sebagai alumni pesantren.
Jadi, Magenta hanya bisa menatap rumahnya saja. Besok juga ketemu kan mau sekolah.
Namun, karena macet saat mau dibuka. Jendelanya mungkin tidak sempat dibuka-buka saat Magenta pesantren dan jadinya agak rusak. Magenta menyelinap masuk ke kamar Kak Ardi saat yang punya kamar sedang mandi. Magenta pernah lihat Kak Ardi buka jendela yang macet dengan penggaris besinya.