Azam Algio Javas tak pernah menyangka bahwa di hari pertama ia memasuki sekolah pindahan ini, ia akan bertemu sosok perempuan gila yang berani-beraninya menyiram guru tergalak yang pernah Azam kenal, meski sebenarnya sasarannya itu temannya, tapi Pak Jamal tak sedikit terkena siraman itu.
Pak Jamal jelas bukan seorang guru murah hati yang langsung memaafkan muridnya yang berbuat kesalahan.
Waktu Azam pertama kali berkenalan saja, Pak Jamal tak tanggung-tanggung menjewer telinganya karena malah main ponsel saat orangtuanya sedang berbincang dengan Pak Jamal soal kepindahannya yang memang agak ribet urusannya.
Sekarang, dua orang yang tak Azam kenal sedang diintrogasi di ruangan Pak Jamal. Anehnya, Azam juga ikut-ikutan duduk di sebelah perempuan gila yang menjadi penyebab masalahnya pagi ini.
Harusnya tadi ia akan diperkenalkan ke kelas IPA 1 bersama Pak Jamal, sebelum akhirnya ada sebuah waterboom di kelas sebelah yang turut membuat sepatu Azam basah. Perempuan yang duduk di sebelahnya ini memang sudah sinting.
"Jadi, maksud kamu itu apa, Magenta?" tanya Pak Jamal setelah duduk di sofa seberang. Baju abu-abunya yang basah sudah diganti. Matanya menatap tajam pada satu-satunya perempuan yang ada di ruangan ini.
Oh, namanya Magenta. Unik juga. Azam jadi senyum-senyum sendiri. Daripada itu, sekarang Azam bisa mencium wangi apel dari rambutnya. Entah kenapa, jantung Azam tiba-tiba berdetak tak karuan seperti ini.
"Jawab saya," geram Pak Jamal.
Magenta memain-mainkan jari-jemarinya dengan gugup. Padahal dia sudah berhubungan dengan banyak guru, hampir semuanya tidak baik, tapi dia bisa merasa se-tertekan ini di hadapan guru Matematika itu.
"Saya ulang tahun, Pak." Laki-laki yang tak Azam kenal tiba-tiba bersuara.
"Saya nggak tanya kamu, Adam."
"Iya, Pak." Magenta akhirnya mengeluarkan suaranya. Suaranya terdengar tegas dan penuh hasrat pemberontak di telinga Azam. "Saya begini karena Adam ulang tahun."
"Dasar—" Pak Jamal kelihatan mati-matian menahan umpatannya. "Kalian sadar nggak, kalian kelas berapa?"
"XII IPA 2, Pak." Dua orang itu menjawab kompak.
"Ck." Pak Jamal membuang napas berat. "Harusnya di kelas dan di umur kalian yang sekarang, kalian bisa berpikir cerdas. Apa baiknya kamu bikin banjir koridor hanya karena Adam ulang tahun?"
"Biar dia tumbuh besar, Pak," balas Magenta sempat-sempatnya. "Kan tumbuhan juga bisa tumbuh besar kalau disiram. Magenta juga mau Adam begitu, Pak."
Adam membulatkan matanya, tak percaya atas jawabannya tak masuk akal itu. Sementara Azam menahan tawanya. Lawak sekali Magenta ini. Namun, Azam gagal.
"Hahahahaha," tawa Azam pecah, membuatnya jadi pesat perhatian.
Magenta menatapnya heran, Adam juga sama. Sementara Pak Jamal mengurutkan hidungnya. Berkat tawa itu, ia sadar akan kewajibannya yang sesungguhnya. "Gara-gara kalian, saya jadi lupa sama Azam."
Azam menutup mulutnya rapat-rapat.
"Anggap aja kalian beruntung karena ada Azam hari ini." Pak Jamal bangkit dan Azam langsung mengikuti. "Kalau kalian berulah lagi, saya kasih level dewa khusus buat kalian."