Dua tahun yang lalu, hari setelah penutupan MPLS ....
"Lo masuk ekskul apa, Dam?" tanya Magenta di akhir hari di mana mereka mengisi sebuah formulir untuk ikut ekstrakulikuler. Magenta sudah mengisi miliknya dan ia penasaran dengan milik Adam. Mereka sama-sama memiliki ekskul Pramuka sebagai ekskul wajibnya—SMAN 8 punya dua ekskul yang dinilai di rapot, ekskul wajib dan ekskul pilihan.
Ekskul pilihan milik mereka tentu akan berbeda.
"Gue ikut futsal, dong!" seru Adam bangga. "Lo sendiri apa?"
"Gue pengen masuk dance, dong!"
Adam langsung tertawa meremehkan. "Emang lo jago joget?"
"Kan latihan dulu, Dam." Magenta memikirkan bagaimana serunya bergerak-gerak dengan irama seru. "Gue pasti bisa."
Besoknya, Magenta tahu-tahu ditolak oleh ekskul dance karena rumor tentangnya yang bermasalah. Sementara itu, Adam diterima di ekskul futsal kegemarannya. Magenta bersedih hari itu karena ternyata ia juga tak diinginkan dari ekskul pilihan lain yang Magenta inginkan, namun tiba-tiba seseorang menghampirinya.
"Nggak ada ekskul pilihan, ya?"
Magenta menoleh dengan wajah bingung. "Kalau tau?"
"Siapa coba di sekolah ini yang nggak tau Magenta?" Orang itu tertawa. "Abis jambak rambutnya Pricilia, lo nendang anu-nya Fajar, terus sembur air dari mulut ke Tiffany. Siapa yang nggak hafal sih sama kejadian legenda itu?"
Magenta hanya tertawa mengingat hari-hari di mana dirinya bar-bar pada para senior. "Kayaknya waktu itulah gue lagi kesurupan setan Gunungkidul, deh."
"Lucu deh lo." Tawa orang itu pecah lagi. "Kenalin, gue Harsa. Ketua ekskul silat. Dengan hormat, gue pengen ngajak lo jadi anggota ekskul silat."
"Hah?"
Bagai sebuah keajaiban, Magenta punya rumah nyaman di sekolah ini. Orang-orang di sana ramah, tak seperti orang-orang di luar ekskul silat.
Dikabarkan, ekskul silat hampir dibubarkan karena tak menarik banyak minat dan anggotanya juga tak begitu mencetak prestasi yang mengharumkan nama sekolah. Magenta merasa sedih menghadapi kenyataan itu, tapi ia tak menyerah. Meski sebenarnya Magenta tak pernah berpikir untuk menguasai bela diri pencak silat.
Lama kelamaan, Magenta menyukai silat. Silat sudah jadi bagian aliran darahnya pada satu tahun berjalan. Magenta semakin giat, jumlah keanggotaannya pun mulai berkembang.
Ekskul silat berbeda dari kebanyakan ekskul. Bukannya membenci Magenta karena takut membawa pengaruh buruk, Magenta justru dianggap sebagai cahaya baru di ekskul silat.
Hingga akhirnya, suatu hari di mana saatnya tiba, Harsa bilang, "gue mau lo jadi penerus gue setelah gue lulus, Magenta."
Magenta pasrah dan menjadi Ketua selanjutnya untuk satu tahun ke depan. Selama ia menjadi ketua ekskul, tentu tidak mudah. Banyak yang mencaci dan memakinya dengan banyak gaya bahasa kasar.
Namun, Magenta tetap memandang ke depan dan menganggap semua kata-kata kasar yang ditujukan padanya hanya angin lalu yang mendorong kapalnya menuju tempat yang indah.
***
"Nggak terduga banget," komentar Azam setelah mendengar cerita Magenta.
"Kok lo bilang gitu?"
"Soalnya lo keliatan kayak orang pemberani yang suka berontak gitu. Waktu anak OSIS mau ngambil sepatu lo juga, sebelumnya lo kabur." Azam menjawab dengan kening mengerut heran. "Gue pikir lo bakal balas perbuatan mereka yang ngata-ngatain lo biar nggak gangguin lo lagi."
"Gue udah pensiun jadi pemberontak lagi, Vas. Gue mau tobat." Magenta membuang napas lelahnya panjang-panjang. "Gue nggak mau bikin masalah lagi."
"Capek, ya?"
Magenta membuang napas panjang, kemudian menatap Azam dengan mata sendu. "Banget, Vas."
Saat ini, Azam hanya bisa tersenyum dan menepuk-nepuk pundak Magenta dengan pelan, menyemangati.
***
"Gue mau ke kantin dulu," izin Magenta merasa perlu saat dirinya dan Azam tengah berjalan dalam perjalanan menuju parkiran untuk pulang.
Waktu Magenta mengecek ruangan futsal yang berada tepat di sebelah ruangan pencak silat, Adam ternyata sudah pulang duluan. Tak biasa hal itu terjadi, makanya Magenta sedikit heran. Jadilah, ia pulang bersama Azam saat ini.
Namun, karena haus dan rasa lelah yang tak bisa ditahan membuat Magenta ingin merasakan minuman berwarna cokelat kehitaman yang beroda favoritnya.
"Oke, gue ikut. Mau beli minum juga," balas Azam cepat.
"Oke."