Kalau sudah penasaran, Azam tak bisa mengendalikan otak serta anggota tubuhnya. Bukannya pergi ke tempat les, sekarang Azam malah mengekori Adam, Magenta serta tiga orang lainnya yang mengadakan pertemuan yang mencurigakan di atap.
Azam bersembunyi di belakang pintu masuk atap dan menguping di sana. Suaranya terdengar samar-samar, namun sebagai siswa berotak encer, Azam rasa ia mendapatkan intinya.
"Sore ini gue sama Genta mau ke lokasi pembelian barang." Itu suara Adam.
"Gue punya trik buat nyogok supaya aman terkendali." Magenta membalas.
"Pokoknya gue serahin transaksi barang-barang ke kalian berdua. Gue sama Amanda nyalurin ke pelosok-pelosok yang kemarin udah gue sekap dan paksa. Muahahaha."
"Pada kaya kan, target kita?"
"Gue udah pastiin. Mereka anak dokter, anak guru, anak pejabat, pokoknya anak-anaknya yang sedikit kurang kasih sayang dan perlu hiburan dengan beli barang-barang kita."
"Oke, sepakat, deh."
"Inget, kalian harus hati-hati. Kalau ada yang tau, bisa bahaya. Kita juga terancam tentang ke luar sekolah lagi kalau ada masalah."
"Apalagi lo, Magenta."
"Iya, gue paham." Suara Magenta terdengar membalas dengan penuh keyakinan. "Oke, gue pastiin bisnis ini tersembunyi dan tetap berjaya di tempat persembunyiannya."
Azam tercengang di tempatnya. Belum sempat ia berspekulasi atas apa yang didengarnya, Azam mendengar kumpulan Adam dan Magenta hendak turun dan membuat Azam segera berlari agar tidak ketahuan.
Azam bersembunyi dengan baik sehingga kini ia bisa lanjut mengekori Adam dan Magenta dengan motor masing-masing, pergi ke suatu tempat. Azam agak kebingungan dengan daerah yang dimasukki Adam serta Magenta.
Lingkungan itu agak tersembunyi dan jalanannya agak sempit dari jalanan yang biasa Azam lewati. Awalnya semuanya baik-baik saya, Azam menguntit dengan baik tanpa membuat curiga mereka berdua yang ia ikuti, sampai kemudian motor yang Adam dan Magenta tumpangi tiba-tiba berhenti di depan sebuah toko dan membuat Azam kaget hingga harus mengerem motornya secara mendadak. Dada Azam mentok ke spedometer motornya hingga ia menahan diri untuk tak meringis secara mengenaskan.
Azam menggigit bibirnya, menarik napas dan mengembuskannya pelan-pelan. "Sabar, Zam, sabar. Oke. Kita liat apa yang dilakuin dua orang itu."
Sayang sekali, jarak Azam dengan Adam dan Magenta terlalu jauh hingga Azam tak bisa mendengar kata-kata apa yang mereka keluarkan. Namun satu yang pasti, penjual di toko itu sangat menakutkan dengan tato dan rambut keriting gondrongnya. Tak hanya itu, kantung matanya terlihat jelas dan badannya kurus kering seperti kurang gizi.
Atau mungkin, karena mengonsumsi obat-obatan yang tidak seharusnya.
Kening Azam mengerut dalam. "Serius nih?" tanyanya tak percaya saat memikirkan satu kesimpulan atas hasil penyelidikan diam-diamnya sampai kini. "Mereka jualan barang-barang haram? Serius?"