Sebuah Prank

Dini Salim
Chapter #14

14. Pertanda Suka

"Oke," simpul Magenta dengan suara kecil saat semua dagangannya laku dan kini telah selesai menghitung laba. "Alhamdulillah, dapat banyak. Gue bisa bayar SPP gue bulan November." 

Berjualan memang pekerjaan yang paling menguntungkan. Selain mudah dan halal, bisa menyajikan makanan enak dan murah membuat hati Magenta senang. Seperti mengumpulkan pahala saja. 

Jualannya juga bukan main-main jumlahnya. Bisa lima ratus bungkus dan cup makanan dan jajanan perhari. Maka dari itu, keuntungannya juga bukan main-main.  

Adam menyipitkan matanya saat Magenta tersenyum lebih lebar dari biasanya. Saat ini, mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang seusai jajan di tukang sate yang kebetulan nongkrong di dekat warung Bu Dinar saat mereka membeli minuman favorit. 

"Lo suka sama anak itu?" 

Magenta menaikkan alisnya seraya memasukkan uang hasilnya hari ini. "Hah? Apa?"

"Ck, lo suka sama Si Javas?" tanya Adam memperjelas setelah sebelumnya bertanya dengan malu-malu dan penuh gengsi. 

Ada apa nih? Maksudnya, maksudnya Adam cemburu sekarang? Emang gue kelihatan suka sama Javas? Magenta hanya bisa tertawa geli saat memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu dalam kepalanya. 

"Maksud lo?" 

"Lo keliatan seneng banget tadi pas ketemu dia," balas Adam tanpa berani menatap Magenta secara langsung. 

Magenta menahan senyum senangnya. "Haa, nggak juga. Gue nggak sesenang itu ketemu Javas. Gue cuma seneng aja dia ngasih gue yang lebih." 

"Oh." Adam menukas singkat. "Kalau gitu, sampai jumpa besok. Dadah!" 

Adam langsung berjalan cepat ke arah rumahnya dan masuk ke gerbang sebelum Magenta sempat membalas. Magenta tercengang. Maksudnya perilaku Adam bin Saiful hari ini itu apa, ya? 

Entah kenapa, memikirkannya saja sudah membuat Magenta punya senyum permanen di wajahnya. 

***

Waktu Magenta keluar untuk mencari udara segar—yang sebenarnya hanya alasan saja, Magenta tentu keluar untuk melihat anaknya Pak Saiful—dia melihat Adam kebetulan baru saja keluar dari gerbang rumahnya. Benar-benar semua keajaiban. Laki-laki itu masih menggunakan setelan tidurnya—yang memang sama dengan setelan keluarnya, yakni celana kotak-kotak dengan kaos polos.

Magenta langsung tersenyum, tapi Adam justru menghampirinya dengan wajah serius. Magenta jadi heran. 

"Buat lo," kata Adam, entah kenapa terdengar agak datar dari biasanya.

Lihat selengkapnya