Hal-hal yang mau gue lakukan sebelum mati:
1. Foto bareng sama Adam di taman
Adam tersenyum setelah memberi tanda ceklis diujung kalimat yang manjadi hal pertama yang mau dilakukan oleh Stella sebelum meninggal. Ada lima bucket list Dalam surat yang sebelumnya Stella berikan padanya tempo hari.
Awalnya Adam tak acuh dan menganggap bahwa Stella hanya main-main dengan surat beserta isinya dan pengakuan perempuan itu yang tiba-tiba. Namun, setelah melihat secara langsung bahwa Stella benar-benar terbaring dan tercatat sebagai pasien yang sedang melakukan persiapan untuk operasi, Adam langsung menyesali segalanya.
Adam menyesal karena menganggap Stella dan penyakitnya dengan candaan, Adam juga menyesal karena tak beraksi lebih lebih baik saat Stella melakukan pengakuan padanya yang jelas butuh keberanian yang sangat besar untuk melakukan. Adam menyesal karena telah menjadi orang yang brengsek bagi perempuan sebaik Stella.
Mengapa harus dirinya juga? Mengapa harus Adam yang disuka Stella dari sekian banyak laki-laki yang bisa lebih perhatian dan manis pada Stella?
Adam tertawa hambar. Semua ini masalah hati. Tak ada yang bisa mengetahuinya.
Yang bisa Adam lakukan selanjutnya hanya merawat dan memberikan perhatian yang baik untuk Stella. Ada empat hal lagi yang perlu Adam lakukan untuk Stella.
***
"Minggu depan ada pertemuan keluarga, tepatnya Nenek Widya ulang tahun. Kamu nggak perlu les," kata Bunda mengingatkan saat Azam tengah membuka buku pelajarannya di atas meja belajar. Sesi review karya sastra dan belajar piano dengan satu lagu yang khusus untuk Azam kuasai buat persembahan pada Nenek Widya nanti sudah selesai lima belas menit yang lalu.
Malam sudah menjemput dan membuat sekitar Azam sangat hening, Azam kira tak akan ada suara lain lagi untuknya fokus pada belajar. Jadi, suara Bunda sangat mengejutkannya hingga bahu Azam sedikit tersentak.
Azam menyunggingkan senyumnya setelah menoleh pada Bunda. "Iya, Bunda."
"Maaf kalau Bunda bikin kamu kaget." Bunda tersenyum tak enak.
"Nggak apa-apa, Bunda." Azam tertawa kecil. "Bunda nggak bikin aku sampai kehilangan detak jantung juga."
"Tapi kamu ada riwayat jantung dari Ayah kamu, Zam." Bunda tersenyum sedih. "Bagaimanapun, maafin Bunda, ya."
Azam balas tersenyum. Matanya melembut. Bundanya selalu baik dan Azam menyesal karena selalu bermula kesal saat situasinya membuat ia begitu. Azam harus bisa menahan dirinya lebih baik lagi di depan Bunda. Di depan Ayah juga.
"Iya, Bunda. Azam maafin."
"Baguslah," balas Bunda senang. Hatinya jadi lega. "Udah mau tengah malam. Sebaiknya kamu tidur."
Azam mengangguk kecil. "Iya, Bunda. Aku mau baca-baca bentar dulu buat tes besok. Aku pasti tidur nggak lebih dari tengah malam."
"Ya udah kalau gitu. Semangat!"
Tak ada yang lebih membuat Azam semangat selain seruan ceria dari Bundanya.
***
"Maaf, ya," kata Stella tak enak saat Adam masuk ke ruangan di mana ia akan dirawat untuk satu bulan penuh, untuk setelahnya menjalankan sebuah operasi yang tidak bisa dikatakan kecil agar dirinya bisa sembuh. "Gue jadi nyita hari libur lo."
Hari Sabtu telah kembali menyapa. Seperti yang Stella pesan dan inginkan, Adam mengunjunginya. Meski senang, sebenarnya Stella merasa sangat bersalah.