Magenta tak percaya sekarang di berada di sebuah tempat bernama perpustakaan. Bagaimana ya menjelaskannya, Magenta dan belajar ilmu seperti minyak dan air. Sama sekali tak cocok, sama sekali tak bisa bersatu.Â
Magenta duduk di depan Azam yang sedang membuka buku dan menulis di bukunya yang lain di sebuah meja yang ada di pojok. Azam menyadari kehadiran Magenta di sana, segera tersenyum dan menatapnya.Â
"Bentar ya, gue kerjain tugas les dulu. Lo boleh baca-baca apa kek buat nunggu gue," kata Azam.Â
Magenta mengangguk. Dia celingukan, kemudian mengambil satu buku pelajaran untuk dibaca. Tak bisa disangka. Sekarang Magenta benar-benar belajar. Magenta tertawa kecil dalam hati, menertawakan dirinya sendiri.Â
Yah, ternyata belajar bukan sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Magenta hanya terlalu malas dan tak bergairah. Saat dihadapkan dengan buku pelajaran, Magenta bisa enjoy juga.Â
Haha.Â
"Haha." Azam tertawa kecil melihat Magenta yang tertidur bahkan saat lima belas menit baru berjalan sejak ia membuka buku. Pekerjaan Azam telah selesai, ia menutup bukunya dan berdiri untuk berjalan ke tempat duduk di samping Magenta.Â
Azam duduk di sana dan turut merebahkan kepalanya ke atas meja, menatap wajah Magenta yang berada tepat di depannya. Azam mengulas senyum. Bagaimana bisa Magenta terlihat seperti anak kecil saat tertidur seperti ini?Â
Azam segera mengeluarkan ponselnya dan beraksi. Azam mengambil potret Magenta yang sedang tidur itu dan menyimpan kembali ponselnya agar tak terlihat mencurigakan.Â
"Hm."
Tepat sekali, setelah Azam memasukkan ponselnya ke saku celananya kembali, Magenta bergumam, seperti hendak bangun. Azam mengangkat tangannya—
"Ibu, jangan pergi!" seru Magenta tiba-tiba. Namun, matanya masih terpejam. Azam mengerutkan keningnya. "Ibu, Bubu nggak bakal nakal! Bubu nggak bakal tendang perut Ibu! Ibu jangan pergi!"Â
"Ibu!" Kini Magenta benar-benar bangun dan berseru hingga beberapa orang di perpustakaan mengalihkan perhatian pada Magenta.Â
Magenta tersentak, napasnya satu-satu dan jadi bingung saat melihat Azam berada di sebelahnya. "Gue di mana?"Â
"Di hati gue," balas Azam asal, langsung membuat Magenta terdiam seribu bahasa. Azam berdecak, kemudian melanjutkan perkataannya, "kan nggak mungkin."Â
Magenta menabok lengan Azam. "Sa ae lo!"
Azam tertawa kecil. "Bubu itu siapa?"Â
"Hah?"Â
"Tadi lo ngingo. Manggil Ibu lo, terus lo nyebut nama Bubu gitu." Azam menjelaskan secara singkat. "Jangan-jangan Bubu itu lo."Â
"Kepo banget lo," balas Magenta merasa malu. Membuat Azam yakin tentang nama Bubu itu diperuntukkan bagi siapa. "Sorry gue ketiduran Samapi ngingo tadi. Kayaknya gara-gara bergadang tadi malem."Â
Azam mengangguk-angguk.Â
"Gue bakal jelasin tentang penawaran yang lebih baik dari pada pacaran yang bikin dosa main numpuk itu," lanjut Magenta dengan senyum tipis. "Lo pasti mau banget kan masuk member bisnis Jajanan Urang?"Â
Azam memiringkan kepalanya, berpikir. "Em ... gue lebih pilih—"