Sebuah Prank

Dini Salim
Chapter #25

25. Benar-benar Tidak Lebih Penting

Magenta menunggu kedatangan Adam dengan senyuman lebar yang tidak bisa ditahan. Dia masih teringat bagaimana merah wajah dan melernya hidung Azam tadi sore saat makan bakso mercon. Meski agak bersalah karena Magenta yang membuat Azam begitu, Magenta merasa sangat terhibur. 

Bahkan sampai lupa bahwa harusnya ia menyambut kedatangan Adam dengan wajah kesal dan tak suka karena ketua bisnis itu malah absen tiga Minggu karena satu perempuan. Magenta bahkan ragu Stella menjadi pacar Adam sekarang. Apalagi kalau Adam benar-benar punya pacar. 

Ah, iya, Magenta baru ingat. Adam kan tidak akan pacaran kecuali setelah menikah. 

"Adam!" seru Magenta saat melihat Adam dari ujung jalan. Seperti biasa, tubuhnya kelihatan lelah dan wajahnya sama sekali tak terlihat cerah seperti biasanya. 

Adam tersenyum tipis melihat Magenta. Dia baru saja selesai mengabulkan list terakhir dari permintaan yang ingin Stella lakukan sebelum mati. "Yoi, Genta. Ada apa?" 

"Gue mau ngasih setoran kemarin, nih." Magenta mengeluarkan sebuah amplop beserta secarik kertas kecil yang berisi penjelasan dari uang yang di dapat dari hasil jualan kemarin. "Kemarin lo nggak ada kabar. Jadi gue baru bisa ngasih sekarang." 

Adam menerimanya dengan senang hati. "Makasih, ya. Sorry gue nggak hadir buat bantu beberapa Sabtu ke belakang. Gue—"

"Jenguk Stella," potong Magenta dengan senyuman maklum. "Gue udah tau. Lo selalu posting foto kebersamaan lo sama Stella di WA." 

"Oh, Iya," balas Adam kikuk. Agak malu kalau ternyata kebersamaannya bersama Stella diberitahukan kepada publik. Stella selalu mengatakan pada Adam untuk memposting foto berdua karena perempuan itu ingin seluruh dunia tahu bahwa dirinya bahagia. Bersama Adam. Juga, agar Adam selalu ingat dengan kenangannya. "Lo tau rupanya."

"Semua orang tau, Dam."

Adam tersenyum. Keinginan Stella terkabulkan. "Baguslah." 

"Oh, ya, gue mau ajak seseorang buat masuk ke Jajanan Urang." Magenta tersenyum manis. "Dia juga jago jualannya, bisa jadi ketua kalau kata gue. Itu ada namanya di rincian biaya gajinya karena bantuin gue jualan." 

Kening Adam mengerut samar, kemudian membaca apa yang tertera di kertas kecil yang sebelumnya diberikan Magenta. "Javas?"

"Lo udah kenalan sama dia. Lo tau dia, kan? Anak baru di silat juga."

"Azam maksud lo?" Adam ingin lebih memastikan. 

"Iya," balas Magenta dengan riang. "Maaf kalau ini bikin harga diri lo tersentil, tapi Javas lebih jago marketing—"

"Bisa-bisanya lo bawa orang asing ke Jajanan Urang," potong Adam dengan wajah mengeras. 

Magenta kaget karena Adam tiba-tiba emosi. Keningnya mengerut tajam. "Kok lo jadi marah?" 

"Jelas gue marah karena gue merasa dikhianati!" seru Adam berapi-api. Ia bahkan membuang amplop berserta secarik kertas di tangannya. 

Magenta tak bisa berkata-kata karena merasa Adam membuang begitu saja hasil jerih payahnya Sabtu kemarin. "Lo nggak bisa ya lebih hargain gue? Apa perlu lo BUANG HASIL PANAS-PANASAN GUE SAMA YANG LAINNYA?!" teriak Magenta kalap, seraya mengambil kembali amplop yang sebelumnya dibuang Adam tanpa harga, seperti sampah. 

Akhirnya kemarahan Magenta yang dipendam selama ini keluar juga. Magenta sudah memutuskan bulat-bulat bahwa ia tak akan menahan diri lagi. 

***

Azam merapikan dasi di setelan jas hitamnya. Kemudian berjalan dengan penuh percaya diri. Rambut yang biasanya ditata asal, kini ditata rapi serta memakai pomade agar tampak indah. Azam juga memakai sepatu kulit mengkilap lengkap dengan jam tangan limited edition. 

Acara ulang tahun Nenek Widya memang selalu lebih mewah dari ulang tahun Nenek Patricia, Ibu dari Bunda. Acaranya diadakan disebuah hotel bintang lima, di hiasi kolam renang indah, gazebo unik, tanaman hias dan lampu indah yang berada di sekeliling. 

Lihat selengkapnya