"Beresin barang-barang kau di kamar, nanti kita keluar buat makan," perintah Bang Ale saat Magenta masuk ke rumah barunya. Rumah yang entah sejak kapan Bang Ale persiapkan. Jaraknya tak jauh dari tempat tinggal Aunty Jasmine.
Magenta mengangguk lemah. "Iya, Yah."
Bang Ale akhirnya pergi keluar entah ke mana. Sementara itu, Magenta mengangkut empat kardus yang berisi barang-barangnya yang tak begitu berat ke sebuah kamar yang masih kosong. Hanya ada satu tempat tidur berukuran sedang, lemari pakaian dan meja belajar yang berhadapan langsung dengan jendela.
Magenta jadi teringat kamarnya yang dulu. Kamar barunya ini tampak sama. Hanya beda tempat saja. Tidak ada rumah Adam saat Magenta menatap ke arah jendela. Hanya ada sebuah rumah yang tampak asing dan sepi bagi Magenta.
Dengan tanpa suara, Magenta merapikan barang-barangnya. Butuh tiga jam untuk Magenta menyelesaikan segalanya dan membaringkan tubuh di atas kasur empuknya.
Magenta memejamkan matanya. Tak percaya dirinya kini benar-benar tak sekolah hanya untuk pindah.
Sebenarnya tadi pagi, Magenta sempat menolak mentah-mentah perintah Bang Ale untuk pindah. Aunty Jasmine juga sangat menyayangkan kepindahan Magenta karena sepertinya rumah akan sepi tanpa kehadiran Magenta. Namun, keputusan Bang Ale untuk pindah dan menetap bersama Magenta sudah bulat, jadi Magenta tak bisa menolak lagi.
"Kalau kau tak mau ikut, jadi anaknya Aunty kau ini saja. Jangan jadi anak aku," kata Bang Ale dengan wajah marah saat itu. Magenta langsung bungkam, tak bisa berkata-kata lagi selain menuruti kemauan Bang Ale.
Memang salahnya Magenta karena melanggar jam malamnya.
Dulu Magenta pernah tergabung dalam kumpulan anak laki-laki yang suka tawuran. Magenta memang sangat anak saat masih kecil. Sudah terbiasa berteman dengan laki-laki membuat Magenta memiliki hobi kasar yang sama dengan mereka. Magenta suka berkelahi, melawan orang yang menyebalkan bagian tanpa tanggung-tanggung dan bahkan mencuri buah di pohon milik orang di dekat sekolahnya.
Awalnya Bang Ale tidak begitu mengkhawatirkan tentang pergaulan Magenta, namun saat tahu-tahu Magenta pulang malam dengan sekujur tubuh babak belur seperti baru memeragakan pemeran utama setelah berkelahi dalam film genre action, Bang Ale membulatkan tekad untuk membatasi Magenta dalam bermain.
Jam enam. Mau apapun alasannya, Magenta harus ada di rumah.
Namun, namanya Magenta, anak itu penuh dengan jiwa liar yang bebas. Di hari yang lain, Magenta membuat ulah lagi. Tak lama setelah hari kelulusan berakhir, Magenta justru menantang alumni anak sekolah sebelahebelumnya mencuri uang Adam. Pertandingan satu lawan itu lagi-lagi terjadi malam hari. Tepatnya pukul tujuh, di taman depan TK Al-Fatihah.
Magenta pulang dengan luka di mana-mana dan saat itu Bang Ale marah besar, kemudian memutuskan untuk memasukkan Magenta ke pesantren agar akhlaknya menjadi baik. Padahal Adam sudah meminta maaf dan Magenta sudah menyesal juga sampai mengais-ngais permohonan dengan wajah memelas agar dia di sekolahkan di tempat yang sama dengan Adam.
Sayangnya, keputusan Bang Ale tak bisa diganggu gugat lagi. Karena itulah Magenta terpisah dengan Adam.
Magenta tersenyum miris mengingat itu. Begitu sukanya Magenta pada Adam sampai rela melanggar jam malam dan masuk pesantren karenanya. Padahal, Adam tak punya perasaan apapun padanya.