Sebuah Prank

Dini Salim
Chapter #31

31. Tak Mengenali

Magenta sekolah hari ini, tapi ia sama sekali tak mengindahkan kehadiran Adam. Magenta tak menyapanya, tak juga bertanya padanya soal tugas hari kemarin atau pelajaran apa yang dipelajari hari kemarin saat dirinya tak sekolah. Magenta lebih memilih bertanya pada Abdul dan mengobrol dengan Wahyu walah itu membuat Magenta naik darah. 

Seperti dirinya yang mengabaikan Adam, Adam juga terlihat tak begitu peduli pada Magenta. Adam memang menatap Magenta seperti khawatir dan meminta penjelasan ke mana Magenta kemarin, tapi hanya sebatas itu. Adam tak mengucapkan sepatah katapun saat menyadari Magenta memalingkan wajahnya darinya, marah padanya. 

Adam hanya menatap Magenta setiap kali Magenta lewat di depannya atau tertangkap matanya. Tanpa kata, tanpa suara. Wajahnya datar seperti biasa, tanpa dosa. Entah pura-pura, atau justru memang begitu kenyataannya.

Magenta pikir Adam akan lebih peduli, tapi ternyata dirinya salah. Adam memang memiliki kepekaan yang tidak tajam. Magenta mengenalnya dengan baik, tapi ia ingin egois sesekali. Magenta ingin Adam yang menghampirinya, mengulurkannya tangannya dan memeluknya. 

Terlepas siapapun yang bersalah kali ini, Magenta tak mau mengalah duluan. Ia sudah terlalu lelah dengan menjadi satu-satunya pihak yang aktif. Kini, saatnya ia berganti peran. 

Jam pelajaran terus berlanjut, dengan guru yang kerap kali menjelaskan di depan alih-alih memberi tugas. Hal itu membuat Magenta harus menang ke depan, yang membuatnya tak lepas menatap punggung Adam yang duduk di depannya tanpa sengaja. 

Setiap kali ia menatap punggung itu, rasanya sakit, juga menyenangkan. Punggung itu tetap tegap menatap ke depan, tanpa sekalipun pernah berbalik menatap Magenta tanpa harus Magenta tepuk pundaknya agak mendapatkan perhatiannya. 

Selama hampir tiga tahun ini, Magenta selalu menatap punggungnya, mengagumi dan menyukainya dalam diam. 

Mirisnya, hanya sepihak. Hanya dirinya yang melakukannya. Hanya Magenta yang merasakannya. 

Adam tidak.

***

Adam dan Magenta benar-benar seperti orang yang tidak saling kenal lagi. Terlihat dari terpisah meja mereka di kantin. Adam dengan teman-teman futsalnya, sementara Magenta secara menyedihkannya, duduk sendirian di tempat biasa. 

Magenta tak percaya pengakuannya bisa menyebabkan sebuab tali persahabatan retak sampai tak bisa disatukan lagi. 

Hari ini Stella tak terlihat. Magenta tertawa hambar saat benaknya justru memikirkan Stella. Bahkan di saat-saat di mana ia membuktikan Adam benar-benar tak peduli pada perasaannya, Magenta masih memikirkan Adam dan apa-apa yang terkait dengan laki-laki yang disukainya sejak kelas lima SD itu 

Lihat selengkapnya