Sebuah Prank

Dini Salim
Chapter #33

33. Terbelakang

"Sorry, Vas," kata Magenta dengan penuh penyesalan saat mereka tiba di tengah jalan yang merupakan jarak antara rumah mereka masing-masing. Magenta merasa dejavu dengan orang berbeda, biasanya ia mengobrol dengan Adam di tempat ini. "Lo nggak bisa ikut jualan lagi nanti. Lo ditolak jadi ketua ataupun member Jajanan Urang." 

Air wajah Azam yang semulanya penuh senyuman karena bisa membonceng Magenta sebelumnya atas izin Bang Ale berubah seratus delapan puluh derajat. "Lo bilang lo bakal usulin gue. Gue kecewa berat, asli." 

"Maaf, Javas," balas Magenta dengan wajah memelas. "Gue juga nggak tau kenapa Adam nggak mau—"

"Oh, ini gara-gara Adam?" 

"Iya, dia kan ketuanya." 

"Gue bakal bilang sendiri—"

"Jangan," tolak Magenta dengan wajah keberatan. "Adam kalau sekalinya nggak, nggak bisa diganggu gugat, Vas." 

Azam menatap Magenta dengan tak senang. Melihat wajah Magenta yang benar-benar serius tentang menentang Azam untuk ikut paksa menjadi member Jajanan Urang membuat Azam menyadari satu hal yang sangat dibencinya.

Apa ia akan kalah lagi dari Adam?

***

"Try out sebentar lagi, sebaiknya kalian banyak-banyak belajar biar nggak menyesal nanti." Bu Farah, guru Bahasa Indonesia melakukan sesi penutupan setelah bel istirahat berbunyi. "Pelajaran dari saya segitu aja. Pertanyaan bisa disampaikan di pertemuan selanjutnya atau di ruangan saya kalau waktu saya luang." 

Setelahnya, Bu Farah pergi keluar kelas XII IPA 2. Anak-anak langsung bersuara dan beberapa dari mereka berhamburan keluar kelas untuk mengurusi urusan masing-masing. 

Magenta tersenyum lebar saat Adam berbalik ke arahnya. "Kantin?" 

"Yoi." 

Keduanya langsung berjalan bersamaan seperti dahulu kala kembali. Dengan senyum cerah dan wajah bahagia. Ternyata mengungkapkan rasa tidak seburuk itu. Magenta tertawa senang dalam hati saat dia menemukan Adam masih berada di sampingnya, dengan senyuman yang sama.

"Mau belajar bareng nggak?" tanya Adam menawarkan secara tiba-tiba. "Jarang banget kita belajar. Jajanan Urang, kita off dulu aja. Fokus UN. Udah di depan mata, nih." 

"Oh?" Mata Magenta langsung berbinar-binar. "Ayo, ayo! Gue juga pengen belajar, nih! Kapan, di mana?"

"Pulang sekolah ini, di rumah gue aja, gimana?" 

"Setuju!" seru Magenta kelewat senang. 

Adam hanya tertawa. 

Tanpa disadari Adam dan Magenta, Azam melihat keduanya dari belakang dengan tangan mengepal kuat-kuat dan tatapan mata tidak senang. Padahal baru saja kemarin mereka berdua terlihat seperti orang asing dan membuat Azam senang, sekarang keduanya sudah lengket kembali. 

Sebenarnya apa yang mereka berdua bicarakan sore kemarin? Sayang sekali Azam tidak mengupingmya kemarin.

***

Rumah Adam bukan rumah yang sering Magenta datangi. Sejak kecil, rumah Magenta lah yang sering dijadikan tempat untuk bermain. Rumah Adam selalu kedapatan tamu penting Ayahnya saat itu, jadi Magenta tak pernah masuk ke dalamnya sebelumnya.

Ini pertama kalinya dan Magenta gugup karenanya. 

Sebelum benar-benar pulang ke rumah, setelah bel pulang berbunyi, Adam mampir dulu ke suatu tempat tanpa Magenta. Magenta tak tahu apapun karena Adam tak mau menjawab saat Magenta bertanya. Jadi, Magenta pulang duluan dan mampir ke rumah Aunty Jasmine untuk menunggu kedatangan Adam kembali. 

Aunty Jasmine menyambutnya dengan sukacita. Setelah memberi Magenta jus alpukat, Aunty Jasmine menatap Magenta dengan senyuman lebar. "Aunty kangen banget sama Bubu. Serius, rumah ini jadi sepi tanpa Bubu." 

"Baru tiga hari Bubu nggak di sini, masa Aunty udah kangen aja. Bubu jadi seneng," balas Magenta dengan tawa riang. 

"Eh, jangan salah!" seru Aunty Jasmine dengan tatapan mata penuh arti. "Ardi juga tiap malem rengek-rengek karena pengen main PS bareng Bubu. Uncle juga udah lama nggak joget-joget sama Bubu pake sound baru. Sekarang semuanya udah nggak ada. Kamar Bubu kosong, Bubu-nya juga nggak ada."

Magenta ikut tersenyum sedih. "Ya, gimana, Aunty. Ayah Bubu yang pengen Bubu pindah. Bubu nggak bisa nolak, dong. Nanti dicoret dari KK."

Lihat selengkapnya