4. Mendengar pengakuan suka dari Adam
5. Ditungguin Adam waktu operasi
Adam menatap dua daftar terakhir dari surat yang diberikan Stella tempo hari. Hanya satu keinginan yah belum terkabul saat ini. Adam membuang napas panjang, permintaan terakhir Stella terasa sangat berat baginya. Satu Minggu lagi Stella akan menjalankan operasi besarnya.
Adam tak mau mengucapkan selamat tinggal pada gadis itu, ia ingin mengatakan selamat sembuh padanya. Jika harus jujur, Adam sebenarnya menyukai Stella lebih besar dari yang ia bayangkan. Bukan sebagai teman futsal, bukan juga sebagai teman yang meminta untuk dijaga karena sakit, melainkan sebagai perempuan yang mengisi hati Adam.
Saat ia melihat-lihat fotonya dengan Stella, tiba-tiba ada sebuah panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Adam menganggapnya sebagai spam dan melupakannya secepat kedatangannya. Namun, nomor itu terus memanggil hingga akhirnya mengirim sebuah pesan yang membuat nyalangnya mata Adam terbentuk.
Ini gue, Azam. Kita ketemu di sekolah SMP. Ada yang mau gue omongin. Kalau lo nggak ke sini, lo sama Magenta kemungkinan besar nggak bakal jadi temen lagi
Adam berdecak, kemudian buru-buru mengambil jaket untuk memenuhi kemauan Azam.
***
Saat Adam dan Azam masih SMP, kelas sembilan semester akhir.
"Gue mau ngaku ke Neva sekarang, nih," kata Adam saat dia dan Azam hendak pulang ke rumah masing-masing. Perkataan Adam membuat Azam menatapnya dengan heran.
"Neva siapa?" tanya Azam tiba-tiba kebingungan. "Jangan bilang Neva Prameswari."
"Kebiasaan. Pikunnya kambuh, gue kan udah pernah bilang gue suka sama siapa." Adam tertawa geli. "Emang Neva yang itu. Neva temen kita. Kenapa?"
Azam langsung melenguh panjang. "Jangan kebanyakan mimpi, deh. Dia pasti nolak lo, Dam."
"Ye, kalau nggak ada usaha, kita nggak pernah tau bakal diterima atau ditolak," balas Adam penuh percaya diri. "Pokoknya hari ini gue bakal ngaku. Udah dari kelas dua gue cuma dianggap temen. Hari ini, gue mau jadiin dia pacar."
Azam terdiam lama, kemudian menepuk punggung Adam dengan keras. "Semoga ditolak, ya!"
Adam mengumpat dalam hati dan menendang pantat Azam dengan kesal. Azam memeletkan lidahnya pada Adam untuk setelahnya pergi untuk pulang duluan. Sementara Adam menunggu Neva melewatinya.
Karena Adam terlalu gugup untuk mengajak Neva langsung. Neva sendiri adalah perempuan yang menempati peringkat dua di kelas, anggota ekskul bahasa dan vocal group serta merupakan cinta pertama Adam. Sejak Neva tersenyum, berbicara dan bernyanyi, tahu-tahu Adam menyukainya.
Adam juga sudah bilang kalau dia menyukai Neva sejak awal pada Azam.
Dari kelas sepuluh, Adam, Azam dan Neva sudah bersahabat karena satu kelompok dalam camping. Saat itu Azam ketuanya, Adam wakilnya dan Neva bendaharanya.
Sejak selalu berdiskusi dan belanja bareng-bareng, Adam menaruh rasa pada Neva tanpa perempuan itu ketahui. Neva sendiri kelihatannya hanya menganggap Adam sebagai teman saja, tapi Adam tak menyukainya.
Adam ingin lebih dari teman untuk Neva, yang bisa melarang Neva untuk dekat-dekat dengan laki-laki lain, menceramahinya kalau pulang malam saking sukanya dengan kegiatan sekolah, mengantarnya ke mana-mana dan keluar bersama-sama saat hari libur.
Saat melihat Neva keluar kelas setelah piket karena hari ini hari Selasa, Adam langsung merapikan rambutnya, mengecek apakah nafasnya bau dan tersenyum lebar-lebar setelah tak mendapatkan masalah dari penampilannya.
"Nev!" seru Adam agar mendapatkan perhatian Neva.
"Adam!" balas Neva turut senang. Perempuan itu berjalan kecil dan berhenti di depan Adam. "Mana Azam?"
Adam cemberut. "Ada gue di sini, kok malah tanyain Azam?"
"Aneh aja. Biasanya kan kalian suka berdua," balas Neva dengan senyuman kecil. "Kok lo belum pulang?"
Adam berdeham. "Gue mau ngomong sesuatu ke lo. Ikut' ke taman di depan, yuk!"
Neva tersenyum, kemudian mengangguk. "Ayok!"
Taman di depan sekolah adalah taman yang bisa digunakan untuk apa saja. Neva dan anggota vocal group pun pernah berlatih di taman itu karena selain nyaman, tempat itu sangat sejuk dan nyaman. Beberapa kali juga, Adam, Azam dan Neva berkumpul di taman itu untuk mengerjakan tugas atau sekedar makan seblak sambil bergurau bersama-sama.
Sesampainya di sana, beruntung sekali taman sedang sepi. Adam jauh lebih gugup karena dia hanya duduk berdua bersama Neva. Biasanya ada Azam yang kerap kali menemani dan memecahkan suasana.
"Apa yang lo omongin, Dam?" tanya Neva tak mau basa-basi.
Adam menarik napas dalam-dalam, jantungnya seperti mau meledak sekarang ini. Dengan segenap keberanian yang ia punya, Adam menatap Neva lekat-lekat. "Gue suka sama lo, Nev. Bukan sebagai temen, tapi ... gue mau lo jadi pacar gue."
Neva langsung terbatuk-batuk. Batuk-batuk parah hingga Adam panik dan tahu-tahu ia melihat bercak darah di tangan Neva yang beberapa waktu yang lalu dipakai untuk menutup mulut yang batuh.
Mata Adam bergetar. Ia menatap Neva dengan khawatir. "Lo ... kenapa?"