Sebuah Prank

Dini Salim
Chapter #36

36. The Truth Untold

"Lo abis berantem sama siapa, sih?" tanya Magenta untuk kesekian kalinya. Tahu-tahu Adam datang dengan wajah babak belur, padahal kemarin wajahnya mulus-mulus saja. Namun, Adam tak menjawabnya sampai akhirnya Magenta memaksa Adam untuk menatapnya. "Jawab, Dam."

Adam menatap Magenta dengan tak enak. "Ini bukan urusan lo, Ta."

"Urusan lo, urusan gue juga," balas Magenta serius. "Bilangin. Siapa yang bikin lo bonyok gini? Mau gue bales pake jurus TGR!"

Adam tertawa kecil mendengar suara semangat Magenta. Namun, sejurus kemudian Adam justru meringis karena lupa pada sudut bibirnya yang sobek karena pertengkaran tangan kemarin. 

Maegnt jadi khawatir melihatnya. "Luka-luka lo udah diobati belum, sih?" 

"Udah," jawab Adam enteng. "Kemarin Ummi sampai obatin satu jam pake ngomel-ngomel." 

"Emangnya lo berantem sama siapa? Gara-gara apa?" Magenta menatap Adam dengan lelah. "Heran gue, lo udah gede. Orang gede biasanya nggak pake tangan kalau nyelesain masalah." 

"Kalau mulut nggak cukup, ya, pake tangan, Ta," balas Adam membela diri.  

Magenta tersenyum kecewa karena Adam terus mengalihkan pertanyaannya dengan jawaban yang lain. "Lo nggak mau kasih tau lo berantem sama siapa?"

"Nggak penting juga," tukas Adam tak acuh.

"Dam," kata Magenta seraya menahan lengan Adam yang mau berbalik darinya. Magenta menatap Adam dengan memelas. "Jangan ada rahasia di antara kita, Dam. Kalau lo mau pertemanan kita tetep jalan."

"Emang lo sendiri nggak ada rahasia ke gue?" 

Magenta terdiam seribu bahasa. Adam tertawa renyah, kemudian berbalik. 

"Dam," kata Magenta lagi, membuat Adam segera berbalik padanya dengan wajah bertanya. "Gue bakal kasih susu kotak kalau lo bilang lo bonyok-bonyok gini sama siapa."

Senyum Adam langsung mengembang. "Serius, nih? Traktir susu kotak?" 

"Iya." 

"Gue sama Azam berantem kemarin malam." 

"Hah?" 

"Gara-gara lo," lanjut Adam tanpa menghiraukan betapa terkejutnya Magenta kini. 

"Kok gara-gara gue?" tanya Magenta bingung. 

"Ya, pokoknya gitu, deh," balas Adam, malas untuk menjelaskan lebih lanjut. Kemudian, ia menatap Magenta lekat-lekat. "Daripada itu, pacaran, yuk?"

"Hah?"

"Jadi pacar gue, mau nggak?" 

***

Magenta sengaja menunggu kedatangan Azam di depan rumahnya setelah sebelumnya menunggu Azam di parkiran dan menyuruh Adam untuk pulang duluan, tapi Azam tak kunjung datang dan Magenta terlanjur bosan. Saat istirahat tadi, Azam seperti hilang dan Magenta tak sempat untuk memarahinya. Mau dihadang pulang sekolah tidak kesampaian, maka Magenta menunggu Azam sampai akhirnya. 

Bahkan malam sudah hampir menyambut saat Magenta masih menunggu. Magenta sudah mengirim beberapa pesan ke ponsel Azam, tapi tak ada satupun balasan dari laki-laki itu. 

"Ke mana, sih dia?" tanya Magenta frustasi. 

Sebuah suara motor membuat Magenta mengalihkan pandangannya. Matanya langsung menajam saat melihat Azam dengan motornya. Magenta segera mendekati Azam saat laki-laki itu turut berhenti dan membuka helmnya saat melihat keberadaan Magenta. 

Senyum Azam tercipta saat melihat Magenta. "Hai, Bubu. Ngapain di sini? Nungguin—"

"Kenapa lo nonjok Adam?" potong Magenta dengan wajah tak senang. 

Azam terdiam sesaat, untuk setelahnya memegang dadanya dengan wajah kesakitan, tak mengindahkan pertanyaan Magenta yang tak penting baginya. "Baru-baru ini dada gue sakit, Bu. Kenapa, ya?" 

"Jawab pernyataan gue." Magenta tak memperdulikan keluhan Azam. "Gue nggak mau main-main." 

"Sakit, Bu." Azam masih setia memegangi dadanya. Beberapa kali dia mengerang dan terlihat seolah dia benar-benar kesakitan. 

Namun, Magenta tak mau termakan aktingnya. "Javas." 

Mendengar suara Magenta yang benar-benar serius membuat Azam mengerti bahwa tak ada gunanya ia mengelak. Akhirnya, Azam menatap Magenta lekat-lekat. "Sebenarnya Adam cuma mainin lo. Jangan terima ajakan dia."

Lihat selengkapnya