Magenta tak yakin hubungannya dengan Adam akan kembali baik-baik saja seperti dulu. Luka yang dibuat Adam sudah terlalu dalam hingga Magenta tak bisa berpikir bahwa akan ada obat untuk hatinya yang sudah retak berkeping-keping ini.
Hari-hari berikutnya, Magenta tak mau mengenal Adam lagi. Mau berkali-kali pun Adam menyapanya, bertanya padanya, meminta maaf dan menyesal padanya, Magenta tak bisa menerimanya lagi dengan sebuah senyuman.
Magenta tak mau mengulang kesalahan yang sama, jadi ia memutuskan untuk menghapus nama Adam dari hidupnya. Magenta memaafkan Adam, tapi ia akan melupakan semua tentang Adam juga. Jika terus melukai, untuk apa Magenta menjaganya terus dalam hati.
Lebih baik Adam dilepaskan dan tak pernah menyakitinya lagi.
Sepertinya itu adalah jalan terbaik.
"Ta," kata Adam saat ia duduk di depan Magenta yang duduk di sebuah meja di kantin dengan mangkok baksonya. Kedatangan Adam langsung membuat wajah Magenta keruh. "Gue mau—"
Magenta tak memberi Adam kesempatan untuk bicara karena segera berdiri dan berjalan ke arah keluar kantin, meninggalkan Adam yang lagi-lagi hanya bisa membuang napas sedih. Berkali-kali Magenta sudah menjelaskan pada Adam bahwa ia telah berdamai dengan kesalahan Adam dan tak mau lagi untuk dekat.
Magenta lelah jika harus menjelaskan lagi, jadi ia memilih untuk menghindar dari Adam.
Azam terlihat berjalan ke arahnya dengan sebuah senyuman saat Magenta baru melangkah beberapa langkah. Magenta turut tersenyum.
"Hai, Bubu," sapa Azam, ceria seperti biasa. Namun setelah melihat lebih dekat, Azam terlihat lebih pucat dari biasanya.
Magenta khawatir, tapi ia mencoba untuk optimis bahwa Azam tidak kenapa-kenapa. "Hai, Javas."
"Udah makan?" tanya Azam setelah berhenti di depan Magenta.
Magenta turut menghentikan langkahnya. "Udah. Barusan. Lo sendiri—"
Kata-kata Magenta terpotong karena tiba-tiba tubuh Azam ambruk ke arahnya. Kepalanya jatuh di bahu Magenta dan tubuh Magenta ikut luruh karena tak kuat menahan beban tubuh Azam. Magenta membulatkan matanya dengan wajah panik.
"Javas!" seru Magenta keras. Dia mengambil kepala Azam untuk ditepuk-tepuk kecil pipinya di bawah pangkuannya. Saat Azam tak kunjung sadar dan matanya tetap memejamkan, Magenta tak bisa menahan diri untuk tak menangis. "Tolong! Tolong! Javas pingsan, siapapun tolongin dia!"