Sebuah Prank

Dini Salim
Chapter #39

39. Terang-terangan

Magenta bingung harus menghibur Adam dengan cara apa. Dua hari yang lalu ia hanya bisa menangi dan kemarin dia hanya bisa memegang tangan Azam dengan wajah sedih. Sekarang, rencananya perwakilan kelas XII IPA 1 akan menjenguk, jadi Magenta menyakinkan diri untuk menghibur Azam tanpa menangis atau bersedih lagi. 

Sampai di kamar rawat Adam yang sepi—kedua orangtuanya entah ke mana, Magenta tak tahu, Magenta tak bisa menahan dirinya untuk merasa sedih. Namun, ia berhasil menahan matanya agar tak berkaca-kaca. Perwakilan kelas Azam sudah pergi lima belas menit yang lalu, Magenta sengaja memberi jeda agar Azam tak terlalu kewalahan. 

Beberapa buah-buahan serta sebuah bucket Bunga tergeletak di atas balas sebelah bangsal tidur Azam sebagai tanda ada yang sudah menjenguknya. Magenta tersenyum lebar saat Azam menatap ke arah kedatangannya. 

"Hai, Azam," sapa Magenta setelah duduk di kursi sebelah bangsal Azam. 

"Hai, Bubu." Suaranya serak dan lemah. 

Magenta menipiskan bibirnya, menahan diri untuk tak menangis dengan menunduk. Sayangnya, saat ia menunduk, matanya jutsru menangkap tangan Azam yang kurus dan menyedihkan. Magenta batal terlihat kuat, ia terisak seraya mengambil tangan lemah Azam. 

"Lo kurus banget, Zam," kata Magenta sedih. "Mau makan nggak?" 

"Boleh," balas Azam dengan senyum riang. "Itu ada buah-buahan dari anak kelas. Lo—"

"Gue kupasin, ya," kata Magenta memotong saking semangatnya. Ia mengambil buah-buahan yang terdiri dari anggur dan jeruk. "Lo mau makan yang mana dulu? Yang ungu apa yang oren?" 

"Gue suka jeruk," jawab Azam. 

"Oke." Magenta mengambil satu buah jeruk dan mengupasnya dengan telaten. Azam memerhatikannya dengan senyum tipis. Setelah selesai mengupasnya, Magenta menyuapi Azam satu per satu jeruknya. 

Azam tersenyum senang. "Kalau bisa gini sama lo, gue pengen sakit selamanya." 

"Jangan bilang gitu, Zam," balas Magenta kesal. "Lo harus sembuh pokoknya. Gue selalu do'ain lo tiap malem. Harusnya lo bisa sembuh."

"Aw, jadi nama gue nyelip di do'a lo?" 

"Iya. Jadi, lo harus sembuh," jawab Magenta sungguh-sungguh. "Gue nggak suka liat orang sakit." 

"Gue suka sama lo," kata Azam tiba-tiba. Sesaat, pengakuannya itu membuat Magenta seolah kehilangan dunianya, berganti dengan ribuan kupu-kupunya yang menghiasi dengan indahnya. 

"Gue juga," balas Magenta kemudian, tanpa berpikir panjang. 

"Eh?" Azam terkejut. 

"Kenapa?" Magenta balik bertanya dengan tajam. "Nggak boleh?" 

Azam menipiskan bibirnya, kemudian tersenyum senang sekali. Hatinya berbunga-bunga kini. "Boleh, kok. Jadi, kita pacaran sekarang?"

"Pacaran dosa. Sama kayak zina kalau kata Wahyu."

"Wahyu siapa?" Belum apa-apa, Azam merasa cemburu saya mendengar nama laki-laki lain dari mulut Magenta. 

"Ustadz di kelas gue." 

"Kalau gitu kita pacaran, terus kita apa-apaan, dong?" tanya Azam sedih. 

Magenta memasukkan jeruk terakhir ke mulut Azam sebelum mengambil buah-buahan yang lainnya. "Mau anggur?"

Azam menggeleng pelan. "Maunya Bubu." 

"Nakal," tukas Magenta seraya mencubit lengan Azam pelan. 

"Aw, jahatnya," balas Azam kesakitan secara berlebihan. Ia mengusap-usap bekas cubitan Magenta dengan lebay. "Sakit, Bubu Sayang." 

"Dosa, Zam." 

"Apanya yang dosa?" 

"Baperin gue." 

"Baperin pacar sendiri kok dosa?" 

"Pacaran aja udah dosa! Baperin pacar jelas lebih dosa!" 

"Aduduh!" Azam tiba-tiba memejamkan matanya dengan wajah memprihatinkan yang langsung membuat Magenta cemas. 

Lihat selengkapnya